darulmaarif.net – Indramayu, 07 September 2024 | 08.00 WIB
Perkembangan teknologi digital saat ini sangat pesat, banyak pekerjaan baru yang tidak terduga sebelumnya bermunculan dan dapat menghasilkan komisi yang cukup besar. Salah satu pekerjaan yang menjadi trend pada saat ini adalah Affiliate.
Affiliate merupakan suatu strategi atau metode yang digunakan dalam bisnis, dimana seseorang akan memperoleh sejumlah komisi tertentu karena telah mempromosikan produk dari sebuah bisnis melalui media sosial guna dalam memperkenalkan, membujuk, merekomendasikan, serta meningkatkan penjualan produk.
Seorang Publisher atau sering disebut dengan Affiliator diharuskan untuk membuat konten-konten yang dapat menarik konsumen dengan tujuan untuk mencapai suatu target tertentu. Semakin banyak Affiliator tersebut mencapai target, maka akan semakin banyak pula komisi yang didapatkan.
Lalu bagaimana perspektif Islam terhadap komisi affiliate tersebut? Apakah komisi tersebut halal?
Affiliate merupakan kegiatan sukarela dan tergolong ke dalam bentuk muamalah. Affiliate ini menggunakan akad Jualah. Dimana, merchant sebagai Al-Jaa’il (pihak yang meminta suatu pekerjaan), affiliator sebagai Al-’Aamil (orang yang melakukan pekerjaan jualah), dan pelanggan sebagai Al-Ma’quud ‘Alaih (objek).
Dalil asal Ju’alah terdapat dalam Surat Yusuf ayat 72;
قَالُوا۟ نَفْقِدُ صُوَاعَ ٱلْمَلِكِ وَلِمَن جَآءَ بِهِۦ حِمْلُ بَعِيرٍ وَأَنَا۠ بِهِۦ زَعِيمٌ
Artinya: “Penyeru-penyeru itu berkata: “Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya”.(QS. Yusuf Ayat 72)
Al-Qodhi Abu Syuja’ rohimahulloh dalam kitab Matn Taqrib berkata:
أَحْكَامُ الجُعَالَةِ:
وَ الجُعَالَةُ جَائِزَةٌ : وَهُوَ أَنْ يَشْتَرِطَ فِي رَدِّ ضَالَّتِهِ عِوَضاً مَعْلُوْماً فَإِذَا رَدَّهَا اسْتَحَقَّ ذَلِكَ العِوَضَ المَشْرُوْطَ.
Artinya: “Ju’alah itu diperbolehkan. Misalnya, seseorang mensyaratkan pemberian hadiah tertentu jika ada yang orang yang bisa mengembalikan untanya yang hilang. Jika seseorang mengembalikannya, maka dia berhak mendapatkan hadiah yang disyaratkan tersebut.” (Al-Imtaa’ bi Syarh Matn Abi Syuja’ fii Al-Fiqh Asy-Syafii, Cet. 1, Tahun 1432 H. Hisyam Al-Kaamil Haamid. Penerbit Daar Al-Manaar)
Akad ju’alah yang sering terjadi di marketplace e-commerse meniscayakan pesertanya bisa terdiri dari lebih dari satu, dan tidak ditentukan. Karena bisa terdiri lebih dari satu pelaku, maka ada kemungkinan dalam upaya memenuhi kriteria sayembara itu, pihak yang diberi pekerjaan harus berpacu dengan yang lain. Masing-masing, targetnya adalah sama. Hanya soal waktu saja, yang kadang bisa cepat atau bisa lambat. Tidak ada ketentuan di dalamnya, apakah pihak yang melakukan termasuk terlatih atau tidak terlatih. Yang terpenting adalah pihak yang diberi pekerjaan, bersifat ‘tahu” (ma’lum) dengan objek sayembara (ju’alah).
Namun perlu dipahami bahwa hukum affiliate ini akan menjadi haram apabila melanggar syariat Islam. Salah satu pelanggaran yang sering ditemui adalah affiliator tidak jujur dalam mempromosikan produk dan tidak memperhatikan kehalalan produk tersebut. Untuk itu, sebagai Affiliator perlu melakukan upaya dalam memahami dan mengecek produk yang akan dipromosikan. Hal tersebut bertujuan agar tidak terjadi kerugian dari pihak penjual, pelanggan, maupun affiliator tersebut.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa komisi affiliate tersebut adalah halal apabila memperhatikan syariat Islam dengan berkata jujur serta melakukan pengecekkan terhadap produk yang akan dipromosikan.
Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.