Makna Cinta Menurut Islam? Ini Dalil dan Bentuk-bentuknya

darulmaarif.net – Indramayu, 09 Maret 2023 | 09.00 WIB

Semua orang di dunia ini membicarakan cinta. Namun hampir semua orang tidak memahami hakikat cinta itu sendiri, baik secara definisi, terminologi, maupun dalam praksis aksiologi nya. Berbicara tentang cinta merupakan obrolan panjang yang bersifat abstrak, absurd, bahkan tak memiliki ujung pembahasan sampai hari kiamat pun.

Sejarah cinta pertama dan romansa didalamnya bahkan sudah ada sejak manusia pertama di Bumi: Nabi Adam A.s dan Siti Hawa. Kisah cinta mereka direkam dalam Ayat Qur’an melebihi kisah cinta Romeo-Julliette nya William Shakespeare dan Qais-Layla Majnun nya Syekh Nizami Ganjavi.

Sekarang, generasi millenial dan generasi bucin pun punya segudang cara mendefinisikan cinta menurut bahasa yang mereka alami sendiri. Mereka mendefinisikan cinta sesuai kadar pemahaman dari pengalamannya masing-masing. Namun, bagaimana Islam memandang persoalan cinta?

Islam sebagai agama yang membahas segala hal secara komprehensif tak ketinggalan juga membahas tentang hal-ihwal cinta. Islam mengatur cara jatuh cinta yang benar, siapa yang layak dicintai, dan seterusnya. Bahkan, banyak dari kalangan tokoh Sufi seperti Imam Jalaluddin Ar-Rumi dan gurunya Syamsu Tabrys mendefinisikan “Islam sebagai agama Cinta”.

Seperti ungkapan Imam Jalaluddin Ar-Rumi:

الحب لا يكتب على الورق ،ﻷن الورق قد يمحوه الزمان ، ولايحفر على الحجر لأن الحجر قد ينكسر ، الحب يوصم في القلب وهكذا يبقى إلى الأبد.

Artinya: “Cinta tidaklah ditulis di atas kertas, karena kertas dapat terhapus oleh waktu, dan tidak pula terukir di atas batu, karena batu dapat pecah. Cinta distigmatisasi di dalam hati, dan tetap abadi selamanya.” (Lihat bab Cinta dalam Kitab Fiihi Maa Fiihi nya Imam Jalaluddin Ar-Rumi)

Dalam Islam, beberapa Ulama mendefinisikan cinta, macam-macam cinta dan pengertiannya dalam kitab Al-mausuah Al-fiqhiyyah juz 36 hal 186:

مَحَبَّةٌ
التَّعْرِيفُ : الْمَحَبَّةُ فِي اللُّغَةِ: الْمَيْلُ إِلَى الشَّيْءِ السَّارِّ.

“Pengertian cinta secara etimologi yaitu condong/suka pada sesuatu yang berjalan.”

قَالَ الرَّاغِبُ الأَصْفَهَانِيُّ : الْمَحَبَّةُ إِرَادَةُ مَا تَرَاهُ أَوْ تَظُنُّهُ خَيْرًا ،وَهِيَ عَلَى ثَلاثَةِ أَوْجُهٍ : مَحَبَّةٌ لِلَّذَّةٍ كَمَحَبَّةِ الرَّجُلِ لِلْمَرْأَةِ ،وَمَحَبَّةٌ لِلنَّفْعِ كَمَحَبَّةِ شَيْءٍ يُنْتَفَعُ بِهِ ، وَمِنْهُ قَوْله تَعَالَى : { وَأُخْرَى تُحِبُّونَهَا نَصْرٌ مِنَ اللَّهِ وَفَتْحٌ قَرِيبٌ } ،وَمَحَبَّةٌ لِلْفَضْلِ كَمَحَبَّةِ أَهْلِ الْعِلْمِ بَعْضَهُمْ لِبَعْضٍ لأَجْلِ الْعِلْمِ

“Imam Ar-Roghib Al-asfahani berkata: Cinta adalah menghendaki atau mengharap pada sesuatu yang kau lihat atau kau menyangka sesuatu tersebut adalah baik, dan cinta terbagi jadi tiga macam:

  1. Cinta untuk kelezatan/kenikmatan, contohnya cintanya dua sejoli yaitu pria pada wanita;
  2. cinta untuk kemanfaatan, seperti cinta pada sesuatu yang bisa untuk dimanfaatkan, sebagian dari itu adalah sebagaimana firman Alloh dalam surat As-Shoff ayat 13:
     
    وَأُخْرَى تُحِبُّونَهَا نَصْرٌ مِنَ اللَّهِ وَفَتْحٌ قَرِيبٌ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ
     
    Artinya: “Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Alloh dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman.”
  3. Cinta untuk keutamaan, seperti cinta pada ahli ilmu pada sebagian ke sebagian yang lain dikarenakan ilmu.
     
    أَنَّ الْمَحَبَّةَ مِنَ الأُمُورِ الْقَلْبِيَّةِ الَّتِي لَيْسَ لِلإِنْسَانِ فِيهَا خِيَارٌ وَلا قُدْرَةٌ لَهُ عَلَى التَّحَكُّمِ فِيهَا
     
    “Sesungguhnya cinta adalah urusan hati yang mana tiada kemampuan bagi manusia untuk memilih dan tiada pula kesanggupan atau kemampuan baginya untuk mengontrol cinta.
     
    Selian cinta (الحبّ), dalam kitab Al-Mausu’ah Al-fiqhiyyah juz 36 hal 186 juga dijelaskan hubungannya dengan mawaddah (مودّة) dan rindu (العشق) sebagai berikut:
     
    الْمَوَدَّةُ:
    الْمَوَدَّةُ فِي اللُّغَةِ: مَحَبَّةُ الشَّيْءِ وَتَمَنِّي كَوْنِهِ ، وَيُسْتَعْمَلُ فِي كُلِّ وَاحِدٍ مِنَ الْمَعْنَيَيْنِ عَلَى أَنَّ التَّمَنِّي يَتَضَمَّنُ مَعْنَى الْوُدِّ ؛ لأَنَّ التَّمَنِّيَ هُوَ تَشَهِّي حُصُولِ مَا تَوَدُّهُ وَمِنْهُ قَوْله تَعَالَى: { وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً } .
    وَلا يَخْرُجُ مَعْنَاهُ الاصْطِلاحِيُّ عَنْ مَعْنَاهُ اللُّغَوِيِّ . وَالْفَرْقُ بَيْنَ الْمَحَبَّةِ وَالْمَوَدَّةِ ، أَنَّ الْحُبَّ يَكُونُ فِيمَا يُوجِبُهُ مَيْلُ الطِّبَاعِ وَالْحِكْمَةِ جَمِيعًا ، وَالْوُدُّ مِنْ جِهَةِ مَيْلِ الطِّبَاعِ فَقَطْ.
    وَعَلَى هَذَا فَالْمَحَبَّةُ أَعَمُّ مِنَ الْمَوَدَّةِ
     
    الْعِشْقُ:
    الْعِشْقُ فِي اللُّغَةِ : الإِغْرَامُ بِالنِّسَاءِ وَالإِفْرَاطُ فِي الْمَحَبَّةِ .
    وَلا يَخْرُجُ الْمَعْنَى الاصْطِلاحِيُّ عَنِ الْمَعْنَى اللُّغَوِيِّ ، وَالصِّلَةُ بَيْنَ الْمَحَبَّةِ وَالْعِشْقِ أَنَّ الْمَحَبَّةَ أَعَمُّ مِنَ الْعِشْقِ.
     

Mawaddah (Kasih-Sayang)

Mawaddah menurut bahasa adalah: mencintai sesuatu dan mengharapkan adanya sesuatu itu.
dan dari kedua makna tersebut digunakan satu sama lain yang mana tamanni (pengharapan) menyimpan makna wudd (cinta). Karena tamanni itu mengharap wujudnya sesuatu yang dicintai. termasuk dari hal ini adalah firman Alloh Swt:

وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ . . . الروم ٢١

Artinya: “Dan menjadikan diantara kalian rasa cinta dan kasih sayang…” (QS. Ar-Ruum Ayat 21)

Makna mawaddah secara istilah tidak keluar dari makna secara bahasa. Dan perbedaan antara mahabbah dan mawaddah adalah bahwa hubb itu berada pada sesuatu yang menetapkan condongnya tabiat dan hikmah secara keseleruhan. sedangkan wudd itu hanya dari segi kecondongan tabiat saja. dan dari sini mahabbah lebih umum dari pada mawaddah.

Al-‘isyqu (rindu)

‘Isyqu secara bahasa adalah rasa rindu yang menggebu-gebu pada perempuan dan berlebihan dalam rasa cinta.
dan makna secara istilah tidak keluar dari makna secara bahasa.
hubungan antara mahabbah dan isyqu itu bahwa mahabbah lebih umum dari pada ‘isyqu.
 
Macam-macam pengertian mahabbah/ cinta bisa dilihat di kitab as syifa (2/390):

اختلف الناس في تفسير محبة الله ، ومحبة النبي – صلى الله عليه وسلم – ، وكثرت عباراتهم في ذلك ، وليست ترجع بالحقيقة إلى اختلاف مقال ، ولكنها اختلاف أحوال :
فقال سفيان : المحبة اتباع الرسول – صلى الله عليه وسلم – ، كأنه التفت إلى قوله – تعالى – : قل إن كنتم تحبون الله فاتبعوني [ آل عمران : 31 ] الآية .
وقال بعضهم : محبة الرسول اعتقاد نصرته ، والذب عن سنته ، والانقياد لها ، وهيبة مخالفته .
وقال بعضهم : المحبة : دوام الذكر للمحبوب .
وقال آخر : إيثار المحبوب .
وقال بعضهم : المحبة الشوق إلى المحبوب .
وقال بعضهم : المحبة مواطأة القلب لمراد الرب ، يحب ما أحب ، ويكره ما كره .
وقال آخر : المحبة ميل القلب إلى موافق له .
وأكثر العبارات المتقدمة إشارة إلى ثمرات المحبة دون حقيقتها .
وحقيقة المحبة الميل إلى ما يوافق الإنسان وتكون موافقته له إما لاستلذاذه بإدراكه ، كحب الصور الجميلة ، والأصوات الحسنة ، والأطعمة ، والأشربة اللذيذة ، وأشباهها مما كل طبع سليم مائل إليها لموافقتها له ، أو لاستلذاذه بإدراكه بحاسة عقله ، وقلبه معاني باطنة شريفة ، كمحبة الصالحين ، والعلماء ، وأهل المعروف المأثور عنهم السير الجميلة ، والأفعال الحسنة ، فإن طبع الإنسان مائل إلى الشغف بأمثال هؤلاء حتى يبلغ التعصب بقوم لقوم ، والتشيع من أمة في آخرين ما يؤدي إلى الجلاء عن الأوطان وهتك الحرم ، واخترام النفوس ، أو يكون حبه إياه لموافقته له من جهة إحسانه له ، وإنعامه عليه ، فقد جبلت النفوس على حب من أحسن إليها.

“Orang-orang berbeda pandangan mengenai rasa cinta kepada Alloh, rasa cinta kepada Nabi – shollallohu ‘alaihi wasallam – beraneka ragam ungkapan mengenai hal ini. secara pasti ungkapan-ungkapan itu tidak kembali pada perbedaan, akan tetapi kembali pada perbedaan keadaan:
 
Sufyan mengatakan : rasa cinta itu adalah mengikuti Nabi – shollallou ‘alaihu wasallam – seakan-akan beliau memperhatikan pada firman Alloh Swt:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ . . . ال عمران٣١
 
“Katakanlah jika kalian mencintai Alloh, maka ikutilah aku. Maka Alloh akan mencintaimu.: (Q.s Ali ‘Imron ayat 31)
 
Sebagian yang lain mengatakan: rasa cinta kepada Nabi adalah meyakini dalam menolongnya, mempertahankan sunnahnya, tunduk patuh pada sunnahnya, takut menyelisihinya (tidak sesuai dengannya).
Sebagian lagi mengatakan: rasa cinta itu terus menerus mengingat sang kekasih
Yang lain mengatakan : lebih mengutamakan kekasih
Sebagian yang lain mengatakan: rasa cinta ialah kerinduan mendalam pada kekasih
Sebagian yang lain mengatakan : rasa cinta itu ialah berkesesuaian/setuju terhadap kehendak Tuhan, mencintai apa yang dicintai, membenci apa yang dibenci
Yang lain mengatakan : rasa cinta yaitu cenderungnya hati untuk mencocoki.

Ungkapan-ungkapan di atas lebih banyak mengisyaratkan buah dari cinta bukan hakikat cinta
Haqiqat dari cinta adalah kecenderungan atau kecondongan pada hal yang sesuai dengan seseorang, kesesuaian itu ada kalanya karena rasa nikmat yang didapatkannya, seperti gambar-gambar yang indah, suara merdu, makanan dan minuman yang lezat dan lain-lain dari setiap hal yang mana tabiat yang normal condong padanya karena ada kesesuaian atau kecocokan padanya, atau merasa nikmat dengan apa yang dirasakan akal dan hati terhadap makna-makna batin yang mulia. seperti rasa cinta pada orang-orang sholih, orang-orang ‘alim, orang yang ahli berbuat kebaikan yang berkesan dari perjalan hidup indah mereka, perilaku-perilaku yang baik. karena tabiat manusia cenderung pada kegemaran dengan meniru mereka sehingga timbul gelora semangat kefanatikan kaum pada kaum yang lain. Dan bentuk keberpihakan umat pada yang lain pada sesuatu hal yang dapat menetakan untuk perpindahan meninggalkan tanah air, menerjang hal-hal yang menghalangi, dan merusak jiwa, atau adakalanya rasa cinta seseorang itu timbul karena mencocoki dari segi perbuatan baik yang dilakukan padanya, pemberian nikmat padanya. karena jiwa itu tercipta untuk mencintai orang yang berbuat baik padanya.”

Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.