darulmaarif.net – Indramayu, 08 Desember 2022 | 08.00 WIB
![](https://darulmaarif.net/wp-content/uploads/2022/12/ilustrasi-bom-696x435-1.jpg)
Aksi bom bunuh diri terjadi di Polsek Astanaanyar Bandung, pada rabu (07/12/2022). Pelakunya adalah mantan narapidana terorisme bernama Agus Sudjadno alias Agus Muslim.
Mengutip laman berita bbc.com, menurut polisi setempat, Agus terafiliasi dengan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Bandung atau Jawa Barat. Listyo mengklaim, setelah Agus dibebaskan, polisi tetap “mengikuti” yang bersangkutan.
Kapolda Jawa Barat, Irjen Polisi Suntana, memastikan ledakan bom bunuh diri di kantor Polsek Astanaanyar, Bandung, mengakibatkan dua orang meninggal dunia. Selain terduga pelaku bom bunuh diri yang tewas, satu orang lainnya yang meninggal adalah anggota polisi.
Lantas, bagaimanakah pandangan Islam mengenai aksi bom bunuh diri bagi sebagian kelompok aliran yang mengklaim sebagai aksi jihad fii sabilillah?
Seseorang pasti mengalami yang namanya masalah di dunia. Masalah-masalah itu ada kalanya ringan adakalanya berat. Setiap orang yang memiliki iman yang kokoh tentu akan menyikapi permasalahan dalam hidupnya dengan tenang, mencari solusi yang baik sesuai ajaran syariat Islam yang benar. Namun, bagi sebagian orang yang memiliki wawasan agama yang dangkal, atau setengah matang dan tidak berusaha mencari solusinya dengan bertanya kepada yang ahlinya, seringkali menanggapi problem dalam kehidupannya dengan cara yang keliru.
Salah satunya adalah dengan melakukan tindakan bom bunuh diri yang dianggap sebagai solusi dari permasalahan hidup yang sedang menghimpit nya.
Tindakan bom bunuh diri yang dilakukan oleh Agus Sudjadno laias Agus Muslim di Polsek Astanaanyar Bandung tidak serta merta menyelesaikan masalah. Justru malah menambah masalah. Bagaimana nasib anak istri dan keluarganya, polisi yang terbunuh akibat ulahnya, dan kericuhan yang terjadi pasca peledakan. Dan jelas bom bunuh diri dosa besar dan dilarang dalam Islam.
Sedangkan dosa orang yang melakukan bunuh diri lebih besar dibandingkan membunuh orang lain, sebagaimana yang kami pahami dari keterangan yang terdapat dalam kitab Al-Mawsu’atul Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah:
إِنَّ مَنْ قَتَل نَفْسَهُ كَانَ إِثْمُهُ أَكْثَرَ مِمَّنْ قَتَل غَيْرَهُ
Sungguh orang yang melakukan bunuh diri dosanya lebih besar dibanding orang yang membunuh orang lain, (Lihat Al-Mawsu’atul Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Kuwait-Darus Salasil, juz III, halaman 239).
مَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِحَدِيدَةٍ فَحَدِيدَتُهُ فِي يَدِهِ يَتَوَجَّأُ بِهَا فِي بَطْنِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا وَمَنْ شَرِبَ سَمًّا فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَهُوَ يَتَحَسَّاهُ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا وَمَنْ تَرَدَّى مِنْ جَبَلٍ فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَهُوَ يَتَرَدَّى فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا
Artinya: Siapa yang bunuh diri dengan besi, maka besi yang tergenggam di tangannya akan selalu ia arahkan untuk menikam perutnya dalam neraka Jahanam secara terus-menerus dan ia kekal di dalamnya. Barangsiapa yang bunuh diri dengan cara meminum racun maka ia akan selalu menghirupnya di neraka Jahannam dan ia kekal di dalamnya. Siapa yang bunuh diri dengan cara terjun dari atas gunung, maka ia akan selalu terjun ke neraka Jahanam dan dia kekal di dalamnya. (HR Muslim).
Secara tekstual, hadits di atas jelas menyatakan bahwa orang yang mati karena melakukan bunuh diri akan masuk neraka dan kekal di dalamnya. Hal ini sebagai balasan atas tindakan bodohnya. Tetapi apakah maksud hadits ini sesuai dengan makna tersuratnya atau tekstualisnya?
Pertama, bahwa maksud dari ia (orang yang mati karena bunuh diri) kekal di dalam neraka adalah apabila ia menganggap bahwa melakukan tindakan bunuh diri tersebut adalah halal padahal ia tahu bahwa bunuh diri itu adalah haram. Karena itu maka tindakan menganggap halal bunuh diri menyebabkan ia menjadi kafir.
وَأَمَّا قَوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَهُوَ فِى نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا فَقِيلَ فِيهِ أَقْوَالُ أَحَدِهَا أَنَّهُ مَحْمُولٌ عَلَى مَنْ فَعَلَ ذَلِكَ مُسْتَحِلًّا مَعَ عِلْمِهِ بِالتَّحْرِيمِ فَهَذَا كَافِرٌ وَهَذِهِ عُقُوبَتُهُ.
Kedua, menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kekal di dalam neraka adalah ia menghuni neraka dalam waktu yang cukup lama dan panjang. Pandangan ini mengandaikan bahwa ia kekal di neraka bukan diartikan secara hakiki sebagai kekal selamanya di neraka, tetapi dalam pengertian yang bersifat majazi. Hal ini seperti pernyataan, ‘khalladallahu mulkas sulthan’, (Semoga Allah kekalkan kekuasaan sultan).
وَالثَّانِىُّ أَنَّ الْمُرَادَ بِالْخُلُودِ طُولُ الْمُدَّةِ وَالْاِقَامَةُ الْمُتَطَاوَلَةُ لَا حَقِيقَةَ الدَّوَامِ كَمَا يُقَالُ خَلَّدَ اللهُ مُلْكَ السُّلْطَانِ.
Ketiga, menyatakan bahwa kekekalan di dalam neraka adalah sebagai balasan bagi orang yang mati karena bunuh diri, tetapi Allah SWT bermurah hati sehingga kemudian memberi tahu bahwa orang yang mati dalam keadaan sebagai muslim tidak kekal di dalam neraka.
وَالثَّالِثُ أَنَّ هَذَا جَزَاؤُهُ وَلَكِنْ تَكَرَّم سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى فَأَخْبَرَ أَنَّهُ لَا يَخْلُدُ فِى النَّارِ مَنْ مَاتَ مُسْلِمًا
(Lihat Muhyiddin Syaraf an-Nawawi, Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim bin al-Hajjaj, juz II, halaman 125).
Dari ketiga pandangan tersebut, kesimpulannya adalah selama orang yang bunuh diri tersebut masih sebagai orang muslim maka ia tidak kekal di neraka, tetapi kendati demikian ia akan mendekam dalam neraka dalam waktu yang sangat panjang.
Lain halnya, apabila ia melakukan bunuh dirinya karena menghalalkannya padahal ia tahu bahwa hal itu diharamkan maka ia kekal di dalam neraka.
Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.