Suami Wajib Tahu! Selain Sosok Penyabar, Nabi Juga Sosok Yang Romantis

darulmaarif.net – Indramayu, 01 Desember 2022 | 16.00 WIB

Setiap pasangan dalam pernikahan tentunya menginginkan dan berharap bahtera rumah tangga yang langgeng dan harmonis. Keharmonisan rumah tangga tentu saja harus ditopang kesaling-siapan anatar dua pasangan dalam mengarunginya.

Tak jarang, lantaran sikap egois satu sama lain, tidak ada yang mau mengalah justru berbuntut pada keretakan rumah tangga bahkan perceraian.

Sebagai laki-laki muslim, seringkali menyitir ayat al-Qur’an sebagai dalil hujjah bahwa seorang suami memiliki status quo dibanding istri, dan stri harus selalu mematuhi perintahnya. Seperti surat an-Nisa ayat 34:

اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ ۗ فَالصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُ ۗوَالّٰتِيْ تَخَافُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِى الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوْهُنَّ ۚ فَاِنْ اَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلًا ۗاِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيْرًا

Artinya: “Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar.” (Q.S an-Nisa: 34)

Meski seorang suami adalah pemimpin atas perempuan, yang Alloh sendiri memberikan kelebihan atasnya, seorang suami yang bijak tentunya harus melihat pula hadits Nabi sebagai berikut:

من طريق موسى بن محمد بن عطاء: حدثنا أبو المليح، حدثنا ميمون، عن ابن عباس رضي الله عنهما قال: قال رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم: «الْجَنَّةُ تَحْتَ أَقْدَامِ الأمَّهَات؛ مَن شِئن أدخلن، ومَنْ شِئن أخْرَجن.

Artinya, “Dari jalur Musa bin Muhammad bin ‘Atha’, dari Abu al-Malih, dari Maimun, dari Ibn ‘Abbas RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, ‘Surga di bawah telapak kaki ibu. Siapa yang dikehendaki (diridhai) para ibu, mereka bisa memasukkannya (ke surga); siapa yang dikehendaki (tidak diridhai), mereka bisa mengeluarkannya (dari surga).”

Meski pada surat an-Nisa ayat 34 tersebut dijelaskan bahwasanya, meskipun laki-laki memiliki peran sentral dalam mengarungi biduk rumah tangga, ketahuilah bahwa surga bagi anak-anaknya tetaplah ada pada sosok ibunya. Agar kita senantiasa menjadi suami yang mampu menjadi teladan bagi istri dan anak-anak kita nanti, contohlah akhlak baginda Nabi Muhammad Saw dalam memperlakukan istri-istrinya.

Nabi Sosok Penyabar

Nabi Muhammad SAW dikenal sebagai sosok yang penyabar. Dalam satu peristiwa diceritakan betapa arif dan sabarnya Nabi menyikapi tingkah Sayyidah Aisyah yang tergolong sudah keterlaluan. Sayyidah Aisyah nampaknya dalam posisi tidak bisa mengontrol gejolak cemburu di dalam dadanya, mungkin juga disebabkan umur Sayyidah Aisyah yang masih terbilang muda. Peristiwa ini diceritakan oleh imam Bukhari dalam karyanya al- Jami’usl-shaih, sebagai berikut:

حَدَّثَنَا عَلِيٌّ حَدَّثَنَا ابْنُ عُلَيَّةَ عَنْ حُمَيْدٍ عَنْ أَنَسٍ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ بَعْضِ نِسَائِهِ فَأَرْسَلَتْ إِحْدَى أُمَّهَاتِ الْمُؤْمِنِينَ بِصَحْفَةٍ فِيهَا طَعَامٌ فَضَرَبَتْ الَّتِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَيْتِهَا يَدَ الْخَادِمِ فَسَقَطَتْ الصَّحْفَةُ فَانْفَلَقَتْ فَجَمَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِلَقَ الصَّحْفَةِ ثُمَّ جَعَلَ يَجْمَعُ فِيهَا الطَّعَامَ الَّذِي كَانَ فِي الصَّحْفَةِ وَيَقُولُ غَارَتْ أُمُّكُمْ ثُمَّ حَبَسَ الْخَادِمَ حَتَّى أُتِيَ بِصَحْفَةٍ مِنْ عِنْدِ الَّتِي هُوَ فِي بَيْتِهَا فَدَفَعَ الصَّحْفَةَ الصَّحِيحَةَ إِلَى الَّتِي كُسِرَتْ صَحْفَتُهَا وَأَمْسَكَ الْمَكْسُورَةَ فِي بَيْتِ الَّتِي كَسَرَتْ

“Telah menceritakan kepada kami Ali telah menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah dari Humaid dari Anas ia berkata; Suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihiwasallam berada di tempat isterinya. Lalu salah seorang Ummahatul Mukminin mengirimkan hidangan berisi makanan. Maka isteri Nabi yang beliau saat itu sedang berada dirumahnya menjatuhkan piring yang berisi makanan, maka beliau pun segera mengumpulkan makanan yang tercecer ke dalam piring, lalu beliau bersabda: “Ibu kalian rupanya sedang terbakar cemburu.” Kemudian beliau menahan sang Khodim (pembantu) hingga didatangkan piring yang berasal dari rumah isteri yang beliau pergunakan untuk bermukim. Lalu beliau menyerahkan piring yang bagus kepada isteri yang piringnya pecah, dan membiarkan piring
yang pecah di rumah isteri yang telah memecahkannya.” Peristiwa ini menggambarkan, dalam hubungan suami isteri, laki-laki harus tegas, tetapi tetap dalam koridor kesabaran. Rasulullah mengecam suami-suami yang suka memukul isteri, sampai Rasulullah berkata, “Aku heran melihat suami-suami yang menyiksa isterinya, padahal dia lebih patut disiksa oleh Allah SWT.” Dan Nabi mengecam suami-suami yang menghinakan isteri-isterinya, tidak menghargainya, tidak mengajaknya bicara, dan tidak melibatkan isterinya dalam mengambil keputusan.

Nabi bersabda: “Tidak akan pernah memuliakan isteri kecuali lelaki yang mulia dan tidak akan pernah menghinakan isteri kecuali lelaki yg hina”. Karena itu berbanggalah lelaki yang berusaha menjadi suami yang mulia yang menempatkan isteri pada tempat yang mulia.

Nabi Sosok Romantis

Hal yang juga sangat menarik untuk dikaji dari dinamika Rumah Tangga Nabi adalah cara Nabi memperlakukan
istri-istri Beliau. Tak ada perdebatan, bahwa Nabi Muhammad dikenal sebagai sosok suami yang sangat romantis terhadap istri-istri Beliau.

Tak mengherankan tentunya jika Nabi menyebut Baity Jannaty kala bercerita tentang keluarga Beliau. Karena memang sejatinya Nabi sendiri berupaya menciptakan surga di Rumah Tangga Beliau, dan tentunya dengan bantuan istri-istri Beliau.
Pada kesempatan lain, Nabi juga pernah menggendong mesra Sayyidah ‘Aisyah ketika melihat orang-orang Habsyi
bermain-main di pekarangan masjid. Nabi juga pernah mengajak ‘Aisyah berlomba dari dan ‘Aisyah mencuri kemenangan atas Rosulullah. (karena badan Nabi yang
bertambah subur). Nabi pun menyematkan seindah-indah panggilan sayang kepada Sayyidah Aisyah: Yaaa Khumairo.!! Duhai istriku yang pipinya kemerah-merahan. Aisyah juga meriwayatkan jika dirinya dan Rasulullah makan sepiring berdua, satu selimut berdua, dan sebagainya. Dan dari sikap-sikap romantis Rasulullah itu, tentulah peran Aisyah sangatlah besar. Rasulullah Saw memanjakan Aisyah sedemikian rupa, karena Aisyah memang sosok perempuan yang manja yang menarik bagi Rasulullah dan membuat Nabi betah didekatnya dan selalu ingin memanjakannya. Inilah yang kemudian membuat Aisyah bangga sekaligus takjub sebagai isteri, hingga kemudian Aisyah yang konon tergolong muda, tumbuh menjadi seorang wanita yang tangguh.Betapa tidak, Aisyah adalah orang yang terbanyak meriwayatkan hadits Nabi setelah Abu Hurairah. Aisyah pula yang banyak meluruskan kesalahpahaman para sahabat terkait hadits yang mereka riwayatkan, misalnya Abu Hurairah dan Abdulloh Ibnu Umar. Dengan perbendaharaan hadits ribuan, Aisyah tumbuh sebagai intelektual organik (meminjam istilah Antonio Gramschy), intelektual yang mampu mensinergikan antara wacana dan realita, diskusi dan aksi, ilmu dan amal. Karena sejarah mencatat Aisyah juga tumbuh sebagai seorang politisi yang handal, yang mampu menggerakkan massa Arab ketika itu, dan ia tampil di avant garde (garda terdepan) sebagai
panglima di Perang Jamal. Walaupun kemudian perang ini menjadi sejarah kelam dunia Islam, dimana Aisyah dengan pasukannya harus berhadapan bertarung dengan Ali bin Abi Thalib dengan pasukannya pula. Pertumpahan darah tak terelakkan akibat perang yang meletus di tubuh Islam sendiri.
Ketika sebelumnya bersama Khadijah, Khadijah juga sangat takjub dengan pribadi Rasul, sehingga sepasang suami isteri ini memiliki kedekatan emosi yang luar biasa. Warna romantisme Rumah Tangga Nabi dengan Aisyah dan
Khadijah memang berbeda, karena dua perempuan yang mendampingi Nabi sebagai isteri ini memang berbeda
karakternya. Aisyah sosok perempuan yang manja, masih muda, melankolia, sementara Khadijah sosok perempuan
dewasa, mandiri, mapan. Dan Rasulullahberhasil membawa Rumah Tangga beliau dalam keluarga yang diistilahkan Nabi
“Baiti Jannati-Rumahku adalah Sorgaku”. Romantisme Rumah Tangga Nabi dengan Sayyidah Khadijah tergambar jelas ketika Nabi mendapatkan Wahyu pertama, dimana salah satunya adalah pada peristiwa Nabi SAW mendapat wahyu pertama dari Jibril AS. Nabi menggigil ketakutan melihat wujud Jibril
as.. Iqra! Bacalah!, kata Jibril. Maa ana biqaari`, aku tidak bisa membaca sahut Nabi. Demikian terulang sampai tiga kali. Nabi terus menggigil, tubuh beliau hampir membeku, mengkristal dalam kekalutan, dan Nabi pun meminta Khadijah untuk menyelimutinya. Lalu Khadijah menenteramkan hati Nabi, ia pasrahkan pundaknya untuk Sang Nabi bersandar, dan mengatakan bahwa Tuhan tidak akan mencelakakan dia karena pribadinya yang baik, jujur, dan amanah. Nabi pun terlelap dan Khadijah dengan sabar dan keibuan mengelap keringat Nabi. Dari peristiwa ini, nampak bahwa Khadijah mampu menjadi “Barometer Psikologi Nabi”, hingga Nabi mendapatkan ketenangan. Rumah tangga Nabi Muhammad
dan Khadijah memang role model (Potret) paling ideal. Karena Khadijah mendampingi Nabi sedari beliau meniti karier sebagai pedagang, agamawan atau juru dakwah, sampai menjadi negarawan. Inilah yang mungkin menjadi alasan Nabi
mengapa selama mereka mengarungi bahtera rumah tangga, Nabi tidak pernah memikirkan the other women except
Khadijah. Sampai ketika Khadijah sudah wafat pun, tak jarang Nabi tenggelam dalam romantisme masa silamnya bersama Khadijah.

Baginda Nabi Muhammad SAW adalah teladan ideal dan terbaik bagi para suami, contoh suami nomor wahid, seperti hadits Nabi:

خيركم لأهله، وأنا خيركم لأهلي 

“Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik sikapnya terhadap keluarga. Dan aku adalah yang terbaik di antara kalian terhadap keluargaku.” (HR. Ibnu Majah)

Untuk para suami diamanpun berada, jadilah suami yang bijaksana menjadi pemimpin rumah tangga. Suami yang bijak adalah “suami yang tegas mengetatkan kewajiban istri terhadap Tuhannya (syariat Islam), dan rela melonggarkan kewajiban istri terhadap dirinya.”

Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam