darulmaarif.net – Indramayu, 10 Maret 2023 | 03.00 WIB
Memiliki rumah tangga yang harmonis tentu menjadi dambaan setiap pasangan suami istri. Salah satu upaya yang dapat mempererat kelanggengan hubungan suami istri adalah hubungan intim. Namun, kadangkala di satu sisi dalam keadaan tertentu istri menolak ajakan hubungan instim suami dengan alasan sedang capek, tidak mood atau alasan lain yang tidak karena udzur syar’i.
Sebagian kewajiban istri pada suaminya adalah siap melayani saat diajak ketempat tidur, tidak ada baginya alasan menolok selagi tidak terdapat udzur yang syar’i, seperti saat ia sedang sakit, haidl atau sedang menjalankan puasa wajib, bahkan boleh bagi suaminya menyenggamainya dengan paksa bila ia menolak untuk diajak bercumbu tanpa adanya udzur diatas.
وَلَا طَاعَةَ لِأَحَدٍ فِي مَعْصِيَةِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لِمَا فِيهِ مِنْ الْمَفْسَدَةِ الْمُوبِقَةِ فِي الدَّارَيْنِ أَوْ فِي أَحَدِهِمَا , فَمَنْ أَمَرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ لَهُ , إلَّا أَنْ يُكْرِهَ إنْسَانًا عَلَى أَمْرٍ يُبِيحُهُ الْإِكْرَاهُ فَلَا إثْمَ عَلَى مُطِيعِهِ , وَقَدْ تَجِبُ طَاعَتُهُ لَا لِكَوْنِهِ آمِرًا بَلْ لِدَفْعِ مَفْسَدَةِ مَا يُهَدِّدُهُ بِهِ
Dan tidak ada taat pada seseorang dalam maksiat kepada Allah karena didalamnya mengandung kehancuran yang menyengsarakan didunia dan akhirat atau disalah satu dari keduanya, barangsiapa memerintahkan perkara maksiat maka tidak boleh didengarkan dan ditaati, kecuali bila seseorang memaksa atas perkara yang diperbolehkan untuk dipaksa maka tidak ada dosa mentaatinya bahkan terkadang berubah menjadi wajib mentaatinya bukan atas dasar karena dia berkuasa tapi karena menepis kehancuran akibat ancaman yang ditimbulkannya. (Kitab Qowaa’idul Ahkaam fii Mashaalihil-Anaan hal. 158)
( ويجب على الزوجة طاعة الزوج في ) جميع ما يأمرها به ويطلبه منها
Artinya: “Dan wajib bagi istri mentaati suaminya dalam setiap yang dia perintahkan dan minta.” (Kitab Is’aadur Rofiiq I/148)
له وطؤها جبرا إذا امتنعت بلا مانع شرعي
Artinya: ‘Boleh bagi suami menyetubuhi istrinya dengan paksa saat istrinya menolak tanpa adanya alasan yang dilegalkan syar’i.” (Hasyiyah Ibn ‘Aabidiin al-Hanaafy III/4)
( وَتَسْقُطُ ) النَّفَقَةُ ( بِنُشُوزٍ ) أَيْ خُرُوجٍ عَنْ طَاعَةِ الزَّوْجِ . ( وَلَوْ بِمَنْعِ لَمْسٍ بِلَا عُذْرٍ ) أَيْ تَسْقُطُ نَفَقَةُ كُلَّ يَوْمٍ بِالنُّشُوزِ بِلَا عُذْرٍ فِي كُلِّهِ ، وَكَذَا فِي بَعْضِهِ فِي الْأَصَحِّ وَنُشُوزُ الْمَجْنُونَةِ وَالْمُرَاهِقَةِ كَالْعَاقِلَةِ الْبَالِغَةِ ، ( وَعَبَالَةِ زَوْجٍ ) أَيْ كِبَرِ آلَتِهِ بِحَيْثُ لَا تَحْمِلُهَا الزَّوْجَةُ ، ( أَوْ مَرَضٍ ) بِهَا ( يَضُرُّ مَعَهُ الْوَطْءُ عُذْرٌ ) فِي النُّشُوزِ عَنْ الْوَطْءِ .
Artinya: “Dan nafkah seorang istri menjadi gugur (tidak wajib) bagi suami akibat Nusyuz (tidak patuhnya istri pada perintah suami) meskipun akibat menolak disentuh tanpa adanya udzur syari, atau terlalu besarnya kemaluan suami sekira istri tidak mampu menanggungnya, atau sebab sakit yang membuatnya riskan menjalani senggama.” (Kitab Hasyiyah al-Qolyuuby IV/79)
قال القمولي في الجواهر : والأولى أن يناما في فراش واحد إذا لم يكن لأحدهما عذر في الانفراد , سيما إذا عرف حرصها على ذلك
Artinya: “Al-Qomuuly berkata dalam kitab al-Jawaahir: ‘Yang lebih baik hendaknya keduanya tidur dalam satu ranjang terlebih bila terlihat keinginan hasratnya ‘untuk melakukannya’ terkecuali bila salah satu dari keduanya punya udzur untuk tidur sendirian’.” (Kitab Mughnil Muhtaaj IV/414)
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ اِمْرَأَتَهُ إِلىَ فِرَاشِهِ فَأَبَتْ فَبَاتَ غَضْبَانَ لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ.
Artinya: “Jika seorang lelaki mengajak istrinya ke tempat tidurnya kemudian ia enggan dan menolaknya hingga suaminya tidur dalam keadaan marah kepadanya, maka malaikat melaknat istri tersebut sampai pagi hari.”
Pada dasarnya, penolakan yang dilakukan istri untuk melayani suaminya bisa memicu pertengkaran rumah tangga. Namun, perlu diingat bahwa suami juga tidak boleh memaksa istrinya untuk berhubungan seksual dengan semena-mena. Lihat kondisi dan perlu komunikasi yang baik antara keduanya.
Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.