Ghibah Dilarang Keras Agama, Namun 6 Ghibah Ini Dibolehkan! Apa Saja?

darulmaarif.net – Indramayu, 09 November 2023 | 08.00 WIB

Ghibah adalah salah satu perilaku yang dilarang keras oleh ajaran agama Islam. Namun, dengan tujuan tertentu dengan niat yang baik, ada beberapa kondisi ghibah yang diperbolehkan oleh syara’.

Adapaun larangan ghibah ini dijelaskan dalam salah satu ayat Al-Qur’an. Dalam surat Al-Hujurat ayat 12 Alloh berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka! Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Bertakwalah kepada Alloh! Sesungguhnya Alloh Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (Al-Hujurat ayat 12)

Dalam Hadits, Rosululloh Saw juga melarang keras seorang Muslim berbuat Ghibah terhadap sesama saudaranya.

يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَدْخُلِ الْإِيمَانُ قَلْبَهُ لَا تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِينَ وَلَا تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ فَإِنَّهُ مَنِ اتَّبَعَ عَوْرَاتِهِمْ يَتَّبِعُ اللَّهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ يَتَّبِعِ اللَّهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ فِي بَيْتِهِ. (رواه أحمد)

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman dengan lisannya, namun keimanan itu belum masuk ke dalam hatinya! Janganlah kalian menghibah (menggunjing) kaum Muslimin. Jangan pula mencari-cari aib mereka. Barangsiapa yang mencari-cari aib mereka, (maka) Alloh akan mencari-cari aibnya. Dan barangsiapa yang Alloh mencari-cari aibnya, niscaya Alloh akan membeberkan aibnya, meskipun dia di dalam rumahnya.” (H.R Imam Ahmad)

Meski begitu, Imam Syarifuddin Yahya An-Nawawi dalam Kitabnya Al-Adzkar halaman 293 menyebutkan enam kondisi di mana seorang Muslim boleh mengghibahkan orang lain:

اعلم أن الغيبة تباح لغرضٍ صحيحٍ شرعي لا يمكن الوصول إليه إلا بها، وهو ستة أسبابٍ:

Artinya: “Ketahuilah! Sesungguhnya Ghibah dibolehkan karena bertujuan yang dilegalkan syara’ yang tidak mungkin dapat dilakukan perbaikan kecuali tanpa melakukakan Ghibah, Ghibah yang dibolehkan ada 6 keadaan:

الأول: التظلم، فيجوز للمظلوم أن يتظلم إلى السلطان والقاضي وغيرهما ممن له ولايةٌ، أو قدرةٌ على إنصافه من ظالمه، فيقول: ظلمني فلانٌ بكذا.

1. Teraniaya

Diperbolehkan bagi orang yang teraniaya mengadukan penganiayanya pada penguasa, hakim, dan orang-orang yang memiliki kekuasaan untuk menghentikan penganiayaannya dengan menyebut langsung nama pelakunya, misalnya “Si Anu telah melakukan tindakan ini ppadak” atau “Si Anu mengambil seseuatu dariku” dan sebagainya;

الثاني: الاستعانة على تغيير المنكر، ورد العاصي إلى الصواب، فيقول لمن يرجو قدرته على إزالة المنكر: فلانٌ يعمل كذا، فازجره عنه ونحو ذلك، ويكون مقصوده التوصل إلى إزالة المنكر، فإن لم يقصد ذلك كان حراماً.

2. Merubah Kemungkaran dan Kemaksiatan Pada Kenenaran

Dengan menyebut nama pembuat kemaunkaran serta kemaksiatan pada seseorang yang di harapkan mampu merobahnya dengan berkata “Si Anu telah melakukan tindakan ini, maka cegahlah..!!” dengan tujuan menghilangkan kemungkaran bila tidak maka menggunjingnya hukumnya haram;

الثالث: الاستفتاء، فيقول للمفتي: ظلمني أبي، أو أخي، أو زوجي، أو فلانٌ بكذا، فهل له ذلك ؟ وما طريقي في الخلاص منه، وتحصيل حقي، ودفع الظلم ؟ ونحو ذلك، فهذا جائزٌ للحاجة، ولكن الأحوط والأفضل أن يقول: ما تقول في رجلٍ أو شخصٍ، أو زوجٍ، كان من أمره كذا ؟ فإنه يحصل به الغرض من غير تعيينٍ ومع ذلك، فالتعيين جائزٌ كما سنذكره في حديث هندٍ إن شاء الله تعالى.

3. Dalam Rangka Meminta Saran/Nasihat

Misalkan seseorang yang mengatakan : “Ayahku atau Saudaraku atau Si Anu menganiaya diriku, apa tindakan tersebut berhak ia lakukan ? Bagaimana caraku keluar dari masalah ini ? Bagaimana aku dapat memperoleh hak-hakku ?” Dan sebagainya.

Yang demkian diperbolehkan karena ada kepentingan menggunjingya, namun sebaiknya untuk berhati-hati sebaiknya dalam rangka meminta saran ini tidak dikatakan pelakunya secara lansung semisal dengan pernyataan : “Bagaimana pendapat anda tentang seorang lelaki yang melakukan semacam ini ?”

“Bagaimana pendapat anda tentang seorang suami atau istri yang melakukan semacam ini ?” dan semacamnya karena tujuan meminta saran dengan perkataan semacam inipun bisa ia dapatkan, meskipun penyebutan pelaku secara langsung juga diperbolehkan berdasarkan hadits dari Hindun ra saat ia meminta saran dari Nabi Saw dengan berkata “Wahai Rosululloh, sesungguhnya Abu Sufyan lelaki pelit.. dst” dan Nabi pun tidak melarangnya;

الرابع: تحذير المسلمين من الشر ونصيحتهم، وذلك من وجوهٍ: منها جرح المجروحين من الرواة والشهود، وذلك جائزٌ بإجماع المسلمين، بل واجبٌ للحاجة.

ومنها المشاورة في مصاهرة إنسانٍ، أو مشاركته، أو إيداعه، أو معاملته، أو غير ذلك، أو مجاورته، ويجب على المشاور أن لا يخفي حاله، بل يذكر المساويء التي فيه بنية النصيحة.

ومنها إذا رأى متفقهاً يتردد إلى مبتدع، أو فاسقٍ يأخذ عنه العلم، وخاف أن يتضرر المتفقه بذلك، فعليه نصيحته ببيان حاله، بشرط أن يقصد النصيحة، وهذا مما يغلط فيه. وقد يحمل المتكلم بذلك الحسد، ويلبس الشيطان عليه ذلك، ويخيل إليه أنه نصيحةٌ فليتفطن لذلك.

ومنها أن يكون له ولايةٌ لا يقوم بها على وجهها: إما بأن لا يكون صالحاً لها، وإما بأن يكون فاسقاً، أو مغفلاً، ونحو ذلك فيجب ذكر ذلك لمن له عليه ولايةٌ عامةٌ ليزيله، ويولي من يصلح، أو يعلم ذلك منه ليعامله بمقتضى حاله، ولا يغتر به، وأن يسعى في أن يحثه على الاستقامة أو يستبدل به.

4. Memberi Peringatan Pada Kaum Muslimin

Menurut Imam Nawawy dalam permasalahan ini terdapat 5 gambaran :

a. Menerangkan/menyebutkan cacatnya nama seseorang dalam sebuah riwayat hadits/saksi, kebolehan ghibah dalam hal ini disepakati ulama dalam rangka kemurnian syariat;

b. Membicarakan seseorang dalam rangka musyawarah semacam hendak mengikat tali perkawinan;

c. Saat melihat seseorang yang hendak membeli suatu barang cirri yang tidak ia ketahui, untuk memberi petunjuk padanya bukan dalam rangka menghina atau merusak citra.

d. Saat melihat seseorang yang hendak belajar agama dan ragu atas dua pilihan, agar tidak tersesat pada orang fasik dan ahli bid’ah maka boleh bagimu memberi nasehat padanya.

e. Mengadukan seorang pimpinan pada atasannya atas ketidakprofesionalannya atau kefasikannya agar diketahui dan segera diganti supaya tidak tertipu dan dilanggengkan kepimpinannya;

الخامس: أن يكون مجاهراً بفسقه أو بدعته كالمجاهر بشرب الخمر، ومصادرة الناس، وأخذ المكس؛ وجباية الأموال ظلماً، وتولي الأمور الباطلة، فيجوز ذكره بما يجاهر به؛ ويحرم ذكره بغيره من العيوب، إلا أن يكون لجوازه سببٌ آخر مما ذكرناه.

5. Kekurangan yang Terabg-terangan Ia Lakukan

Bila seseorang terang-terangan menjalani kefasikan atau kebid’ahannya, maka boleh menyebutkan cela yang secara jelas ia lakukan dan haram menyebutkan lainnya kecuali bila ada hal yang memperbolehkan penyebutan lainnya;

السادس: التعريف، فإذا كان الإنسان معروفاً بلقبٍ؛ كالأعمش والأعرج والأصم، والأعمى؛ والأحول، وغيرهم جاز تعريفهم بذلك؛ ويحرم إطلاقه على جهة التنقص؛ ولو أمكن تعريفه بغير ذلك كان أولى.

6. Penamaan Seseorang

Boleh menyebutkan kekurangan orang lain bila justru ia lebih dikenal dan diberi julukan dengan kekurangannya seperti “Si Rabun, Si Pincang, Si Jereng, Si Cebol, Si Buta, Si Buntung” dan sebagainya asalkan tidak bertujuan merendahkan kekurangannya dan bila masih memungkinkan penamaan dengan selain kekurangannya tentu lebih utama dan bijaksana.

فهذه ستة أسبابٍ ذكرها العلماء وأكثرها مجمعٌ عليه؛ دلائلها من الأحاديث الصحيحة مشهورة

“Ini adalah enam kondisi seseorang dibolehkan Ghibah (tanpa maksud merendahkan) yang telah dituturkan oleh para Ulama, dan kebanyakannya Mujma’ ‘Alaih (Konsensus Ulama’); Dalil-dalil Ghibah yang dibolehkan diambil dari Hadits-hadits shohih yang telah masyhur.” (Imam An-Nawawi, Al-Adzkar: Haromain,Tanpa Tahun Terbit, halaman 340).

Dengan demikian, Ghibah dalam kondisi tertentu dibolehkan dengan alasan yang kuat seperti untuk kepentingan umum, kemaslahatan yang dibolehkan oleh syara’.

Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.