darulmaarif.net – Indramayu, 05 September 2024 | 16.00 WIB
Melakukan hubungan intim setelah menikah merupakan salah satu bentuk ibadah. Bagi para pengantin baru, penting untuk mengetahui gaya hubungan suami istri yang baik dan benar menurut Islam.
Dalam pelaksanaannya, ada hal yang dilarang dan dianjurkan menurut syariat Islam. Ingin tahu penjelasan lengkapnya? Simak artikel ini sampai selesai!.
Begini Gaya Hubungan Suami Istri yang Baik dan Benar Menurut Islam
Lajunya arus globalisasi faktanya berpengaruh pada semakin beragamnya gaya bercinta. Berbicara mengenai gaya bercinta, Islam tidak mengatur secara spesifik umatnya harus melakukan hubungan suami istri dengan gaya yang seperti apa.
Namun, ada hal terlarang yang tidak boleh dilanggar, salah satunya adalah bercinta dengan lubang bagian belakang (dubur). Apabila suami memintanya, maka pihak istri boleh menolaknya karena gaya tersebut melanggar norma agama. Dalilnya terdapat dalam QS. Al-Baqarah ayat 223 yang berbunyi:
نِسَاۤؤُكُمْ حَرْثٌ لَّكُمْ ۖ فَأْتُوْا حَرْثَكُمْ اَنّٰى شِئْتُمْ ۖ وَقَدِّمُوْا لِاَنْفُسِكُمْ ۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّكُمْ مُّلٰقُوْهُ ۗ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِيْنَ
Artinya: “Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Baqoroh Ayat 223)
Dari sekian banyak gaya berhubungan suami istri yang beredar, berikut akan dijelaskan beberapa paling dianjurkan:
1. Posisi Man On Top
Berdasarkan pendapat Imam Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah, posisi terbaik saat bercinta adalah man on top. Maksudnya adalah suami mengambil posisi berada di atas istri. Gaya ini menunjukkan tanda kepemimpinan suami terhadap istrinya.
Dasar pengambilan Imam Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah berpendapat demikian adalah QS. An-Nisa’ ayat 34 yang berbunyi sebagai berikut:
اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ ۗ فَالصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُ ۗوَالّٰتِيْ تَخَافُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِى الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوْهُنَّ ۚ فَاِنْ اَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلًا ۗاِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيْرًا
Artinya: “Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Alloh telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh adalah mereka yang taat (kepada Alloh) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Alloh telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukul lah mereka. Tetapi jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Maha Tinggi, Maha Besar.” (QS. An-Nisa Ayat 34)
Dalam Kitab Fathur Izar dijelaskan bahwa posisi terbaik saat berhubungan badan adalah dengan posisi suami diatas (Man on Top).
فَلَا يَأتِيهَا وَهِيَ بَارِكَةٌ لِأَنَّ ذَلِكَ يَشُقُّ عَلَيْهَا.
أَوْ عَلَى جَنْبِهَا لِأَنَّ ذَلِكَ يُورِثُ وَجْعَ الحَاصِرَة.
وَلَا يَجْعَلْهَا فَوْقَهُ لِأَنَّ ذَلِكَ يُورِثُ الإعْتِقَار.
بَلْ مُسِتَلْقِيَةً رَافِعَةً رِجْلَيْهَا فَإنَّهُ أَحْسِنُ هَيئَاتِ الجِمَاع.
Artinya: “Maka jangan menyutubuhi istri dengan posisi berlutut, karena hal demikian memberatkannya. Atau tidur miring karena hal demikian menyebabkan sakit pinggang. Dan jangan memposisikan istri di atasnya, karena hal demikian mengakibatkan kencing batu. Akan tetapi istrri dalam posisi terlentang seraya mengangkat kakinya, karene itu posisi bersenggama yang terbaik.” (Fathul Izar, Bab Adabul Jima’)
Dalam keterangan kitab Fathul Izar diatas, posisi bercinta yang baik juga dimana istri dalam posisi terlentang seraya mengangkat kakinya dalam kondisi mengangkang.
2. Larangan Bercinta Melalui Dubur
Karena merasa ragu dengan posisinya berhubungan intim bersama istrinya yang dilakukan dari posisi belakang, Umar bin Khattab kemudian menemui Rosululloh Saw. Saat itu Rosululloh Saw diam hingga turun wahyu QS. Al-Baqoroh Ayat 223.
“Istrimu adalah ladang bagimu. Maka, datangilah ladangmu itu (bercampurlah dengan benar dan wajar) kapan dan bagaimana yang kamu sukai. Utamakanlah (hal yang terbaik) untuk dirimu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu (kelak) akan menghadap kepada-Nya. Sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang mukmin.”
Berdasarkan ayat tersebut, Imam Nawawi rohimahulloh menyimpulkan bahwa menyetubuhi istri dari arah depan atau belakang diperbolehkan, asalkan tetap di bagian vaginanya. Maksudnya bukan di area dubur atau lubang untuk keluarnya air besar.
Rosululloh Saw dalam Hadits juga bersabda:
ﻣَﻠْﻌُﻮﻥٌ ﻣَﻦْ ﺃَﺗَﻰ ﺍِﻣْﺮَﺃَﺓً ﻓِﻲ ﺩُﺑُﺮِﻫَﺎ
Artinya: “Terlaknatlah orang yang menggauli istrinya di duburnya.” (HR. Abu Daud dan Nasa’i)
ﻟَﺎ ﻳَﻨْﻈُﺮُ ﺍَﻟﻠَّﻪُ ﺇِﻟَﻰ ﺭَﺟُﻞٍ ﺃَﺗَﻰ ﺭَﺟُﻼً ﺃَﻭْ ﺍِﻣْﺮَﺃَﺓً ﻓِﻲ ﺩُﺑُﺮِﻫَﺎ
Artinya: “Alloh tidak akan melihat laki-laki yang menyetubuhi seorang laki-laki atau perempuan lewat duburnya.” (HR. Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Hibban)
Dalam Al-Quran perilaku liwath disebut dengan kata fahisyah. Firman Alloh surah al-A’raf Ayat 80,
وَلُوْطًا اِذْ قَالَ لِقَوْمِهٖٓ اَتَأْتُوْنَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ اَحَدٍ مِّنَ الْعٰلَمِيْنَ
Artinya: “Dan (Kami juga Telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia Berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelum kamu?,” (QS. Al-A’raf Ayat 80)
Menurut Syekh Muhammad Ali al-Shobuni dalam kitabnya Shofwatut Tafasir , (Beirut Lebanon: Dar al-Fikr, t.th), kata fahisyah diartikan pelampiasan nafsu seks laki-laki kepada sesama jenisnya melalui anus atau dubur. Pengertian ini sama dengan pengertian Liwath (Sodomi) dalam referensi yang sudah disebutkan diatas.
Syekh Muhammad Ali al-Shobuni menjelaskan bahwa kaum yang pertama kali melakukan liwath (sodomi) adalah kaum Nabi Luth AS yang tinggal di daerah Sodom.
Dengan demikian, melakukan persetubuhan di dubur liwath) hukumnya adalah haram dan sama seperti bersetubuh di farji perempuan yang bukan isterinya, dan juga sama hukumannya dengan berzina. Mereka yang melakukan liwath, wajib dikenakan hukuman hudud, yaitu dirajam sampai mati, jika orang yang berliwath itu muhsin (orang yang sudah puasa suami/istri). Dan dikenakan hukuman sebat 100 kali sebat dan buang negeri (diasingkan) selama setahun, jika berliwath dengan bukan muhsin. (Kifayatul Akhyar, Juz 2 hal. 111-112)
Berdasarkan gaya hubungan suami istri yang baik dan benar menurut Islam di atas, bisa disimpulkan bahwa Sahabat Cahaya Islam bebas memilih gaya paling favorit. Catatan pentingnya adalah jima’ tidak dilakukan dengan posisi terlarang.
Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.