Tak Hanya Imam Ali bin Abi Tholib Yang Khawatirkan Dua Manusia Ini, Tapi Nabi Juga! Siapa Dia?

darulmaarif.net – Indramayu, 03 Juni 2023 | 10.00 WIB

Manusia akan beruntung bila ia selalu menggunakan akal budi yang benar dan tak mengikuti hawa nafsunya. Umat terdahulu hancur karena terlalu mengikuti hawa nafsunya dan tak berpikir dengan baik akan masa depannya.

Sejarah akan terus terulang. Setiap masa pasti ada yang mengikuti pola pikir atau kebiasaan buruk mereka. Alasannya adalah mereka sama-sama manusia, mudah terpengaruh oleh tradisi sebelumnya. Abu al-Lais as-Samarqondi dalam kitab Tanbihul Ghofiliin, mengutip Perkataan sahabat Ali bin Abi Tholib,

ﺇﻧﻤﺎ ﺃﺧﺸﻰ ﻋﻠﻴﻜﻢ اﺛﻨﺘﻴﻦ: ﻃﻮﻝ اﻷﻣﻞ ﻭاﺗﺒﺎﻉ اﻟﻬﻮﻯ. ﻓﺈﻥ ﻃﻮﻝ اﻷﻣﻞ ﻳﻨﺴﻲ اﻵﺧﺮﺓ ﻭاﺗﺒﺎﻉ اﻟﻬﻮﻯ ﻳﺼﺪ ﻋﻦ اﻟﺤﻖ

Artinya: “Sungguh aku mengkhawatirkan kalian atas dua hal. Pertama, Terlalu berangan-angan (over ambisius). Kedua, Mengikuti hawa nafsu. Padahal terlalu berangan-angan akan melupakan kehidupan akhirat dan terlalu mengikuti hawa nafsu akan menutup pintu kebenaran.”

Kekhawatiran ini berlandaskan pada kebanyakan manusia terlena akan materi dan seringkali tertipu kepentingan sesaat. Padahal kenikmatan akhirat akan bisa dinikmati di akhirat kelak, bukan di dunia yang hanya sementara. Maka beruntung orang yang mampu mengarahkan dirinya agar tak tertipu kenikmatan sesaat dan tak melalaikan kenikmatan abadi.

Baginda Rosululloh Saw juga menghawatirkan ummatnya yang thulul amal dan mengikuti hawa nafsunya.

إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِيْ اِتِّبَاعُ الْهَوَى وَطُوْلُ الْأَمَلِ. فَأَمَّا اتِّبَاعُ الْهَوَى فَيَصُدُّ عَنِ الْحَقِّ وَأَمَّا طُوْلُ الْأَمَلِ فَيَنْسَى الْآخِرَةَ (رواه البيهقي)

Artinya: “Sungguh yang paling ku khawatirkan dari umatku adalah perilaku memperturutkan hawa nafsu dan panjang angan-angan. Memperturutkan hawa nafsu dapat merobohkan kebenaran dan panjang angan-angan dapat melupakan kehidupan akhirat.” (HR. Imam Baihaqi)

Definisi thulul amal (memperpanjang angan-angan) dijelaskan oleh para Ulama:

وقال المناوي: الأمل: توقع حصول الشيء، وأكثر ما يستعمل فيما يستبعد حصوله

أما طول الأمل: فهو الاستمرار في الحرص على الدنيا ومداومة الانكباب عليها مع كثرة الإعراض عن الآخرة

Artinya: “Al-Munawi mengatakan: al-amal artinya mengangankan terjadinya sesuatu. Namun istilah ini lebih sering digunakan untuk sesuatu yang kemungkinannya kecil untuk diraih.

Adapun thulul amal artinya: terus-menerus bersemangat mencari dunia dan mencurahkan segala hal untuk dunia, dan di sisi lain, banyak berpaling dari urusan akhirat.” (Nudhratun Na’im fi Makarimil Akhlaq, 10/4857).

Al-amal (angan-angan) berbeda dengan ath-tham’u (tamak) dan ar-roja’ (cita-cita). Al-amal adalah perkara yang kemungkinannya kecil untuk diraih, sedangkan tamak adalah berlebihan menginginkan perkara yang mudah diraih, adapun cita-cita adalah mengharapkan sesuatu yang mungkin diraih. Ini digambarkan oleh al-Munawi:

“Seseorang yang ingin pergi safar ke tempat yang sangat jauh, maka ia akan mengatakan: aamaltul wushul bukan thama’tul wushul. Karena tamak itu tidak dilakukan kecuali kepada yang dekat. Sedangkan al-amal hanya kepada yang jauh saja. Adapun ar-roja’, di antara keduanya. Karena orang yang raja’ (bercita-cita) ia khawatir apa yang diangankan itu tidak tercapai” (Nudhratun Na’im fi Makarimil Akhlaq, 10/4857).

Menurut Imam al-Muhasibi ada dua sebab perusak hati yang disebutkan dalam kitabnya, Risalah al-Mustarsyidiin,

وَأَصْلُ فَسَادِ الْقَلْبِ تَرْكُ الْمُحَاسَبَةِ لِلنَّفْسِ وَالْإِغْتِرَارِ بِطُوْلِ الْأَمَلِ

Artinya: “asal dari rusaknya hati yaitu meninggalkan muhâsabah diri dan tertipu dengan panjangnya ambisi.” (al-Hârits al-Muhasibi, Risalah al-Mustarsyidin, Dar el-Salam, halaman 110)

Kemudian Al-Harits al-Muhasibi menganjurkan kita juga untuk meminta pertolongan kepada Alloh Swt dalam usaha menahan angan-angan yang berlebihan:

وَاسْتَعِنْ عَلَى قِصَرِ الْأَمَلِ بِدَوَامِ ذِكْرِ الْمَوْتِ

Artinya: “Dan mintalah pertolongan untuk membatasi angan-angan dengan cara mendawamkan mengingat kematian.” (al-Harits al-Muhasibi, Risalah al-Mustarsyidin, Dar el-Salam, halaman 110)

Sedangkan Hawa Nafsu, Imam Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah mengatakan,

الهوى ميل الطبع إلى ما يلائمه

Artinya: “Hawa nafsu adalah kecondongan jiwa kepada sesuatu yang selaras dengan keinginannya” (Asbabut Takhallaush minal hawa, Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah, hal. 3).

Ibnu Rajab rahimahullah berkata,

وقد يطلق الهوى بمعنى المحبة والميل مطلقًا، فيدخل فيه الميل إلى الحق وغيره

“Terkadang dimutlakkan penyebutan hawa dengan makna cinta dan kecondongan, maka termasuk di dalamnya kecondongan kepada kebenaran dan selainnya”. (Jaami’ul Uluum wal Hikam: 2/399).

Asy-Sya’bi Rahimahulloh berkata, “Hawa nafsu dinamakan al-hawa karena bisa menjerumuskan pemiliknya (ke dalam Neraka-pent).” (Asbabut Takhallaush minal Hawa, Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah, hal. 3).

Orang yang memperturutkan nafsu, hakikatnya mencari kenikmatan semu dan kepuasan nafsu sesaat di dunia, tanpa berpikir panjang akibatnya, walaupun harus rela kehilangan kenikmatan yang hakiki di dunia dan Akhirat.

Alloh Swt mencela ittiba’-ul hawa (mengikuti hawa nafsu) di beberapa ayat yang banyak dalam Al-Qur’an, diantaranya adalah firman-Nya:

أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنْتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلًا

Artinya: “Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?,” (Al-Furqon: 43).

Alloh Swt juga berfirman :

أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَىٰ عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ ۚ أَفَلَا تَذَكَّرُون

Artinya: “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Alloh membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Alloh telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Alloh (membiarkannya sesat). Maka mengapa kalian tidak mengambil pelajaran?,” (Al-Jaatsiyah: 23)

Ali bin Abi Tholib memberikan solusi supaya tak menunda untuk berbuat kebaikan karena belum tentu esok mampu melaksanakannya. Orang yang tak menunda waktu sehat, masa senggangnya akan merasakan kenikmatan waktu sehingga sisanya umurnya menjadi berkah atau bertambah kebaikannya.

Dalam kitab Ihya’ Ulumiddin, dengan tegas Imam al-Ghozali menjelaskan obat dari thulul amal (memperpanjang angan-angan),

وتعالج طول الأمل بكثرة ذكر الموت والنظر في موت الأقران وطول تعبهم في جمع المال وضياعه بعدهم

Artinya: “Thulul amal dapat diobati dengan kerap memikirkan kematian, dan mengangan-angan usaha keras orang lain menyimpan harta, tetapi setelah ia mati harta itu terbengkalai sia-sia.”

Menurut Imam Ghozali, cara mengendalikan hawa nafsu adalah dengan riyadlotun nafs. Riyadloh ini ada empat tingkatan.

والرياضة على أربع أوجه القوت من الطعام والغمض من المنام والحاجة من الكلام وحمل الأذى من جميع الأنام فيتولد من قلة الطعام موت الشهوات ومن قلة المنام صفو الإرادات ومن قلة الكلام السلامة من الآفات ومن احتمال الأذى البلوغ إلى الغايات

Artinya: “Riyadloh
ditempuh dengan empat jalan, yaitu (memenuhi) makanan pokok, memejamkan mata dari tidur, dan menelan pahit perilaku menyakitkan dari orang lain. Sedikit makan meredam gejolak syahwat. Sedikit minum dapat menyucikan kehendak dan pikiran. Sedikit bicara membawa keselamatan dari bencana dan kecelakaan. Menelan pahit perilaku menyakitkan dari orang lain (yang tidak masuk pidana) dapat menyampaikan kita pada tujuan-tujuan spiritual,” (Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr: 2018 M/1439 H-1440 H], juz III, halaman 70-71).

Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.