Etika Berbelanja Online Menurut Pandangan Islam

darulmaarif.net – Indramayu, 23 November 2024 | 10.00 WIB

Di era digital saat ini, belanja online telah menjadi kebutuhan bagi mayoritas banyak orang. Kemudahan akses, variasi produk yang melimpah, dan kenyamanan dalam bertransaksi menjadikan belanja online sebagai pilihan utama.

Namun, dengan segala kemudahan tersebut, muncul pula banyak tantangan dan risiko, seperti penipuan, produk tidak sesuai, dan perilaku tidak etis.

Ketika kita memasuki dunia belanja online, penting bagi kita untuk tidak melupakan etika dan prinsip-prinsip yang dalam Islam. Apa saja etika berbelanja online yang diusung oleh ajaran Islam? Dalam artikel ini, kita akan membahas dengan lengkap etika berbelanja online menurut pandangan Islam, serta cara menjaga integritas dan kejujuran dalam transaksi digital. Mari kita simak lebih lanjut!

1. Niat yang Baik

    Segala sesuatu dalam Islam dimulai dari niat. Sebelum berbelanja, kita seharusnya meluruskan niat kita. Apakah kita membeli barang untuk kebutuhan pribadi, ataukah sebagai investasi jangka panjang? Mengabaikan niat dapat berujung pada perilaku boros yang disebabkan oleh nafsu. Sebagaimana diungkapkan dalam hadits Nabi Muhammad SAW:

    إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإنَّمَا لِكُلِّ امْرِىءٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوُلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوِ امْرأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إلَيْهِ.

    Artinya: “Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya, sedangkan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan yang diniatkannya. Maka, barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa yang hijrahnya kepada dunia yang ingin diraih atau wanita yang ingin dinikahi maka hijrahnya kepada apa yang dia berhijrah kepadanya.” (HR. Imam Al-Bukhari dan Muslim)

    2. Memilih Penjual yang Terpercaya (Ahli)

      Salah satu etika berbelanja online adalah memastikan bahwa penjual yang kita pilih adalah orang yang ahli atau terpercaya. Dalam Islam, mengenal identitas penjual dan reputasinya sangat penting agar kita terhindar dari penipuan. Syekh Taqiyuddin Abi Bakar al-Hushny dalam kitab Kifâyatul Akhyar: 1/239, sebagai berikut:

      ويشترط مع هذا أهلية البائع والمشتري فلا يصح بيع الصبي والمجنون والسفيه ويشترط أيضا فيهما الإختيار فلا يصح بيع المكره إلا إذا أكره بحق بأن توجه عليه بيع ماله لوفاء دين أو شراء مال أسلم فيه فأكرهه الحاكم على بيعه وشرائه لأنه إكراه بحق. ويصح بيع السكران وشراؤه على المذهب

      Artinya: “Disyaratkan bahwa jual beli dilakukan oleh ahlinya, baik penjual maupun pembeli. Tidak sah jual belinya anak kecil, orang gila dan orang yang safih. Disyaratkan juga ada waktu memilih (ikhtiyar). Tidak sah jual belinya mukrah, kecuali bila dipaksa dengan suatu haq seperti memaksa menjual hartanya untuk membayar hutangnya. Atau membeli barang yang diserahkan kepada mukrah, lalu dipaksa oleh hakim agar menjualnya kembali atau sebaliknya membelinya. Paksaan oleh hakim terhadap mukrah adala sah atas nama ada haq orang lain yang diperhatikan. Sah pula jual-belinya seorang pemabuk menurut mazhab Syafii.” (Lihat: Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad Al-Hushny, Kifâyatu al-Akhyar fi hilli Ghâyati al-Ikhtishâr, Surabaya: Al-Hidayah, 1993: 1/239).

      Memastikan penjual memiliki reputasi baik adalah salah satu cara untuk menjalankan prinsip keadilan (al-‘adalah) dalam transaksi.

      3. Kejujuran dalam Transaksi

        Kejujuran adalah salah satu pilar dalam perdagangan menurut ajaran Islam. Dalam berbelanja online, kita dituntut untuk bertransaksi dengan jujur. Jika membeli barang, pastikan untuk membaca deskripsi produk dan tidak berbohong tentang kondisi barang yang ditawarkan. Ibn Majah meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:

        الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا – أَوْ قَالَ حَتَّى يَتَفَرَّقَا – فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِى بَيْعِهِمَا ، وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا

        Artinya: “Kedua orang penjual dan pembeli masing-masing memiliki hak pilih (khiyar) selama keduanya belum berpisah. Bila keduanya berlaku jujur dan saling terus terang, maka keduanya akan memperoleh keberkahan dalam transaksi tersebut. Sebaliknya, bila mereka berlaku dusta dan saling menutup-nutupi, niscaya akan hilanglah keberkahan bagi mereka pada transaksi itu.” (Muttafaqun ‘Alaih)

        4. Memahami Kualitas Produk

          Sebelum melakukan pembelian, penting untuk memastikan kualitas produk. Dalam Islam, kita dianjurkan untuk tidak menghabiskan harta untuk barang yang tidak bermanfaat. Pastikan untuk membeli produk yang berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan kita. Ini sejalan dengan prinsip efisiensi dan tidak boros yang terdapat dalam Al-Qur’an:

          ….وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيْرًا

          “Dan janganlah kamu menghabiskan (hartamu) secara boros.” (QS. Al-Isra Ayat 26)

          5. Menghargai Hak Pembeli Lain

            Dalam komunitas online, setiap orang memiliki hak yang sama untuk mendapatkan informasi yang akurat dan transaksi yang adil. Menghargai hak sesama pembeli adalah bagian dari etika berbelanja online, yang mencerminkan sikap saling menghormati satu sama lain. Hal ini juga sesuai dengan prinsip amal saleh dalam Islam, di mana kita diperintahkan untuk berbuat baik pada orang lain.

            6. Menghindari Unsur Penipuan atau Ghibah

              Semua bentuk penipuan, termasuk dalam bentuk penipuan online, dilarang dalam Islam. Selain itu, kita juga disarankan untuk tidak melakukan ghibah (menggunjing) terkait penjual atau produk yang tidak disukai. Dalam kitab Sullam taufiq hlm 53 disebutkan:

              (و) يحرم أيضا بيع (مالم يره) قبل العقد حذرا من الغرور أي ألخطر لما روى مسلم أنه صلى الله عليه وسلم نهى عن بيع الغرر أي البيع المشتمل على الغرر فى المبيع قال الحصني وفى صحة بيع ذالك قولان احدهما أنه يصح وبه قال الأمة الثلاثة وطائفة من أئمتنا منهم البغوي والروياني والجديد الاظهر أنه لايصح لانه غرر انتهى. سلم التوفيق ص ٥٣

              Artinya: “Dan begitu Juga haram menjual sesuatu yang mana pembeli belum melihatnya sebelumakad karena Khawatir akan ketertipuan sebab ada dalil yang diriwayatkan oleh imammuslim Bahwa Rosululloh Saw “Telah melarang jual beli yang bersifat samar yaitu jual beli yangmengandung Unsur samar terhadap benda yang diJual”. Al-imam Al-husni berkata : untuk sah jual beli tersebut ada dua pendapat salah satu dari kedua pendapat tersebut mengatakan sah terhadap jual beli itu qoul ini yang mengatakan ada tiga imam 1 – Imam Syafi’i Imam Maliki Imam Hanafi dan sekelompok imam kita, mereka itu antara lain imam Al-Baghowi dan Imam Ar-Ruyani. Adapun qoul jadidnya imam Syafi’i yang lebih jelas jual beli tersebut tidak sah karena mengadung unsur samar. (Sullamut Taufiq, hal. 53)

              Gharar itu dihukumi haram. Gharar itu salah satu bentuk perjudian. Namun, tidak semua gharar itu haram. Ada gharar kecil yang masih boleh, ada gharar besar yang diharamkan. Sedangkan riba semuanya haram, baik riba yang banyak maupun sedikit.

              Dalam berbelanja online, sebaiknya kita fokus pada pengalaman positif dan menjaga sikap yang baik dalam interaksi dengan orang lain. Termasuk menghindari jual beli yang mengandung gharar.

              7. Bersyukur atas Pembelian

                Setelah berhasil melakukan transaksi, jangan lupa untuk senantiasa bersyukur atas apa yang kita beli. Syukur atas nikmat ini adalah tindakan yang didorong dalam ajaran Islam. Al-Qur’an menegaskan dalam Surah Ibrahim:

                وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ

                Artinya: “Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras.” (QS. Ibrahim Ayat 7)

                Kesimpulan

                Melalui etika berbelanja online yang dijelaskan di atas, kita dapat melihat bahwa Islam memberikan pedoman yang jelas dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam ranah transaksi digital. Dengan mengedepankan niat yang baik, kejujuran, dan menghargai hak orang lain, kita tidak hanya memenuhi prinsip agama, tetapi juga turut serta dalam menciptakan lingkungan berbelanja yang lebih baik dan bermanfaat bagi semua.

                Seperti pepatah yang telah kita ketahui, “Belanja adalah cerminan diri.” Mari kita jadikan etika Islam sebagai panduan untuk berbelanja online dengan cara yang positif dan terhormat. Semoga artikel ini bermanfaat dan dapat menginspirasi kita untuk berbelanja dengan lebih bijak.

                Semoga pembaca tidak hanya mendapatkan wawasan baru tetapi juga menerapkannya dalam kehidupannya sehari-hari!

                Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.