darulmaarif.net – Indramayu, 23 Desember 2022 | 17.00 WIB
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا ٱلذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُۥ لَحَٰفِظُونَ. الحجر: ٩
Artinya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”
(al-Hijr: 9)

Mungkin banyak di antara kita yang sering membaca Al-Qur’an, mempelajari Al-Qur’an, menghafalnya, namun jarang yang mengetahui bagaimana cara Alloh menjaga orisinalitas Al-Qur’an. Padahal, kitab-kitab suci lain seperti kitab Zabur, Taurot, Injil sudah berubah dari keorisinalitasannya, tetapi Al-Qur’an sejak 14 abad yang lalu hingga hari ini masih terjaga persis seperti pertama kali Alloh menurunkan Al-Qur’an kepada baginda Nabi Muhammad Saw.
Bagi kaum muslimin, al-Qur’an merupakan petunjuk utama yang mengatur jalan hidup mereka dalam berbagai permasalahan. Umat Islam meyakini bahwa al-Qur’an adalah sumber kebenaran absolut yang tidak ada bandingannya.
Al-Qur’an juga diimani sebagai wahyu yang langsung dari Tuhan, bukan buatan manusia dan juga merupakan kitab terakhir yang diturunkan kepada umat manusia melalui baginda Nabi Muhammad Saw. Untuk membuktikan keabsolutannya, Alloh sendiri menjamin bahwa orisinalitas (keaslian) al-Qur’an akan selalu terjaga selamanya, tak seorangpun mampu untuk men-tahrif (mengubah) al-Qur’an. Hal ini berdasarkan firman Alloh dalam surat al-Hijr ayat 9:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا ٱلذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُۥ لَحَٰفِظُونَ ( الحجر: ٩)
Artinya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (al-Hijr: 9)
Dalam kitab tafsirnya, al-Jāmi’ Li Aḥkāmil Qur’ān (juz 5, halaman 10) Imam Al-Qurthubi menjelaskan bahwa maksud dari ayat di atas adalah bahwa Alloh akan menjaga al-Qur’an dari segala macam bentuk perubahan (baik penambahan atau pengurangan) dan akan selalu terjaga orisinalitasnya.
Imam Ibnu Jarir Ath-Thobari rahimahullah menafsirkan kata الذِّكْرَ dengan Al-Qur’an. Beliau mengatakan:
وإنا للقرآن لحافظون من أن يزاد فيه باطل مَّا ليس منه، أو ينقص منه ما هو منه من أحكامه وحدوده وفرائضه
“Sesungguhnya Kami benar-benar menjaga Alquran dari penambahan perkara batil yang bukan bagian darinya, atau pengurangan sesuatu yang merupakan bagian darinya, baik berupa hukum, batasan maupun kewajiban-kewajiban yang terdapat di dalamnya.”
Dalam kitab Mafatihil Ghoyb, Imam ar-Rozi menjelaskan bahwa pengumpulan al-Qur’an pada masa sahabat termasuk bukti bahwa Allah menjaga al-Qur’an dengan cara memberi inisiatif di hati para Sahabat untuk melakukan pengumpulan tersebut.
Di sisi lain, para ulama memang berbeda pandangan mengenai bagaimana cara Alloh menjaga orisinalitas Al-Qur’an. Sebagian ulama berpendapat bahwa Alloh menjaga al-Qur’an dengan cara menjadikannya sebagai mukjizat yang tidak bisa ditiru manusia. Oleh sebab itu, ketika ada yang mencoba menambah atau mengurangi sesuatu dari al-Qur’an, perubahan tersebut akan mudah diketahui karena rusaknya rangkaian al-Qur’an yang bernilai mukjizat (perubahan tersebut akan dikenali secara mudah karena pasti ada perbedaan yang signifikan antara kalimat yang dibuat manusia dengan asli buatan Tuhan).
Sebagian lain berpandangan bahwa Alloh menjaga al-Qur’an dengan cara menjadikannya mudah dihafal oleh banyak orang (seperti yang kita tahu, para huffadz (penghafal al-Qur’an) mencapai ratusan juta orang dari berbagai belahan dunia). Sehingga ketika ada yang mengubah al-Qur’an, pasti perubahan tersebut akan segera diketahui dari hafalan jutaan huffadz (penghafal al-Qur’an) tersebut. Banyaknya huffadz (penghafal al-Qur’an) juga menjadikan al-Qur’an mencapai derajat mutawattir (diriwayatkan oleh banyak orang sehingga mustahil bersepakat untuk berdusta dan memalsukan al-Qur’an).
Untuk menguatkan kebenaran ayat di atas, dalam kitab tafsirnya, Imam al-Qurthubi juga mengisahkan bahwa suatu hari al-Ma’mun (salah satu raja dinasti Abbasiyah) bertanya perihal sebab masuknya seorang yahudi ke dalam Islam. Akhirnya, sang yahudi bercerita: “Suatu hari, aku ingin menguji kebenaran agama-agama samawi. Karena tulisanku bagus, aku ingin menulis kitab-kitab agama samawi.
Pertama, aku menulis 3 kitab Injil dan mengubah beberapa kata di dalamnya. Kemudian aku datangi gereja dan menjual 3 kitab tersebut. Ternyata mereka membelinya dan tidak mengetahui perubahan yang aku lakukan. Kedua, aku lakukan hal yang sama pada kitab Taurat. Aku jual ke pihak sinagog. Sama dengan pihak gereja, mereka bersedia untuk membelinya dan tidak tahu perubahan yang kulakukan.
Terakhir, aku menulis 3 al-Qur’an dengan menyelipkan beberapa perubahan. Ketika aku jual ke orang Islam, mereka membacanya terlebih dulu dan betapa kegetnya aku, mereka tahu bahwa al-Qur’an yang aku tulis banyak perubahannya. Akhirnya, mereka menolak untuk membeli tulisan al-Qur’anku. Dari kejadian inilah aku sadar bahwa kitab yang masih terjaga keasliannya hanyalah al-Qur’an. Inilah penyebab mengapa aku masuk Islam.”
Menurut As-Sa’di dalam Taisiril-Karimir-Roḥman (halaman 429), Alloh menjaga Al-Qur’an pada masa penurunannya dan setelah masa penurunannya. Pada masa penurunannya Alloh menjaga Al-Qur’an dari pencurian setan sedangkan pada masa sesudah penurunannya, Allah menjaga Al-Qur’an dari perubahan, penambahan, maupun pengurangan lafadz dan penggantian maknanya. Cara Alloh menjaga Al-Qur’an salah satunya dengan menyimpannya di dalam dada utusan-Nya, yaitu Nabi Muhammad Saw, dan kemudian di dalam dada umat Nabi Muhammad Saw.
Ibn ‘Asyur dalam al-Taḥrir wat Tanwir (juz 14, halaman 21) mengutip ‘Iyādh menceritakan bahwa Ismail ibn Ishaq ditanya mengenai rahasia alasan kitab-kitab terdahulu yang mengalami banyak perubahan, sedangkan Al-Quran tidak.
Beliau menjawab “sesungguhnya Alloh memasrahkan kepada Ulama-ulama mereka untuk menjaga kitab-kitab mereka sendiri. Alloh berfirman ‘sebab mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah.’ (QS. Al-Maidah[5]:44) sedangkan Alloh menjaga Al-Quran dengan dzat-Nya sendiri.
Hal ini berarti ketika Alloh menurunkan kitab-kitab sebelum Al-Qur’an, Alloh memasrahkan penjagaannya kepada para Ulama mereka sedangkan terhadap Al-Qur’an, Alloh sendiri yang benar-benar menjaganya.
Berdasarkan keterangan yang diberikan para mufassir dapat disimpulkan bahwa Al-Qur’an itu senantiasa dijaga oleh dzat Alloh secara langsung, dan dijamin orisinalitasnya oleh Alloh sampai hari kiamat. Penjagaan itu juga melibatkan pihak lain, yaitu melalui peran para pembaca, penghafal, pengkaji, dan orang-orang yang selalu melestarikan ajaran-ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an.
Beruntunglah kita sebagai umat Islam yang memiliki Al-Qur’an sebagai pedoman dan petunjuk dari berbagai persoalan hidup. Berbangga lah kita menjadi bagian dari umat baginda Nabi Muhammad yang begitu spesial di mata Alloh. Dengan Al-Qur’an sebagai pusara yang menyatukan seluruh elemen umat Islam di dunia.
Semoga Bermanfaat. Wallohu a’lam.