Suami-Istri Saling Cemburu, Apa Hukumnya?

darulmaarif.net – Indramayu, 01 Juni 2023 | 17.00 WIB

Banyak orang yang berkata, jika rasa cemburu itu lahir dari perasaan sayang, ingin memiliki seutuhnya, atau tidak mau berbagi dengan yang lain. Cemburu hadir saat menyatakan ketidak-sukaan orang lain yang ikut serta dalam haknya. Bolehkah cemburu itu menyerbu masuk relung hati seseorang?

Cemburu dalam bahasa Arab dinamakan ghiroh, dianggap gejala yang wajar dan merupakan gejala fitrah dan alamiah sebagai wujud proteksi diri dan melindungi.

Sahabat Abu Hurairah ra meriwayatkan hadits cemburu Allah sebagai berikut:

وقال رسول الله صلى الله عليه و سلم إن الله تعالى يغار والمؤمن يغار وغيرة الله تعالى أن يأتي الرجل المؤمن ما حرم الله عليه

Artinya: “Dari sahabat Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda, ‘Allah memiliki cemburu. Orang mukmin pun cemburu. Cemburu Allah adalah ketika seorang mukmin melakukan larangan yang diharamkan oleh-Nya,’” (HR Muttafaq alaih).

Apakah rasa cemburu itu diperbolehkan bahkan dianjurkan dalam Islam? Jawabannya memang benar.

Cemburu dari seorang lelaki pada istrinya atau sebaliknya memang dimaksudkan untuk melahirkan sikap saling menjaga satu sama lain dari perbuatan terlarang, seperti Rosululloh Saw bersabda:

وروى البزار ، والحاكم ، وقال صحيح الإسناد عن ابن عمر رضي الله عنهما قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم { : ثلاثة لا يدخلون الجنة : العاق لوالديه ، والديوث ، ورجلة النساء } . قال الحافظ المنذري : الديوث بفتح الدال المهملة وتشديد المثناة تحت هو الذي يعلم الفاحشة في أهله ويقرهم عليها . قلت : وهو في حديث عمار رضي الله عنه مفسر في المرفوع ولفظه { ثلاثة لا يدخلون الجنة أبدا : الديوث ، والرجلة من النساء ، ومدمن الخمر . قالوا يا رسول الله : أما مدمن الخمر فقد عرفناه ، فما الديوث ؟ قال [ ص: 171 ] الذي لا يبالي من دخل على أهله . قلنا : فما الرجلة من النساء ؟ قال : التي تتشبه بالرجال } رواه الطبراني . قال الحافظ المنذري : ورواته لا أعلم فيهم مجروحا . والله أعلم .
ثلاثة لا يدخلون الجنة : العاق لوالديه ، والديوث ، …ورجلة النساء

“Tiga orang yang tidak akan masuk surga selamanya: ad-dayyuts (cuek bebek dengan keburukan yang dilakukan keluarganya sedangkan dia tahu), ar-Rijlah min an-Nisa’, dan orang yang terus-terusan minum khomer. Para sahabat berkata; “Adapun orang yang terus2an minum khomer kami sungguh sudah tau, tetapi kalau ad-Dayyuts itu apa?, Nabi menjawab; “ad-Dayyuts adalah seseorang yang tidak perduli dengan masuknya orang lain pada keluarganya. Kami berkata (sahabat); ar-Rijlah min an-Nisa’ itu apa?, Nabi menjawab; “wanita yang menyerupai laki-laki”.”

Suami diharapkan memiliki rasa cemburu pada istrinya juga keluarganya, menyebabkan ia bisa berperan sepenuhnya dalam mengendalikan keluarga untuk tetap dalam ketaatan kepada Allah Ta’ala.

Sehingga istri dan keluarganya terhindar dari kemaksiatan dan perbuatan buruk serta keji lainnya.

Karena memang bisa dipahami jika sejatinya suami itu ibarat seorang nahkoda yang mengendalikan sebuah kapal rumah tangga kemanapun berlabuh. Surga dan neraka nyata berada di tangannya.

Cemburu seperti apakah yang halal dalam Islam?

Tentu cemburu yang bukan tanpa alasan, atau bahkan menuduh hal buruk yang belum dilakukan istri atau suami. Cemburu yang dimaksud adalah hasil pemikiran jernih, bukan asal prasangka semata yang jauh dari kebenaran.

Cemburu pada porsinya, tidak berlebih-lebihan yang kemudian merugikan diri sendiri dan pasangan. Bahkan bisa merusak karier suami jika tiba-tiba istri atau suami langsung cemburu pada siapa saja yang terlihat dekat atau berada di sekitar pasangan, padahal hanya sebatas hubungan kerja, tidak lebih dari itu.

Dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin, Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al-Ghozali menerangkan batasan cemburu yang diperbolehkan dalam Islam.

الاعتدال في الغيرة وهو أن لا يتغافل عن مبادي الأمور التي تخشى غوائلها ولا يبالغ في إساءة الظن والتعنت وتجسس البواطن فقد نهى رسول الله صلى الله عليه و سلم أن تتبع عورات النساء

Artinya: “Proporsional dalam cemburu, yaitu tidak abai terhadap prinsip-prinsip yang dikhawatirkan terjadi kerusakan dan tidak berlebihan dalam buruk sangka (terhadap pasangan), (berlebihan) mencari kesalahan, dan mengintai rahasia-rahasia. Rasulullah melarang kita untuk menyidik rahasia pasangan (HR At-Thabarani).” (Imam Al-Ghozali, Kitab Ihya Ulumiddin, (Beirut, Darul Fikr: 2018 M/1439-1440 H], juz II, halaman 52-53).

Berangkat dari sinilah kita bisa klasifikasikan cemburu menjadi dua:

1. Cemburu yang merupakan fitrah manusia, bersifat netral dan diharapkan dapat melindungi harga diri, cinta kasih keluarga atau untuk melindungi dari pencemaran citra dan beberpa sikap yang melampaui batas.

Cemburu yang menunjukkan begitu sayang dan cinta tulus seseorang pada pasangannya, dan tidak ingin jatuh dari kenistaan, adalah cemburu yang diperbolehkan dalam Islam, bahkan dianjurkan.

2. Cemburu buta, cemburu yang berlebihan dan tidak pada porsinya. Pada akhirnya cemburu yang demikian ini bukan lagi menunjukkan rasa cinta, namun rasa egois semata.

Cemburu demikian ini sangat menyiksa kedua-duanya, karena setiap hari adanya hanya berprasangka buruk, menuduh dan pada akhirnya bisa terjadi hal-hal negatif dalam keutuhan rumah tangga.

Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.