darulmaarif.net – Indramayu, 20 Juli 2024 | 01.00 WIB
Dalam sejarah peradaban Islam, Iblis merupakan tokoh antagonis utama yang berperan sebagai bapak Narsisme paling awal. Kisahnya bermula saat Alloh Swt menciptakan Nabi Adam ‘Alaihissalam dari saripati tanah, kemudian Alloh Swt memerintahkan seluruh malaikat untuk bersujud (litahiyyat) kepada Nabi Adam ‘Alaihissalam.
Pada saat semua malaikat sujud, hanya Iblis lah yang tak mau sujud. Kisah pembangkangan Iblis ini pun diabadikan dalam Al-Qur’an sebagai berikut,
قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلَّا تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ ۖ قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِّنْهُ خَلَقْتَنِي مِن نَّارٍ وَخَلَقْتَهُ مِن طِينٍ
قَالَ فَاهْبِطْ مِنْهَا فَمَا يَكُونُ لَكَ أَن تَتَكَبَّرَ فِيهَا فَاخْرُجْ إِنَّكَ مِنَ الصَّاغِرِينَ
Artinya: “Alloh berfirman: “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?” Iblis pun menjawab: “Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan aku dari api sedang dia (Adam) Engkau ciptakan dari tanah”.
Alloh berfirman: “Turunlah kamu dari surga itu; karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya. Keluarlah! Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina”. (QS. Al-A’raf Ayat 12-13)
Apakah yang menghalangi iblis tidak mau bersujud ketika Alloh slmemerintahkan Iblis sujud kepada Nabi Adam? Iblis mengatakan bahwa dirinya lebih baik dan lebih hebat daripada Adam, di mana Alloh menciptakan Iblis dari api, sedangkan Adam ‘Alaihissalaam Alloh ciptakan dari tanah. Jawaban iblis tersebut menyebabkan dirinya dikeluarkan dari surga, tidak lain karena adanya sikap narsistik dan kesombongan dalam dirinya.
Kebanggaan Iblis atas dirinya sendiri inilah dalam pandangan psikologi modern semakna dengan narsisme. Narsisme merupakan gejala penyakit psikis yang menyebabkan seseorang akhirnya bersikap takabbur (sombong).
Narsistik atau Narcisstic Personality Disorder menurut buku Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM) adalah gangguan fungsi kepribadian (baik diri maupun hubungan interpersonal) dan ditandai dengan keberadaan sifat patologis dari kepribadian. Sedangkan dalam pandangan Islam, narsistik bisa disamakan dengan ujub atau bangga diri.
Kemudian, Imam Abu Hamid Muhammad Al-Ghozaly mengatakan bahwa ujub adalah kecintaan seseorang akan suatu karunia yang ada pada dirinya dan merasa memilikinya sendiri serta tidak menyadari bahwa karunia tersebut semata pemberian dari Alloh Swt.
Dalam kitab Hilyatul Auliya, Imam Abu Nu’aim Al-Ashbahani mencatat perkataan Imam Bisyr bin Haris Al-Hafi tentang ujub sebagai berikut,
حدثنا إبراهيم بن عبد الله، ثنا محمد بن إسحاق، ثنا محمد بن المثنى، قال سمعت بشر بن الحارث يقول: “العجب أن تستكثر عملك وتستقل عمل الناس أو عمل غيرك.”
Artinya: “Ibrahim bin Abdullah bercerita kepada kami, Muhammad bin Ishaq bercerita kepada kami, Muhammad bin Al-Mutsanna bercerita, ia berkata: “Aku mendengar Bisyr bin Al-Harits (Al-Hafi) berkata: “Ujub adalah kau anggap banyak amalmu dan kau anggap sedikit amal manusia atau amal selainmu.” (Imam Abu Nu’aim Al-Ashbahani, Hilyatul Auliya wa Thabaotul Ashfiya, [Beirut, Darul Fikr], juz VIII, halaman 49).
Dari penjelasan diatas, dapat dipahami bahwa baik narsistik, ujub atau sombong adalah perilaku yang sama-sama tercela dan tidak disukai oleh Alloh. Karena, jika seseorang memiliki sifat ujub, biasanya mereka akan menganggap orang lain lebih rendah darinya. Ini tidak bisa dibenarkan dalam Islam karena semata-mata semua karunia adalah pemberian Alloh Swt.
Sudah menjadi sikap bagi seorang Mukmin untuk selalu bersikap rendah hati. Seorang Mukmin sudah seharusnya sadar bahwa semua yang ada di langit dan bumi termasuk karunia-karunia yang diberikan padanya adalah semata-mata dari Allah. Seperti disebutkan dalam penggalan surat Ali Imran,
وَلِلّٰهِ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِۗ وَاِلَى اللّٰهِ تُرْجَعُ الْاُمُوْرُ
Artinya: “Milik Alloh lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan hanya kepada Alloh segala urusan dikembalikan.” (QS. Ali Imran Ayat 109)
Maka dari itu, sangat tak patut bagi seorang Mukmin bahkan setiap manusia yang merupakan ciptaan-Nya berbangga diri melebihi ciptaan-Nya yang lain. Sifat ujub yang ada dalam diri akan membawanya pada jurang kebinasaan dan tergolong orang-orang yang merugi. Hal ini pun juga telah disebutkan oleh Rosululloh Saw dalam hadits,
ﺛَﻠَﺎﺙٌ ﻣُﻬْﻠِﻜَﺎﺕٌ : ﺷُﺢٌّ ﻣُﻄَﺎﻉٌ ﻭَﻫَﻮًﻯ ﻣُﺘَّﺒَﻊٌ ﻭَﺇِﻋْﺠَﺎﺏُ ﺍﻟْﻤَﺮْﺀِ ﺑِﻨَﻔْﺴِﻪِ
Artinya: “Tiga hal yang membawa pada jurang kebinasaan, 1) tamak lagi kikir, 2) mengikuti hawa nafsu (yang mengajak kejelekan), dan 3) ujub (takjub pada diri sendiri).” (HR. Imam Ath-Thobroni)
Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.