Wanita Karir Menurut Pandangan Islam, Apa Dibolehkan?

darulmaarif.net – Indramayu, 07 November 2023 | 14.00 WIB

Di zaman ini merupakan suatu kelumrahan dimana pria dan wanita sama-sama bekerja. Suami bekerja mencari nafkah, begitu juga istri bekerja untuk membantu perekonomian suami. Dari sinilah kemudian muncul komunitas pekerja perempuan atau yang lebih populer disebut dengan wanita karier.

Para wanita karier memperluas dunia pengabdiannya. Tak hanya memegang peran domestik sebagai ibu di dalam urusan rumah tangga, tetapi juga memegang peran publik di tengah masyarakat dengan berbagai fungsi dan jabatan.

Lantas, bagaimana hukum Islam terhadap menyikapi wanita karier sekarang ini?

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori Rodliyallohu ‘anhu:

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ ، حَدَّثَنَا يَحْيَى ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ ، قَالَ : حَدَّثَنِي نَافِعٌ ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ح وَحَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ صَبَّاحٍ ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ زَكَرِيَّاءَ ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ ، عَنْ نَافِعٍ ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ : ” السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ حَقٌّ مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِالْمَعْصِيَةِ، فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ “.

Artinya: “Telah menceritakan kepada kita Musyadad, telah menceritakan kepada kita Yahya, dari ‘Abdillah, Abdillah berkata: telah menceritakan kepada saya Nafi’, dari Ibnu Umar radliyallahu ‘anhuma , dari Nabi sholallahu ‘alaihi wasallam. Dan telah menceritakan kepada saya Muhammad bis Shobaah, telah menceritakan kepada kita Ismail bin Zakaria, dari ‘Ubaidillah, dari Nafi’, dari Ibni Umar radliyallahu ‘anhuma, dari Nabi Saw berkata: Mendengar dan taat (dari istri kepada suami, murid kepada guru, dll) adalah wajib, selama tidak diperintahkan dengan kemaksiatan. Jika diperintahkan dengan kemaksiatan , maka tidak wajib mendengar dan menaati.” (H.R Imam Bukhori)

Dalam keterangan kitab Tarsyihul Mustafidin Hal. 174 dijelaskan bahwa boleh bagi seorang perempuan atau istri keluar rumah, dengan kondisi yang ditentukan:

يجوز لها الخروج فى مواضع: منهااذااشرف البيت على لانهدام الى ان قال … ومنها اذا خرجت لاكتساب نفقة بتجارة او سؤال او كسب اذا اعسر الزوج.

Artinya: “Boleh baginya keluar dalam keadaan tertentu: antara lain jika rumahnya akan roboh, sampai ucapan mushonnif kitab… dan termasuk jika dia keluar untuk mencari nafkah dengan berdagang, bertanya, atau mencari nafkah jika suaminya dalam keadaan susah.”

Dalam Kitab Al-Bajuri juz II Bab Nikah dijelaskan:

(قَولُهُ إلَى أجْنَبِيَّةٍ) اى إلَى شَيءٍ مِنْ امْرَأةٍ أجْنَبِيَّةٍ اى غَيْرِ مَحْرَمٍ وَلَوْ أمَةً. شَمَلَ ذَلِكَ وَجْهَهَا وَكَفَّيْهَا فَيَحْرُمُ النَّظْرُ إلَيْهِمَا وَلَو مِنْ غَيْرِ شَهْوَةٍ او خُوفِ فِتْنَةٍ عَلَى الصَّحِيْحِ كَمَا فِى المِنْهَجِ وَغَيْرِهِ إلَى أَنْ قَالَ: وَقِيْلَ لاَ يَحْرُمُ لِقَولِهِ تَعَالَى: ولاَ يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ إلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَهُوَ مُفَسِّرٌ بِالوَجْهِ وَالكَفَّيْنِ. وَالمُعْتَمَدُ الأوَّلُ, وَلاَ بَأسَ بِتَقْلِيْدِ الثَّانِى لاَ سِيَمًا فِى هَذَا الزَّمَانِ الَّذِى كَثُرَ فِيْه خُرُوجُ النِّسَآءِ فِى الطُّرُقِ وَالأسْوَاقِ وَشَمَلَ ذَلِكَ ايْضًا شَعْرَهَا وَظُفْرَهَا.

Artinya: “(Ucapan Mushonnif : kepada wanita lain ), artinya kepada sesuatu dari wanita lain, yaitu yang bukan mahrom, meskipun budak belian. Hal itu meliputi mukanya dan kedua telapak tangannya, sehingga haram memandang muka dan kedua telapak tangan, meskipun tanpa syahwat atau rasa takut terhadap fitnah, menurut pendapat yang benar sebagaimana tersebut dalam kitab Al-Minhaj dan lainnya … sampai pada ucapan Mushanif: Dan dikatakan: tidak haram berdasar firman Alloh Ta’ala: “Dan jnganlah para wanita menampakan tempat perhiasan mereka kecuali apa yang nampak darinya. Apa yang nampak ini ditafsirkan dengan muka dan kedua telapak tangan. Pendapat yang dapat dipegangi adalah yang pertama. Dan tidak berdosa mengikuti pendapat yang kedua, lebih-lebih pada zaman ini yang banyak para wanita keluar ke jalan-jalan dan pasar. Dan itu juga termasuk rambut dan kukunya”. (Kitab Al-Bajuri Juz II)

Dalam Kitab Hasyiah Al-Jamal juz 4 hal 509, Ulama juga menjelaskan bahwa seorang wanita karier itu tidak diperbolehkan kecuali apabila memenuhi tiga syarat berikut ini:

1. Aman dari fitnah yakni aman dari hal-hal yang membahayakan dirinya hartanya serta aman dari maksiat;

2. Suami miskin atau tidak mampu menafkahi keluarganya;

3. Mendapat izin dari wali/suami jika suami masih mampu memberi nafkah.

Kesimpulannya, wanita karir diperbolehkan dalam Islam dengan syarat dan ketentuan sebagaimana telah disebutkan dalam beberapa dalil-dalil nash fiqh diatas. Keharaman wanita karir, atau bekerja diluar rumah jika hal tersebut menimbulkan fitnah atau maksiat baginya, membuka aurat, atau tidak mendapat izin dari suami.

Demikianlah penjelasan pandangan Islam tentang wanita karir dan hal-hal yang menjadi peran atau aktivitasnya. Semoga kita semua bisa menjadi manusia yang saling mendukung dalam kebaikan, mensupport untuk memperluas kemanfataan, dan menegakkan keadilan bagi seluruh manusia, termasuk wanita.

Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.