darulmaarif.net – Indramayu, 12 Juni 2023 | 09.00 WIB

Medsos dan teknologi telah banyak mengubah kehidupan manusia, termasuk dalam menyampaikan apa yang seseorang saksikan dan ketahui. Padahal tidak semua yang disaksikan dan diketahui harus disampaikan kepada semua orang. Termasuk apa yang ditanyakan oleh orang, tidak semuanya harus kita jawab karena hal tersebut justru berpeluang menunjukkan kebodohan dalam diri sendiri. Sebagaimana diungkapkan Ibnu ‘Athoillah as-Sakandary dalam kitabnya al-Hikam.
Syekh Ibnu ‘Ajibah rohimahulloh dalam kitab Iqhodzul Himam Lisyarhil Hikam, menyebutkan bahwa Imam Ibnu ‘Athoillah as-Sakandari Asy-Syadzili Al-Maliki rahimahullah (1250 – 1309 M) mengatakan:
مَنْ رَأَيْتَهُ مُجِيْبًا عَنْ كُلِّ مَا يُسْأَلُ وَمُعْبِرًاعَنْ كُلِّ مَا شَهِدَ وَذَاكِرًا لِكُلِّ مَا عَلِمَ فَاسْتَدَلَّ بِذَالِكَ عَلَى وَجُوْهِ جَهْلِهِ.
Artinya: “Saat kamu melihat ada orang yang menjawab semua pertanyaan, menggambarkan setiap yang dia lihat, dan menceritakan setiap yang dia ketahui, maka semua itu menunjukkan kebodohannya.”
Dari pesan diatas, ada tiga tanda kebodohan, yaitu: Pertama, mujiiban ‘an kulli maa suila. Tanda kebodohan bisa tampak dari mereka yang selalu menjawab setiap persoalan. Orang yang masuk kategori ini bisa juga dikatakan sebagai orang yang sombong. Pasalnya, ia merasa bisa menjawab segala hal dan sok tahu banyak hal.
Oleh karenanya, dia merasa malu kalau tidak bisa menjawab sebuah pertanyaan. Orang seperti ini pintar mengarang, menutupi ketidaktahuannya dengan jawaban jawaban yang menyesatkan.
Kedua, mu’abbiran ‘an kulli maa syahida. Tanda kebodohan juga terlihat dari orang yang senang menceritakan apa saja yang dilihatnya. Padahal, sesuatu yang dilihatnya, belum tentu pasti kebenarannya.
Ketiga, dzaakiran kulla maa ‘alima. Tanda kebodohan terdapat pada orang yang menyebutkan apa saja yang diketahuinya termasuk dalam kategori ini orang-orang yang banyak bicara. Ia tidak pandai memilah dan memilih mana yang harus diucapkan dan mana yang tidak.
Pun, jika ia menceritakan suatu kecacatan (kejelekan) orang lain, maka hal ini akan sangat berbahaya dan merupakan dosa besar. Kita tidak boleh menceritakan kejelekan orang lain karena itu merupakan rahasia Alloh Swt.
“Katakan yang engkau ketahui, tapi tidak semua yang diketahui boleh engkau katakan”, demikian sering kita dengar orang bijak berkata. Atau, teringat mahfudzot yang biasa dihafal para santri:
لكلّ مقام مقال ولكلّ مقال مقام
Artinya: “Setiap tempat ada ucapan yang sesuai dan untuk setiap ucapan ada tempat yang sesuai.”
Selain ketiga hal yang disebutkan oleh Ibnu ‘Athoillah as-Sakandary, termasuk tiga tanda kebodohan lainnya adalah mengagumi diri sendiri, banyak bicara dalam hal yang tidak bermanfaat dan melarang sesuatu namun melanggarnya. Sebagai bacaan lebih lanjut, hal ini bisa ditelaah dari ungkapan Abu Darda’ dalam kitab Jami’ Bayan al-‘Ilmi wa Fadhlih.
Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.