darulmaarif.net – Indramayu, 07 Desember 2022 | 10.00 WIB

Waqaf (الوَقْفُ ) mempunyai akar kata dari الكَفُّ yang artinya berhenti. Sedangkan menurut istilah Ulama Ahlul Qurro’, sebagaimana yang diungkapkan oleh ahmad Muthahar Abdur Rahman Al-Muroqi adalah :
اَلْوَقْفُ هُوَقَطْعُ الصَّوْتِ عِنْدَ اٰخِرِ اْلكَلِمَةِ مِقْدَارَ زَمَنِ التَّنَفُّسِ اَمَّااَقْصَرُمِنْهُ فَالسَّكْتُ
“Memutus suara di akhir kalimat (ketika membaca Al-Qur’an) selama masa bernafas, tetapi jika lebih pendek dari masa bernafas itu, maka disebut saktah”.
Pembacaan waqof (berhenti) dalam membaca Al-Qur’an memang tidak asing lagi. Dalam Al-Qur’an pun sudah ditentukan simbol-simbol khusus agar memudahkan, seperti simbol huruf ج (baca: jaiz, menandakan boleh berhenti), قلى (baca: al-waqfu aula, menandakan waqof lebih utama), صلى (baca: al-washlu aula, menandakan washol [lanjut] lebih utama), م (baca: lazim, menandakan wajib berhenti), dan sebagainya.
Namun pada prakteknya, pemahaman waqof tidak semudah dipelajari hanya bersandar pada simbol-simbol di atas. Di samping pembelajaran al-Qur’an harus ada bimbingan dari seorang guru yang ahli dibidangnya, pembaca al-Qur’an perlu memperhatikan tanda baca (kapan berhenti dan memulai) dari ayat yang dibaca, agar tidak keliru dalam memahami maksud yang disampaikan al-Qur’an.
Namun tahukah? Bahwa dalam al-Qur’an terdapat 17 tempat yang haramkan bagi Qori’ (pembaca al-Qur’an).
Dalam kitab Manarul Huda hal. 13-14 dijelaskan:
ﻗﺎﻝ ﺍﺑﻮ ﺍﻟﻌﻼﺀ ﺍﻟﻬﻤﺪﺍﻧﻲ : ﻻ ﻳﺨﻠﻮ ﺍﻟﻮﺍﻗﻒ ﻋﻠﻰ ﺗﻠﻚ ﺍﻟﻮﻗﻮﻑ، ﺍﻣﺎ ﺍﻥ
ﻳﻜﻮﻥ ﻣﻀﻄﺮﺍ ﺍﻭ ﻣﺘﻌﻤﺪﺍ ﻓﺎﻥ ﻭﻗﻒ ﻣﻀﻄﺮﺍ ﻭﺍﺑﺘﺪﺃ ﻣﺎ ﺑﻌﺪﻩ ﻏﻴﺮ
ﻣﺘﺠﺎﻧﻒ ﻻﺛﻢ ﻭﻻ ﻣﻌﺘﻘﺪ ﻣﻌﻨﺎﻩ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺯﺭ.
“Imam Abul ‘Allaa’ Al Hamdaniy telah berkata: Waaqif (orang yang mewaqofkan bacaannya) jangan sampai melewati (batas) waqof-waqof (yang diharamkan) tersebut sekalipun terpaksa atau sengaja berhenti. Maka jikalau terpaksa berhenti dan memulai dari (ayat) sesudahnya tanpa sengaja melakukan kesalahan dan tidak meyakini pada maknanya, maka tidak ada dosa baginya“.
Kemudian beliau melanjutkan:
وقال شيخ الاسلام : عليه وزر ان عرف المعنى لأن الابتداء لا يكون الا اختياريا، وقال ابو بكر بن الانباري : لا اثم عليه وان عرف المعنى لان نيته الحكاية عمن قاله وهو غير معتقد لمعناه، وكذا لو جهل معناه، ولا خلاف بين العلماء ان لا يحكم بكفره من غير تعمد واعتقاد لمعناه. واما لو اعتقد معناه فانه يكفر مطلقا وقف ام لا، والوصل والوقف في المعتقد سواء. اذا علمت هذا عرفت بطلان قول من قال : لا يحل لمن يؤمن بالله واليوم الآخر ان يقف علي سبعة عشر موضعا، فان وقف عليها وابتدأ ما بعدها فانه يكفر ولم يفصل، والمعتمد ما قاله العلامة النكراوي : انه لا كراهة ان جمع بين القول والمقول لانه تمام قول اليهود والنصارى، والواقف علي ذلك كله غير معتقد لمعناه، وانما هو حكاية قول قائلها حكاها الله عنهم، ووعيدا لحقه الله بالكفار، والمدار في ذلك علي القصد وعدمه. وما نسب لابن الجزري من تكفير من وقف علي تلك الوقوف ولم يفصل فنفى ذلك نظر نعم ان صح عنه ذلك حمل علي ما اذا وقف عليها معتقدا معناها فانه يكفر سواء وقف ام لا، والقارئ والمستمع المعتقدان ذلك سواء.
“Syaikhul Islam berkata: “Bagi si pembaca adalah berdosa apabila ia mengetahui maknanya, karena sesungguhnya permulaan (baca) tidak akan terjadi kecuali bersifat opsional atau pilihan (dari pembaca itu sendiri). Abu Bakar Al-Anbariy berkata: “Tidak berdosa bagi Qori’ meskipun mengetahui arti/maknanya, karena sesungguhnya niat Qori’ hanyalah menceritakan dari apa yang dikatakan dalam redaksi ayat tersebut, dan Qori’ bukanlah orang yang meyakini terhadap maknanya, dan hal ini berlaku pula bagi orang yang tidak tahu maknanya. Dan tidak ada perbedaan dikalangan Ulama bahwa sesungguhnya tidak bisa dihukumi kufur orang yang tidak sengaja dan yang tidak meyakini terhadap maknanya. Adapun seandainya ia meyakini terhadap maknanya, maka sesungguhnya dia dihukumi kafir secara muthlaq, baik ia mewaqofkan atau tidak, menyambung dan mewaqofkan adalah sama saja bagi orang yang meyakininya. Jikalau ia tahu hal ini dan mengerti maka batal lah pendapat orang yang mengatakan, “Tidak boleh bagi orang yang beriman kepada Alloh dan hari akhir untuk berhenti pada 17 tempat (yang dilarang waqof), maka apabila ia (tetap) waqof pada 17 tempat tersebut dan tidak ibdtida’ (mengawalinya) pada kalimat sesudahnya maka sesungguhnya ia dihukumi kafir tanpa perlu diperinci lagi. Adapun pendapat yang mu’tamad sebagaimana yang dikatakan oleh Imam al-‘Allamah an-Nakhrowiy : “Sesungguhnya tidaklah dibenci apabila mengumpulkan jadi satu antara ucapan dan yang diucapkan, karena sesungguhnya itu adalah sempurnanya ucapan orang Yahudi dan Nashroni, dan orang yang waqof pada hal tersebut secara keseluruhan bukanlah orang yang meyakini akan maknanya, dan sebenarnya ia hanya menceritakan perkataan orang yang mengatakannya sebagaimana Alloh mengisahkannya tentang perkataan mereka, serta merupakan peringatan keras bagi mereka yang menyetarakan Alloh dengan ( perkataan ) orang-orang kafir tersebut, dan topik pembicaraan didalam hal ini hanya pada niat atau tidaknya. Dan pendapat yang disandarkan kepada Ibnul-Jazariy terhadap pengkafiran orang yang waqof pada waqof-waqof yang disebutkan tadi tanpa diperinci, maka penafian terhadap hal ini perlu dipertimbangkan; Apabila memang benar dari padanya terhadap permasalahan yang disebutkan tadi terdapat konsepsi dari apa yang apabila Qori’ mewaqofkan padanya (waqof-waqof tersebut) serta meyakini maknanya, maka ia dihukumi kafir baik ia waqof atau tidak adalah sama saja, dan Qori’ maupun pendengar yang sama-sama meyakini akan makna tersebut juga sama kufurnya”.
Menurut Qira-at Imam ‘Ashim dari riwayat Imam Hafsh, dalam kitab Ghoroibul Qur’an menerangkan 17 tempat haram waqof-waqof dalam bait-bait Nadzom Syair sebagai berikut:
ﻭﻳﺤﺮﻡ ﺍﻟﻮﻗﻒ ﺑﺴﺒﻌﺔ ﻋﺸﺮ • ﺃﻭﻟﻪﻣﺎﺣﻮﻟﻪ ﻣﻦ ﺍﻟﺒﻘر
ﻣﻮﺗﻮﺍ ﻫﻨﺎﻙ ﻭﻗﻔﻪ ﻻﺗﺄﺗﻴﻞ • ﻓﻲ ﺁﻝ ﻋﻤﺮﺍﻥ ﻓﻘﻴﺮ ﻓﺎﻧﻔﻴﺎ
ﻓﺒﻌﺚ ﺍﻟﻠﻪ ﻏﺮﺍﺑﺎ ﻻﺗﻘﻒ • ﻭﺛﺎﻟﺚ ﻗﺒﻞ ﺛﻼﺛﺔ ﻋﺮﻑ
ﺛﻢ ﻳﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻟﻔﻆ ﻣﺎﻟﻨﺎ • ﻭﺗﻠﻚ ﻓﻲ ﻣﺂﺋﺪﺓ ﻓﺎﻃﻠﺐ ﻫﻨﺎ
ﻭﻗﺎﻟﺖ ﺍﻟﻴﻬﻮﺩ ﻓﻲ ﺍﻟﺒﺮﺁﺋﺔ • ﻛﺬﺍ النصارى فى الاتحاد الآية
ﻭﻓﻲ ﻣﺒﻴﻦ ﺁﻳﺔ ﻣﻦ ﻳﻮﺳﻒ • ﻭﻣﺼﺮﺧﻲ ﺇﺑﺮﺍﻫﻴﻢ ﺻﻞ ﻻﺗﻘﻒ
كذا ولم يكن في له في الإسراى • والذاكرين وأحزب إذكر ذكرى
ﻭﭐﺻﻄﻔﻰ ﺍﻟﺒﻨﺎﺕ ﻣﻦ ﺻﻔﺎﺗﻬﺎ • ﻭﺑﻼﺗﻘﻒ ﻛﻔﺮ ﻏﺎﺷﻴﺘﻬﺎ
ﻓﻲ ﺧﺴﺮ ﭐﻟﻌﺼﺮ ﺗﻌﻠﻤﻮﻥ • ﻭﻟﻠﻤﺼﻠﻴﻦ ﻣﻦ الماعون
Adapun 17 bacaan-bacaan yang haram mewaqofkannya,
atau seumpama sengaja mewaqofkannya walaupun disitu
ada tanda waqof atau tidak, adalah sebagai berikut :
- ﻓﻠﻤﺎ ﺍﺿﺎﺀﺕ ﻣﺎ ﺣﻮﻟﻪ — Suroh Al-Baqarah, Juz 1, ayat 17.
- ﻓﻘﺎﻝ ﻟﻬﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﻮﺗﻮﺍ — Suroh Al-Baqarah, Juz 2, ayat 243.
- ﺍﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﻘﻴﺮ — Suroh Ali-Imron, Juz 4, ayat 181.
- ﻓﺒﻌﺚ ﺍﻟﻠﻪ ﻏﺮﺍﺑﺎ — Suroh Al-Maidah, Juz 6, ayat 31.
- ﻭﻗﺎﻟﺖ ﺍﻟﻴﻬﻮﺩ ﻳﺪ ﺍﻟﻠﻪ — Suroh Al-Maidah, Juz 6, ayat 64.
- ﺍﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﺛﺎﻟﺚ — Suroh Al-Maidah, Juz 6, ayat 73.
- ﻭﻣﺎ ﻟﻨﺎ — Suroh Al-Maidah, Juz 7, ayat 84.
- ﻭﻗﺎﻟﺖ ﺍﻟﻴﻬﻮﺩ — Suroh At-Taubah, Juz 10, ayat 30.
- ﻭﻗﺎﻟﺖ ﺍﻟﻨﺼﺎﺭﻯ — Suroh At-Taubah, Juz 10, ayat 30.
- ﻟﻔﻲ ﺿﻼﻝ ﻣﺒﻴﻦ — Suroh Yusuf, Juz 12, ayat 8.
- ﻭﻣﺎ ﺍﻧﺘﻢ ﺑﻤﺼﺮﺧﻲّ — Suroh Ibrahim, Juz 13, ayat 22.
- ﻟﻢ ﻳﺘﺨﺬ ﻭﻟﺪﺍ ﻭﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻟﻪ — Suroh Al-Isro’ / Bani Isroil, Juz
15, ayat 111. - ﻭﺍﻟﺤﺎﻓﻈﺎﺕ ﻭﺍﻟﺬﺍﻛﺮﻳﻦ — Suroh Al- Ahzab, Juz 22, ayat
35. - ﺍﺻﻄﻔﻰ ﺍﻟﺒﻨﺎﺕ — Suroh Ash-Shoffat, Juz 23, ayat 153.
- ﺍﻻ ﻣﻦ ﺗﻮﻟﻰ ﻭﻛﻔﺮ — Suroh Al-Ghoshyiyyah, Juz 30, ayat
24. - ﺍﻥ ﺍﻻﻧﺴﺎﻥ ﻟﻔﻰ ﺧﺴﺮ — Suroh Al-‘Ashr, Juz 30, ayat 2.
- ﻓﻮﻳﻞ ﻟﻠﻤﺼﻠﻴﻦ — Suroh Al-Ma’un, Juz 30, ayat 4.
Kesimpulannya adalah, waqof (berhenti) dengan sengaja pada 17 tempat yang diharamkan waqof sebagaimana yang tertera pada kitab “Risalatul qurro’ wal huffadz fii ghoriibil qirooati wal alfaadz” karya KH. Abdulloh Umar, adalah haram istilahiyy (ﺣﺮﺍﻡ ﺍﺻﻄﻼﺣﻲ) yang berarti tidak berdosa. Sebab pada dasarnya tidak ada waqof yang haram syar’i (ﺣﺮﺍﻡ ﺷﺮعى) dalam artian berdosa, selagi tidak ada maksud- maksud tertentu yang dapat mengakibatkan haram dan bahkan dihukumi kafir.
Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.