darulmaarif.net – Indramayu, 20 Agustus 2024 | 10.00 WIB
“Sesungguhnya Alloh menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”. (QS. Al-Baqoroh Ayat 222)
Ayat diatas mencerminkan sifat welas asih Alloh Swt kepada hamba-Nha yang mau bertaubat, kembali kepada-Nya dengan sebenar-benarnya tempat kembali.
Sebab, manusia merupakan tempatnya salah dan khilaf. Betapa banyak mungkin di antara kita yang tak sadar dan merasa paripurna dari salah dan khilaf. Padahal, salah dan khilaf itu bagian dari fitrah kita sebagai manusia. Itulah sebabnya harus ada proses penyadaran akan fitrah tersebut (salah dan khilaf). Rosululloh saw. menyadarkan kita akan salah satu fitrah manusia dalam hadis riwayat at-Tirmidzi, sabdanya:
كُلُّ بَنِى آدَمَ خَطَّاءٌ، وَ خَيْرَالخَّطَّائِيْنَ التَّوَّابِيْنَ
“Setiap anak Adam itu bersalah dan sebaik-baiknya manusia bersalah itu adalah manusia yang bertaubat.” (H.R. at-Tirmidzi)
Manusia beriman harus menjadi manusia yang sadar akan fitrah salah dan lupa. Manusia demikian akan senantiasa membersihkan salahnya agar tidak berbuah dosa dan malapetaka di saat dunia binasa. Pembersihan tersebut dikenal dengan istilah taubat.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَىٰ رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ…
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Alloh dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabb-mu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu…” (Q.S. at-Tahrim [66]: 8)
Taubat merupakan proses yang disediakan Allah bagi mereka yang sadar akan kesalahan dan kekhilafannya. Menurut Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, “Taubat nasuha, yaitu taubat yang jujur, yang didasari atas tekad yang kuat, yang menghapus kejelekan-kejelekan di masa silam, yang menghimpun dan mengentaskan pelakunya dari kehinaan”. Manusia yang mengambil jalan taubat akan menjadi manusia yang dicintai dan disenangi Allah Swt. Dari Ibnu ‘Abbas R.a., Nabi Saw. bersabda, “Alloh lebih senang pada taubatnya seorang hamba yang bertaubat melebihi senangnya orang haus yang menemukan air, atau orang mandul yang memiliki anak, atau senangnya orang yang kehilangan barang lalu menemukannya. Maka, barang siapa yang bertaubat kepada Alloh dengan taubat nasuha, Alloh akan membuat lupa para malaikat yang menjaganya, anggota tubuhnya, serta bumi yang dipijaknya atas dosa dan kesalahan yang telah dia lakukan”.
Alloh membuka jalan taubat bukan hanya bagi kaum beriman menuju kesucian. Akan tetapi, taubat pun diperuntukkan bagi mereka yang kufur dan musyrik menuju iman dan tauhid. Sebagaimana firman Alloh Swt.:
فَإِذَا انْسَلَخَ الْأَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ وَخُذُوهُمْ وَاحْصُرُوهُمْ وَاقْعُدُوا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ ۚ فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَخَلُّوا سَبِيلَهُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya: “Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu di mana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. at-Taubah [9]: 5)
Cara-cara Bertobat Syekh Ibnu ‘Athoillah as-Sakandary dalam kitab Tajul Arus menjelaskan tentang dua cara bertobat yang bisa ditempuh seorang hamba, yaitu:
Al-Muhasabah (intropeksi)
Maksudnya, orang yang ingin betobat harus tidak lepas dari introspeksi. Caranya, selalu berpikir sepanjang umurnya,
jika waktu pagi datang, maka berpikirlah perihal apa yang akan dilakukan olehnya pada malam hari.
Jika menemukan pekerjaan taat, maka bersyukurlah pada Alloh, dan jika menemukan pekerjaan maksiat, maka istighfarlah kepada-Nya dan segera bertobat.
Tidak cukup dengan itu, ia harus mencela dirinya atas maksiat yang diperbuat. Karena, tidak ada cara paling ampuh dalam bertobat selain mencela diri sendiri ketika melakukan kesalahan.
Jika tips ini dilakukan, maka Alloh akan memberikan kemuliaan, sebagaimana yang disampaikan oleh Syekh Ibnu ‘Athoillah, yaitu:
فان فعلت ذلك أبدلك الله بالحزن فرحا، وبالذل عزا، وبالظلمة نورا، وبالحجاب كشفا
Artinya: “Jika tips di atas dilakukan, maka Allah akan menggantikan kesedihan dengan bahagia, hina dengan mulia, gelap dengan cahaya, dan kondisi terhalang (dari Allah) dengan terbuka (mengenal Alloh)” (Syekh Ibnu ‘Athoillah as-Sakandari, Farhatun Nufus bi Syarhi Tajul Arus, [Beirut: Dar al-Kutub 2015], h. 17).
Tidak cukup dengan itu, seorang hamba harus merasa bahwa dirinya selalu ada dalam pengawasan Alloh ‘Azza wa Jalla.
Dengannya, tidak akan melakukan pekerjaan yang berujung dosa, bahkan tidak melakukan pekerjaan dengan tujuan selain Alloh ‘Azza wa Jalla.
Dosa dalam diri manusia menjadi penyebab kegelapan hati yang selalu membekas. Maksiat bagaikan api, sedangkan dosa sebagai asapnya.
Jika asap api mengenai rumah, seindah apa pun rumahnya akan menjadi tidak elok dipandang dan tidak nyaman ditempati. Begitupun dengan manusia, sebersih apa pun dia dari kesalahan.
Jika maksiat sudah diperbuat olehnya, dan dosa menjadi konsekuensinya, maka Alloh tidak akan senang dengannya, sehingga ia akan semakin jauh dari Allah. Oleh karenanya, tidak ada cara lain selain membersihkan dosa dalam diri manusia kecuali dengan cara bertobat.
Al-Ittiba’ (mengikuti Rosululloh Saw)
Maksudnya, orang yang ingin bertobat harus tunduk patuh mengikuti Rosululloh dalam semua tindakannya, seperti pekerjaan, ucapan, dan ibadahnya.
Apalah arti sebagai umat baginda Nabi Muhammad Sawjika semua pekerjaan yang dilakukan justru tidak sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh Rosululloh Saw?
Seseorang tidak akan melakukan sesuatu yang tidak ada manfaatnya selama ia tunduk patuh dan mengikuti jejak langkah Rosululloh dalam kehidupannya sehari-hari. Ketentuan kedua ini begitu jelas, dalam Al-Qur’an Alloh memerintahkannya, yaitu:
قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ ۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Artinya, “Katakanlah (Nabi Muhammad), ‘Jika kamu mencintai Alloh, ikutilah aku, niscaya Alloh akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.’ Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Ali ‘Imran: 31)
Mengikuti jejak langkah yang dipraktikkan oleh Rosululloh, menunjukkan sebagai upaya menjadi bagian darinya. Berusaha menjadi bagian Rasulullah artinya berusaha untuk mendekatkan diri kepada Alloh ‘Azza Wa Jalla.
Begitupun sebaliknya, tidak mengikuti Rasulullah artinya tidak ingin menjadi bagian darinya, dan tentu juga ingin menjauh dari Alloh. Na’udzubillah.
Penjelasan tersebut mengingatkan kita pada kisah yang terjadi beberapa abad yang lalu, tepatnya ketika peristiwa perang Khondaq, yaitu pengakuan Rosululloh Saw pada sahabat Salman al-Farisi yang dinyatakan sebagai keluarganya.
Dalam haditsnya, secara jelas Rasululloh Saw bersabda:
سلمان منا أهل البيت
Artinya, “Salman merupakan bagian dari kita, sebagai keluarga.” (Imam Suyuthi, Jam’ul Jawami’, juz 1, h. 1334)
Sebagaimana diketahui, sahabat Salman bukanlah keturunan Rasulullah, bahkan tidak termasuk dari golongan suku Quraisy.
Ia hanyalah pendatang dari kota Persia untuk masuk Islam. Betapapun demikian, sikap tunduk patuh dan mengikuti semua tingkah laku Rasulullah menjadikan orang Persia itu bagian darinya, bahkan dianggap sebagai keluarganya.
Jika tunduk patuh dalam mengikuti langkah Rosululloh bisa dianggap sebagai bagian darinya, tentu mereka yang tidak mengikuti tidak bisa dianggap sebagai bagiannya.
Hal ini tergambar secara jelas dalam kisah Nabi Nuh ‘alaihissalam, ketika menganggap anaknya sebagai bagian darinya. Lantas, Alloh berfirman kepadanya:
قَالَ يَا نُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ
Artinya, “Dia (Allah) berfirman, ‘Wahai Nuh! Sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu, karena perbuatannya sungguh tidak baik.” (QS Hud: 46).
Dua peristiwa di atas menjadi sebuah bukti bahwa tidak ada cara yang lebih baik untuk mendapatkan ampunan dari Alloh Swt ketika bertobat selain mengikuti jejak Rosululloh Saw.
Dengan demikian, apabila kamu diberi anugerah untuk kembali bertaubat, itu menunjukkan kamu dicintai oleh Alloh. Karena Alloh ‘Azza wa Jalla telah berfirman:
اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ
Artinya: “Sesungguhnya Alloh menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”. (QS. Al-Baqoroh Ayat 222)
Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.