darulmaarif.net – Indramayu, 05 Januari 2023 | 15.00 WIB

Beberapa waktu belakangan ini berita mengenai resesi membanjiri lini medsos netijen Indonesia. Tak hanya di Indonesia, melainkan negara-negara lain pun turut dihantui bayangan-bayangan resesi. Kemunculan itu bermula dari polemik tingginya harga minyak dunia, lalu kenaikan harga komoditas hingga invasi yang dilakukan Rusia terhadap Ukraina.
Bayangan tersebut semakin nyata dengan kemunculan inflasi yang menyebabkan suku bunga acuan bank sentral meroket. Sejumlah pakar hingga Lembaga dalam bidang perekonomian memprediksi perekonomian global tahun 2023 akan terjun bebas ke dalam jurang resesi. Dampak yang diberikan dari lonjakan inflasi inilah yang akan menyikat habis berbagai sektor ekonomi.
Ancaman resesi pada perekonomian tentunya dapat berdampak pada pertumbuhan PDB (produk domestik bruto). Dimana jika pertumbuhan PDB terhambat, maka akan berdampak juga pada kondisi perekonomian masyarakat, terlebih bagi para pekerja. Dalam hal ini, beberapa ahli atau pakar dalam bidang keuangan sangat menyarankan seluruh masyarakat untuk menjaga sumber penghasilan yang ada guna meminimalisir dampak dari perekonomian yang gelap ini.
Beberapa faktor yang menjadi penyebab resesi 2023 adalah ekses pandemi covid-19, tingginya inflasi, perang Ukraina-Rusia, kenaikan suku bunga, dan permintaan pasar global menurun.
Catatan Resesi dalam Sejarah Islam
Dalam dinamika sejarah peradaban Islam, krisis ekonomi juga tercatat pernah melanda pada zaman Nabi Muhammad SAW maupun di masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab.
Disimpulkan dari kitab Siroh Nabawiyyah karya Syekh Syafirurrohman Al-Mubarokfury, pada saat hijrah dari Mekkah ke Madinah, umat Islam dihadapkan pada krisis ekonomi. Kala itu, mereka yang hijrah meninggalkan seluruh hartanya di Mekkah. Praktis, mereka harus mencari penghasilan sebagaimana yang biasa mereka lakukan di Mekkah, yakni dengan berdagang.
Namun, hubungan perdagangan antara Mekkah-Madinah terputus saat umat Islam hijrah. Sementara, perekonomian Madinah berada dalam cengekeraman Yahudi. Mereka menguasai perdagangan dan pasar, pertanian, peternakan, serta ekspor dan impor.
Yahudi juga menjalankan sistem pinjaman riba, yakni meminjamkan uang dengan bunga yang tinggi. Terjadi kesenjangan yang sangat lebar antara mereka yang kaya dan yang miskin.
Tekanan ekonomi sangat dirasakan umat Islam saat awal-awal hijrah. Namun, Rasulullah berusaha untuk memperbaiki kondisi perekonomian.
Karakteristik perekonomian yang diterapkan Nabi adalah sosial-religius yang berfokus pada kerja kooperatif antara kaum Muhajirin (imigran dari Mekkah) dan Anshor (penduduk asli Madinah) yang menyebabkan meningkatnya distribusi pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
Pada zaman tersebut kebijakan moneter dan fiskal dilakukan untuk mencapai tujuan perekonomian nasional.
Baitul Mal adalah lembaga yang saat itu memegang wewenang untuk mengatur pengelolaan moneter. Rasululloh memperkenalkan konsep baru bidang keuangan pada awal abad ke-7. Sistem tersebut adalah mengumpulkan seluruh hasil yang didapatkan negara, baru kemudian dibelanjakan sesuatu kebutuhan. Pada sistem moneter pertama ini pemerintah Islam mengalokasikan dananya untuk pendidikan, kebudayaan, dan penyebaran Islam.
Sistem moneter tersebut berjalan baik dan memberi dampak kenaikan pada permintaan dan penawaran barang karena populasi semakin meningkat dan penggunaan sumber daya alam semakin maksimal.
Pada zaman tersebut sumber daya alam menjadi salah satu sumber pendapatan utama sebuah negara. Selain SDA, ada beberapa sumber pendapatan negara yaitu jizyah yakni pajak yang dibebankan kepada orang non-Muslim. Kedua, kharaj yaitu pajak tanah yang diambil dari kaum non-Muslim. Selanjutnya ada ushr yakni jenis pajak yang dikenakan kepada semua pedagang dan dibayarkan sekali dalam setahun senilai 200 dirham.
Selain moneter, Rasululloh juga menerapkan kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal pada saat itu memiliki sistem mengecilkan pajak dan meningkatkan pengeluaran pemerintah. Mengingat pemerintah adalah pasar ekonomi terbesar dalam hal besar pendapatan dan penerimaannya.
Pengeluaran pemerintah sendiri mencangkup kepentingan pendidikan dan kebudayaan, dakwah, Ilmu pengetahuan dan teknologi, hankam, belanja pegawai, serta kesejahteraan sosial. Sistem fiskal ini adalah sebagai solusi atas resesi yang terjadi pada zaman itu.
Selain itu, pendapatan juga berasal dari penerimaan zakat yang dihitung berdasarkan persentase, sehingga bisa menstabilkan harga dan menekan inflasi saat permintaan agregat lebih besar daripada penawaran agregat. Harga dan jumlah penawaran tetap stabil dan tidak dipengaruhi sistem zakat yang berlaku.
Islam memiliki berbagai macam solusi permasalahan di segala bidang, termasuk mengatasi resesi ekonomi. Ekonomi islam di bangun atas dasar sektor rill yang berperan penting dalam proses pertumbuhan ekonomi. Penyebaran kekayaan di tengah-tengah manusia dan pengaturan kepemilikan adalah contoh aturan yang digunakan Islam untuk mengatasi masalah ekonomi.
Solusi yang ditawarkan ekonomi islam yaitu menghindari praktek riba seperti yang kita tahu ekonomi Islam melarang hal tersebut. Karena sistem flat money cenderung fluktuatif dan tidak stabil mengakibatkan inflasi dan rentan adanya krisis. Maka dari itu, perusahaan yang menggunakan sistem pinjaman berbasis bunga akan menghadapi masalah di tengah krisis dibandingkan dengan perusahaan yang menggunakan sistem Profit and Loss Sharing.
Islam juga menganjurkan untuk mengoptimalkan instrument Zakat, Infak, dan Wakaf (ZISWAF) , ini bisa menjadi solusi ketika terjadi krisis ekonomi. Instrumen wakaf adalah sarana yang dapat digunakan untuk membantu umat dalam hal zakat, infaq, dan shodaqoh.Wakaf sosial dapat digunakan untuk melaksanakan umat kepentingan yang dalam pelaksanaannya biasanya tidak menghasilkan manfaat atau keuntungan. Infaq dan shodaqoh dapat digunakan untuk memperkuat zakat dan wakaf dalam rangka memperbaiki situasi di saat resesi ekonomi.
Selanjutnya, pada zaman pemerintahan Khalifah Umar Bin Khottob juga terjadi krisis yang disebut Tahun Ramadah. Ada pendapat yang mengatakan peristiwa itu terjadi pada tahun 18 H dan ada juga yang berpendapat bahwa terjadi pada akhir tahun 17 H. Namun, mayoritas mengatakan krisis terjadi pada tahun 18 H Tahun Ramadah adalah sebuah bencana yang menimpa banyak orang.
Kala itu kemarau panjang melanda wilayah Hijaz sehingga berdampak buruk pada kondisi ekonomi penduduknya. Kemudian, juga terjadi wabah berat dan kelaparan yang berlangsung selama sembilan bulan. Krisis ini terjadi di wilayah Hijaz dan di luar Jazirah Arab seperti Najd, Tihamah, dan Yaman.
Manajemen pun dilakukan Umar Bin Khottob untuk mengatasi krisis ekonomi. Pertama, yaitu pembagian tempat untuk pengungsi di beberapa titik secara seimbang. Bantuan diberikan dengan teratur, baik kepada penduduk yang berada di tempat pengungsian maupun yang masih bertahan di permukiman mereka, sehingga mereka tidak kelaparan.
Dana untuk bantuan tersebut diambil dari Baitul Mal hingga tak bersisa. Khalifah Umar juga mengirimkan surat ke seluruh gubernur di wilayah Islam untuk memberikan bantuan kepada warga yang terdampak krisis ekonomi. Pola hidup sederhana diterapkan pula oleh Khalifah Umar, yang menjadi teladan bagi seluruh pegawai pemerintahan. Ia mengutamakan rakyatnya, bila rakyat kelaparan maka dirinya juga merasakan hal yang sama. Bahkan di saat krisis ia tidak makan daging hingga kehidupan kembali normal.
Dalam perspektif Islam, krisis ekonomi terjadi oleh beberapa faktor. Pertama, diakibatkan oleh perilaku keserakahan, individualis, hedonis, spekulasi, kriminal, dan ekspektasi berlebihan. Kedua, yakni faktor eksternal yang meliputi bisnis, bencana alam, krisis, instabilitas politik, dan sistem moneter internasional. Ketiga, ada tata kelola yang tidak baik, meliputi adanya kelemahan administrasi, pengaturan harga, korupsi, dan kurangnya keterbukaan. Keempat, sistem moneter yang mencakup sistem bunga, sistem uang kertas, perbankan fraksional, leverage, dan kartu kredit. Terakhir adalah sistem fiskal yang meliputi defisit fiskal berlebih, pajak berlebih, pengeluaran berlebih, dan utang pemerintah yang berlebih.
Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.