darulmaarif.net – Indramayu, Senin 17 Oktober 2022 | 23.00 WIB
Menilik latar belakang peringatan hari santri tidak bisa lepas dari sejarah resolusi jihad yang diserukan oleh para ulama pada tahun 1945. Resolusi itu bermula dari upayaupaya yang dilakukan oleh negara penjajah untuk kembali menguasai bumi pertiwi. Tidak lama setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 16 september 1945, bangsa Indonesia kedatangan pasukan sekutu AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) yang dipimpin oleh Jenderal Sir Philip Christison. Pada mulanya kehadiran pasukan ini tidak dipermasalahkan, walaupun mereka datang di saat pemerintah Indonesia sedang menata negara yang baru saja merdeka. Namun kemudian rakyat mengetahui adanya pasukan belanda yang ikut dalam barisan pasukan sekutu. Sehingga terjadi bentrokan antara pejuang Indonesia dengan pasukan sekutu, terutama di wilayah Surabaya.
Bentrokan itu menemui puncaknya ketika Indo Belanda mengibarkan bendera Belanda yang berwarna merah, putih, biru di hotel Yamato pada tanggal 19 September 1945. Eskalasi aktifitas pasukan sekutu di Surabaya membuat situasi menjadi sangat mencekam. Namun membangkitkan kobaran semangat perlawanan rakyat Indonesia yang dipimpin oleh para kyai. Situasi ini membuat para pemimpin bangsa berada dalam kegamangan dalam menghadapi pasukan sekutu yang berambisi untuk menguasai kembali bumi pertiwi.
Menyikapi kondisi ini, atas saran Jenderal Soedirman, presiden Soekarno mengirim utusan kepada KH. Hasyim Asy’ari Roisul Akbar NU di Tebuireng, untuk meminta fatwa hukum berjihad membela negara yang bukan berasaskan Islam. Kemudian KH. Hayim Asy’ari mengumpulkan para kyai lainnya se-Jawa dan Madura, seperti Kiai Wahab Hasbullah dan Kiai Bisri Samsuri, untuk bermusyawarah.
Musyawarah yang dilaksanakan pada tanggal 21-22 Oktober 1945 itu menyepakati untuk mengeluarkan resolusi jihad. Resolusi jihad ini membakar semangat kaum muslimin dalam melawan upaya pasukan Belanda yang dibantu tentara sekutu untuk mencengkeram kembali tanah air Indonesia. Inilah yang kemudian menjadi latar belakang dan landasan historis penetapan peringatan hari santri setiap tanggal 22 oktober. Deklarasi peringatan hari santri bukanlah tanpa tujuan. Berdasarkan pertimbangan yang tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 22 tahun 2015, penetapan hari santri nasional bertujuan untuk mengenang, meneladani, dan melanjutkan peran ulama dan santri dalam membela dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta berkontribusi dalam pembangunan bangsa.
Latar belakang dan tujuan peringatan hari santri dan nilai-nilai pendidikan karakter yang telah dikemukakan di atas, dapat diidentifikasi bahwa peringatan hari santri yang diperingati pada setiap tanggal 22 Oktober sejak ditetapkan melalui Keputusan Presiden nomor 22 Tahun 2015, sarat dengan nilai-nilai pendidikan karakter. Secara eksplisit pemerintah menyatakan bahwa peringatan hari santri nasional bertujuan untuk mengenang, meneladani, dan melanjutkan peran ulama dan santri dalam membela dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta berkontribusi dalam pembangunan bangsa. Diantara ciri bangsa yang berkarakter adalah bangsa yang memiliki kompetensi dan mandiri.
Dalam taksonomi Bloom kriteria kompeten dan mandiri meliputi tiga domain,yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotor. Apabila dikaitkan dengan kriteria tersebut, maka pada aspek kognitif, dalam peringatan hari santri, para santri dan masyarakat pada umumnya memperoleh suatu pengetahuan bahwa ada peran ulama dan santri dalam mempertahankan kemerdekaan. Resolusi jihad yang dideklarasikan pada tanggal 22 Oktober 1945 adalah bukti nyata semangat perjuangan yang digelorakan oleh ulama dan santri untuk menjaga keutuhan NKRI. Pengetahuan tentang keterlibatan ulama dan santri dalam perjuangan NKRI adalah hal yang penting untuk dimiliki oleh para santri masa kini, dan masyarakat pada umumnya. Dimana hal itu akan mendorong pada tumbuhnya rasa cinta tanah air, kepedulian terhadap keutuhan negara, dan sikap saling menghargai antar pemeluk umat beragama.
Ir. Soekarno pernah berkata, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang mengenal sejarahnya” Ungkapan tersebut mengandung makna bahwa pengetahuan tentang sejarah adalah bagian penting dalam membangun sebuah bangsa yang besar. Pada aspek afektif, para santri diajarkan untuk menghargai jasa-jasa para pejuang kemerdekaan. Wujud penghargaan terhadap para pejuang tentu saja tidak boleh hanya terimplementasi dalam bentuk seremonial belaka. Namun juga ditekankan agar menjaga dan memelihara hasil-hasil perjuangan para pendahulu kita dengan cara menjaga semangat jihad keindonesiaan, semangat kebangsaan, cinta tanah air, dan rela berkorban untuk keutuhan bangsa. 21 Sementara dari aspek psikomotor, nilai yang terkandung dari peringatan hari santri adalah meneladani peran aktif para pejuang yang diimplementasikan melalui peranperan aktif dan positif dalam menjaga keutuhan bangsa. Meniru apa yang telah dilakukan para ulama dan santri pejuang bangsa dalam membela dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam peringatan hari santri teridentifikasi nilai-nilai pendidikan karakter yang meliputi nilai karakter religius, nasionalis, integritas, mandiri, dan gotong royong. Nilai karakter religius dalam peringatan hari santri dengan sangat nyata teridentifikasi, yakni ajaran jihad untuk membela hak-hak bangsa dari segala bentuk penjajahan dan kezaliman. Bangsa yang peduli dengan hak-haknya tentu saja tidak akan membiarkan pihak-pihak lain melakukan intervensi dan provokasi yang dapat berakibat pada perceraian dan luntur nya sikap toleransi. Maka melalui peringatan hari santri setiap elemen bangsa, khususnya umat Islam, diharapkan mampu menginternalisasi nilai-nilai cinta damai, sikap saling melindungi, perjuangan, dan bekerjasama antar pemeluk agama untuk menjaga keutuhan dan kesatuan negara sebagaimana yang telah dilakukan oleh para ulama dan santri.
Pada peringatan hari santri juga memuat pendidikan nilai karakter nasionalis. Sesuai dengan tujuan eksplisit dari peringatan hari santri itu sendiri, yakni melanjutkan peran ulama dan santri dalam membela dan mempertahankan negara serta berkontribusi dalam pembangunan bangsa. Hal ini merupakan manifestasi kecintaan dan kesetiaan terhadap tanah air. Dalam peringatan hari juga santri terkandung ajaran tentang integritas. Para ulama dan santri pada masa perjuangan telah memberikan teladan agar senantiasa benar dalam ucapan dan tindakan. Hal ini dapat dilihat dari aksi nyata para ulama dan santri dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan.
Disamping itu peringatan hari santri juga mengajarkan kemandirian dan gotong royong. Sikap mandiri ditunjukkan oleh para ulama dan santri dalam keberanian melawan upaya penjajahan. Sedangkan sikap gotong royong ditunjukkan oleh para ulama dan santri melalui musyawarah mufakat dalam pengambilan keputusan, serta semangat kerjasama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan bangsa secara bersama-sama tanpa memandang perbedaan suku dan agama.
Karakter yang dimiliki oleh para ulama dan santri pada masa-masa perjuangan kemerdekaan adalah model yang harus ditiru oleh para santri masa kini. Hilangnya karakter tersebut akan menyebabkan hilangnya generasi penerus yang akan menjaga martabat bangsa. Karakter tentu saja tidak hadir dengan sendirinya, namun melalui proses pembentukan. Peringatan hari santri nasional merupakan wujud ikhtiar dalam penanaman nilai-nilai dan pembentukan karakter bangsa yang kuat dan bermartabat.