Tradisi Nyekar Jelang Ramadhan, Ini Sejarah Dan Dalil Hukumnya

darulmaarif.net – Indramayu, 18 Maret 2023 | 08.00 WIB

Tradisi ziarah kubur sebelum puasa dan hari raya (nyekar di kuburan) sudah menjadi suatu kultur/adat bagi masyarakat kita, terutama warga Nahdliyyin. Sehingga terasa ada yang kurang apabila kita tidak melaksanakan ziarah kubur menjelang Ramadhan. Mereka yang jauh pun rela menyempatkan nyekar, mudik ke kampung halaman masing-masing.

Sejarah Tradisi Nyekar Jelang Ramadhan

Pada dasarnya, tradisi nyekar sudah menjadi satu di antara kebiasaan yang dilakukan umat Islam di Indonesia dalam rangka menyambut bulan suci Ramadan.

Meski begitu, tradisi nyekar bukan suatu hal yang diwajibkan dalam ajaran Islam, kendati bagi sebagian orang yang ingin melakukannya tidak akan mendapatkan dosa.

Nyekar sebenarnya bukan tradisi umat Islam secara langsung, tetapi tradisi ini dirawat sejak dulu secara turun-temurun yang sudah mengalami proses akulturasi dan asimilasi budaya. Singkatnya, tradisi nyekar bersifat universal dan kerap dijumpai pada setiap kebudayaan.

Tradisi nyekar dilakukan dengan mengadopsi keyakinan memberikan penghormatan terhadap leluhur atau nenek moyang. Kemudian ketika Islam datang, muncul tradisi serupa yang dibalut dengan ajaran Islam.

Tradisi nyekar sering dianggap sebagai media bersilaturahmi antara orang yang masih hidup dengan orang-orang yang sudah meninggal.

Biasanya pihak keluarga yang ditinggalkan akan berselawat, zikir, wirid atau ratib, serta membaca doa di akhir ziarah kubur. Bacaan doa cukup bervariasi, tergantung pada kelompok peziarah atau pembimbingnya.

Perlengkapan yang biasanya dibawa ketika nyekat adalah air, kembang, dan minyak wangi. Selain itu, kedatangan mereka di lokasi makam sembari membersihkan makam dari rumput dan ilalang yang tumbuh liar serta menaburkan bunga pada makam tersebut.

Tradisi nyekar dapat dimaknai sebagai pengingat bahwa semua makhluk yang hidup di muka bumi ini nantinya akan kembali menghadap Alloh Swt. Sederhananya, tradisi nyekar adalah cara kita untuk merefleksikan diri akan kematian.

Hukum Nyekar dengan Menabur Bunga Diatas Kuburan

Adapun dasar, atau dalil yang menganjurkan tradisi nyekar ada, yaitu dalil Hadits yang menganjurkan ziarah kubur dan meletakkan bunga di atas kuburan.

Dalam Sunan an-Nasai pada bab “Meletakkan pelepah kurma diatas kubur”, Imam An-Nasai menyebutkan Hadis riwayat Abdullah bin Abbas yang berbunyi:

مَرَّ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم بِحَائِطٍ مِنْ حِيطَانِ مَكَّةَ أَوِ الْمَدِينَةِ سَمِعَ صَوْتَ إِنْسَانَيْنِ يُعَذَّبَانِ فِي قُبُورِهِمَا ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: يُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ ، ثُمَّ قَالَ: بَلَى ، كَانَ أَحَدُهُمَا لاَ يَسْتَبْرِئُ مِنْ بَوْلِهِ ، وَكَانَ الآخَرُ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ، ثُمَّ دَعَا بِجَرِيدَةٍ فَكَسَرَهَا كِسْرَتَيْنِ ، فَوَضَعَ عَلَى كُلِّ قَبْرٍ مِنْهُمَا كِسْرَةً ، فَقِيلَ لَهُ: يَا رَسُولَ اللهِ ، لِمَ فَعَلْتَ هَذَا ؟ قَالَ: لَعَلَّهُ أَنْ يُخَفَّفَ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا أَوْ إِلَى أَنْ يَيْبَسَا.

Artinya: “Suatu ketika Nabi melewati sebuah kebun di Makkah dan Madinah lalu Nabi mendengar suara dua orang yang sedang disiksa di dalam kuburnya. Nabi bersabda kepada para sahabat: ‘Kedua orang (yang ada dalam kubur ini) sedang disiksa. Yang satu disiksa karena tidak memakai penutup ketika kencing sedang yang lainnya lagi karena sering mengadu domba’. Kemudian Rosululloh menyuruh sahabat untuk mengambil pelepah kurma, dan membelahnya menjadi dua bagian dan meletakkannya pada masing-masing kuburan tersebut. Para sahabat lalu bertanya, kenapa engkau melakukan hal ini ya Rasul ? Rasulullah menjawab: ‘Semoga Alloh meringankan siksa kedua orang tersebut selama dua pelepah kurma ini belum kering.'” (Sunan an-Nasai: 2067)

Menurut Imam An-Nasai, hukum hadits ini adalah muttafaqun ‘alaih, yakni bahwa haditsnya shohih sesuai dengan syarat-syarat yang disepakati oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim.

Adapun penentuan waktu seperti itu (menjelang Ramadhan) adalah semata-mata tradisi yang tidak menyimpang dari ajaran syariat Islam, sehingga hukum melaksanakannya tetap disunnahkan.

Dalam kitab I’anatuth Thoolibiin dijelaskan:

يسن وضع جريدة خضراء على القبر للاتباع ولأنه يخفف عنه ببركة تسبيحها قوله وقيس بها: أي بالجريدة الخضراء وقوله ما اعتيد من طرح نحو الريحان الرطب اندرج تحت شيىء رطب كعروق الجزر وورق الخس واللفت.

Artinya: “Disunnahkan meletakkan pelepah kurma hijau (masih basah) diatas kubur kerena mengikuti sunnah Nabi, karena itu dapat meringankan sisksanya dengan barokah tasbihnya pelepah tersebut. Dan diqiyaskan juga pelepah kurma dengan potongan atau bagian suatu tumbuhan yang masih basah yang berbau harum seperti daun wortel, daun selada dan lobak”.

Perhatikan ibarot berikut ini.

بغية المسترشدين (ص: 202)

فائدة : طرح الشجر الأخضر على القبر استحسنه بعض العلماء وأنكره الخطابي ، وأما غرس الشجر على القبر وسقيها فإن أدى وصول النداوة أو عروق الشجر إلى الميت حرم ، وإلا كره كراهة شديدة ، وقد يقال يحرم .

تحفة المحتاج في شرح المنهاج – (11 / 394)

( فرع ) يسن وضع جريدة خضراء على القبر للاتباع وسنده صحيح ولأنه يخفف عنه ببركة تسبيحها إذ هو أكمل من تسبيح اليابسة لما في تلك من نوع حياة وقيس بها ما اعتيد من طرح الريحان ونحوه ويحرم أخذ ذلك كما بحث لما فيه من تفويت حق الميت وظاهره أنه لا حرمة في أخذ يابس أعرض عنه لفوات حق الميت بيبسه ولذا قيد وأندب الوضع بالخضرة وأعرضوا عن اليابس بالكلية نظرا لتقييده صلى الله عليه وسلم التخفيف بالأخضر بما لم ييبس.

قوله ( ولأنه يخفف الخ ) من عطف الحكمة على الدليل قوله ( ونحوه ) أي من الأشياء الرطبة وقوله ( ويحرم أخذ ذلك ) أي على غير مالكه نهاية ومغني قال ع ش قوله م ر من الأشياء الرطبة يدخل في ذلك البرسيم ونحوه من جميع النباتات الرطبة.

Sebagian masyarakat di Indonesia banyak yang memahami kesunnahan menabur bunga ini, juga memasukkan penanaman tanaman seperti bunga, bahkan pohon. “Agar tidak kering-kering dan selalu mendoakan ahli kubur, sekalian saja ditanam.” Mungkin begitulah anggapan mereka. Maka tak heran, mayoritas kuburan di tanah Jawa selalu terdapat tanaman di atasnya.

Salah satu tanaman yang sering ditemukan di area pemakaman adalah bunga Kamboja. Selain bentuk pohonnya yang indah dan rindang, bunga Kamboja ternyata juga memiliki banyak khasiat. Di antaranya: mengobati demam, batuk, sembelit hepatitis, radang saluran pernafasan dll. Karena segudang manfaat inilah, bunga Kamboja yang dulu banyak terabakan kini menjadi bernilai ekonomis dan banyak masyarakat yang memungut bunga Kamboja meskipun sering kali bunga Kamboja yang mereka pungut berada di atas sebuah kuburan.

Pertimbangan:

  1. Dalam ibarot Bughyatul Musytarsyidin di atas disebutkan hukum haramnya menanam tanaman jika sekiranya akar tanaman itu berpotensi sampai menyentuh mayit dan makruh syadidah jika tidak.
  2. Sedangkan ibarot Tuhfatul Muhtaaj menerangkan keharaman mengambil sesuatu yang masih basah di atas kuburan termasuk semua jenis tanaman, rumput yang masih basah.

Itulah beberapa hal yang perlu dipahami terkait tradisi ziarah kubur (nyekar) tiap menjelang Ramadhan dan hari raya tiba.

Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.

Pontren Darul Ma’arif saat ini sudah sampai pada GELOMBANG KE 3. Segera daftarkan putra putri kesayangan anda di: http://daftar.darulmaarif.net