Sering Diremehkan! Cara Menanamkan Cinta Ibadah pada Anak Kita Sejak Dini

darulmaarif.net – Indramayu, 16 Agustus 2025 | 10.00 WIB

Penulis: Usth. Syahfa Aidillah

Di era serba cepat seperti sekarang, banyak orang tua mengeluhkan sulitnya menanamkan kebiasaan ibadah pada anak-anak mereka. Gempuran gadget, tontonan digital tanpa batas, hingga lingkungan yang lebih sibuk mengejar prestasi akademik sering kali membuat ibadah hanya menjadi rutinitas formal, bahkan terabaikan. Tak jarang, anak-anak lebih hafal lagu atau game online ketimbang bacaan sholat.

Padahal, di tengah meningkatnya kasus krisis moral remaja, kegelisahan jiwa, hingga fenomena anak mudah stres sejak usia dini, fondasi ruhani menjadi kebutuhan mendesak. Sholat dan ibadah bukan hanya kewajiban, tetapi sumber ketenangan hati sekaligus benteng dari pengaruh buruk zaman.

Karena itu, peran orang tua bukan sekadar mengajarkan gerakan ibadah, tetapi menanamkan rasa cinta agar anak merasakan nikmatnya beribadah. Inilah yang sering terabaikan: kita ingin anak rajin sholat, tapi lupa menumbuhkan rasa rindu kepada Alloh di hati mereka.

Artikel ini mencoba menawarkan cara praktis, penuh kelembutan, sebagaimana dicontohkan Rosululloh SAW, agar ibadah hadir dalam jiwa anak sebagai kebutuhan, bukan beban.

Mengajarkan ibadah kepada anak bukan hanya soal mengajarkan gerakan sholat atau hafalan bacaan. Lebih dalam dari itu, tujuan utama kita adalah menanamkan cinta, agar ibadah tumbuh bukan sebagai beban, tetapi kebutuhan hati. Dalam Islam, pendidikan ibadah sangat dijunjung tinggi, dan prosesnya pun dipenuhi dengan hikmah dan kasih sayang.

  1. Dimulai Sejak Dini dengan Sentuhan Cinta

Rosululloh SAW bersabda:

مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ

Artinya: “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk sholat saat mereka berumur tujuh tahun…” (HR. Imam Abu Dawud)

Namun perintah ini bukan berarti memaksa. Ia datang setelah proses pembiasaan dan pengenalan yang dilakukan dengan penuh kelembutan. Sebelum anak diperintah, mereka perlu merasakan bahwa ibadah adalah hal yang menyenangkan—bukan hanya kewajiban.

  1. Ibadah sebagai Momen Kedekatan, Bukan Tekanan

Anak kecil meniru dari apa yang mereka lihat. Jika mereka melihat orang tuanya sholat dengan tenang dan ikhlas, mereka akan ikut tertarik. Tapi jika ibadah selalu dibarengi amarah, bentakan, atau paksaan, maka makna ibadah justru menjadi menakutkan.

Biarkan mereka ikut wudhu, berdiri di samping kita saat sholat, meski gerakannya belum sempurna. Kita tidak sedang mencari kesempurnaan gerakan, tapi menumbuhkan rasa ingin dekat kepada Allah.

  1. Bercerita, Bermain, dan Menyisipkan Makna

Anak belajar paling baik lewat cerita dan pengalaman menyenangkan. Ceritakan tentang Rosululloh SAW yang bangun malam sambil menangis dalam sujud, atau kisah Bilal yang tetap menjaga adzan meski disiksa. Bantu mereka menyadari bahwa ibadah bukan hanya kewajiban, tapi bentuk cinta yang dalam kepada Alloh.

Bisa juga dilakukan melalui permainan edukatif, tantangan kecil “Siapa duluan yang bangun untuk shubuh besok?”, atau reward sederhana setelah mereka menyelesaikan sholat 5 waktu dengan niat yang baik.

  1. Membangun Rutinitas dengan Fleksibilitas dan Doa

Setiap anak berbeda. Ada yang mudah terbiasa, ada yang perlu waktu. Yang penting adalah konsistensi, tanpa kehilangan kelembutan. Jangan bandingkan anak dengan anak lain—fokuslah pada pertumbuhan hatinya.

Dan jangan lupakan doa orang tua, karena hati anak tetap berada dalam genggaman Alloh SWT.

رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِن ذُرِّيَّتِي

Artinya: “Ya Robb, jadikanlah aku dan anak cucuku orang yang tetap mendirikan sholat.” (QS. Ibrahim Ayat 40)

Pada ayat ini dilukiskan lagi pernyataan syukur Ibrahim pada Alloh atas segala rahmat-Nya. Ia bertambah tunduk dan patuh kepada Alloh, dan berdoa agar Alloh menjadikan keturunannya selalu mengerjakan sholat, tidak pernah lalai mengerjakannya sedikit pun, sempurna rukun-rukun dan syarat-syaratnya, dan sempurna pula hendaknya mengerjakan sunah-sunahnya dengan penuh ketundukan dan kekhusyukan.

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berdoa agar keturunannya selalu mengerjakan salat, karena salat itu adalah pembeda antara mukmin dan kafir dan merupakan pokok ibadah yang diperintahkan Alloh. Orang yang selalu mengerjakan salat, akan mudah baginya mengerjakan ibadah-ibadah lain dan amal-amal saleh.

Sholat dapat menyucikan jiwa dan raga karena salat dapat mencegah manusia dari perbuatan keji dan mungkar.
sebagaimana firman Alloh swt:

وَاَقِمِ الصَّلٰوةَۗ اِنَّ الصَّلٰوةَ تَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ ۗوَلَذِكْرُ اللّٰهِ اَكْبَرُ ۗوَاللّٰهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ

Artinya: “Dan laksanakanlah sholat. Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Dan (ketahuilah) mengingat Alloh (salat) itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah yang lain). Alloh mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-‘Ankabūt Ayat 45)

Menanamkan cinta ibadah pada anak adalah proses jangka panjang. Ia dimulai dengan teladan, diperkuat dengan dialog dan cerita, dihiasi kelembutan, dan ditopang oleh doa. Jangan menuntut hasil instan, karena yang kita bangun bukan sekadar rutinitas, tetapi ikatan ruhani antara hati anak dan Rabb-nya.

Jika mereka mencintai ibadah, maka mereka akan menemukan cahaya dalam hidupnya, bahkan saat kita tak lagi di sisi mereka.

إِنَّ اللهَ يُحِبُّ إِذَا عَمِلَ أَحَدُكُمْ عَمَلًا أَنْ يُتْقِنَهُ

Artinya: “Sesungguhnya Alloh mencintai jika salah seorang di antara kalian melakukan suatu pekerjaan, ia menyempurnakannya.” (HR. Imam Thobroni)

Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.