darulmaarif.net – Indramayu, 03 Agustus 2023 | 10.00 WIB
Masyarakat dan lingkungan sosial tidaklah bisa dipisahkan, sebagaimana kita ketahui bahwa manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lainnya. Dalam ilmu sosiologi dikemukakan bahwa manusia adalah mahluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri, manusia harus saling berkomunikasi dan berinteraksi langsung dengan sesama manusia lainnya.
Namun jika kita melihat realitas faktual yang ada, kehidupan sosial masyarakat saat ini, sepertinya istilah makhluk sosial yang berunsurkan interaksi dan komunikasi langsung mesti ditelaah dan dikaji ulang. Zaman dan teknologi telah merubah pola dan sistem kehidupan sosial masyarakat modern. Teknologi yang mengalami pertumbuhan yang sangat signifikan secara eksplisit memberi dampak yang sangat besar terhadap kehidupan sosial manusia masa kini.
Munculnya media sosial dan alat-alat komunikasi serba efektif dan efisien merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan lahirnya manusia-manusia individual dan egois. Orang cenderung melakukan hal-hal yang lebih pragmatis untuk berinteraksi sosial. Melakukan kontak sosial secara langsung diasumsikan sebagai sesuatu yang ribet, tidak memberi keuntungan, membuang waktu bahkan dikatakan ketinggalan zaman.
Sehingga, dengan adanya transformasi dan pergeseran hubungan sosial antar sesama menjadikan manusia adalah adanya saling mosi tidak percaya terhadap lingkungannya sendiri, bahkan dalam lingkup terdekat seperti keluarga, tetangga dan lingkungan kerja.
Bagi umat Islam, dampak buruk ini jika dibiarkan akan menjadi akhir dari peradaban homo sapien, manusia akan kehilangan rasa saling percaya diantara sesama, dan melahirkan kecenderungan untuk bersikap eksklusif terhadap diri sendiri yang semakin rentan terhadap kritik sosial serta bangunan epistemik untuk saling melengkapi kekurangan masing-masing.
Imam Ghozali, dalam kitabnya Bidayatul Hidayah mengatakan:
..المخالطة أفضل من العزلة
“Berinterkasi sosial itu lebih utama daripada menyendiri.”
Berinteraksi sosial, artinya berbaur bersama manusia lain dalam menjalin pergaulan diantara sesama. Meski kadang, dalam sebuah pergaulan ada saja batu sandungan yang membuat kita sakit hati, kecewa, marah dan lain sebagainya. Tidak masalah, selagi kita punya back up keimanan dan keteguhan mental untuk terus berupaya fokus bahwa nilai perbuatan kita semata tidak hanya berhenti pada pendapat (komentar) manusia, tapi lebih tinggi lagi semata karena istiqomah bersama Alloh, sesulit apapun keadaan dan kenyataan yang sedang dihadapi dalam proses kehidupan ini. Kesadaran umat Islam harus berkembang ke kesadaran murni tauhid, berupaya untuk terus mensucikan hati dengan laku spiritual tasawuf agar dalam interaksi sosial kita tidak mudah patah semangat dan mudah remuk hatinya.
Dalam kitab Ayyuhal Walad, Imam Abu Hamid Muhammad Al-Ghozali juga memberikan nasihat dalam rangka tetap memenuhi tugas manusia sebagai makhluk sosial, sekaligus memback up diri terhadap berbagai kemungkinan buruk yang akan diterima dalam proses hubungan sosial tersebut.
ثُمَّ اعْلَمْ أَنَّ التَّصَوُّفَ لَهُ خَصْلَتَانِ: اَلْاِسْتِقَامَةُ مَعَ اللهِ تَعَالَى، وَالسُّكُوْنُ عَنِ الْخَلْقِ، فَمَنْ اسْتَقَامَ مَعَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَأَحْسَنَ خُلُقُهُ بِالنَّاسِ وَعَامَلَهُمْ بِالْحِلْمِ فَهُوَ “صُوْفِيٌّ”.
“Ketahuilah bahwasanya tasawuf memiliki dua pekerti: 1. Istiqomah bersama Alloh Ta’ala, 2. Tenang menghadapi orang-orang.
Barang siapa yang istiqomah bersama Alloh ‘Azza wa Jalla, baik budi pakertinya terhadap sesama manusia dan mempergauli mereka dengan lemah lembut, maka ia adalah seorang shufi.”
وَالْاِسْتِقَامَةُ أَنْ يَفْدِيَ حَظَّ نَفْسِهِ عَلَى أَمْرِ اللهِ تَعَالَى.
وَحُسْنُ الْخُلُقِ مَعَ النَّاسِ: أَلَّا تَحْمِلَ النَّاسَ عَلَى مُرَاِد نَفْسِكَ، بَلْ تَحْمِلَ نَفْسَكَ عَلَى مُرَادِهِمْ مَا لَمْ يُخَالِفُوا الشَّرْعَ.
“Dan istiqomah ialah mengalahkan kepantingan diri sendiri demi menjalankan perintah Alloh Ta’ala. Sedangkan berakhlak mulia terhadap sesama manusia ialah kamu tidak membebani orang lain demi memenuhi keinginanmu sendiri, bahkan kamu rela menanggung beban demi memenuhi keinginan orang lain selama tidak bertentangan dengan hukum syara’.”
ثُمَّ إِنَّكَ سَأَلْتَنِي عَنِ الْعُبُوْدِيَّةِ؟،
“Kemudian kamu bertanya kepadaku tentang ‘ubudiyyah (penghambaan diri kepada Alloh Ta’ala)?.
:وَهِيَ ثَلَاثَةُ أَشْيَاءَ
أَحَدُهَا: مُحَافَظَةُ أَمْرِ الشَّرْعِ.
.وَثَانِيْهَا: الرِّضَاءُ بِالْقَضَاءِ وَالْقَدَرِ وَقِسْمَةِ اللهِ تَعَالَى
.وَثَالِثُهَا: تَرْكُ رِضَاءِ نَفْسِكَ فِي طَلَبِ رِضَاءِ اللهِ تَعَالَى
“‘Ubudiyyah ada tiga perkara: 1. Menjaga perintah syara’ (syari’at Islam), 2. Ridlo dengan qodlo’ dan qodar serta ridlo dengan pembagian dari Alloh Ta’ala. 3. Meninggalkan ridlo terhadap dirimu sendiri demi mencari ridlo Alloh Ta’ala.”
وَسَأَلْتَنِي عَنِ التَّوَكُّلِ؟
“Kamu bertanya kepadaku tentang tawakkal?,
وَهُوَ أَنْ تَسْتَحْكِمَ اِعْتِقَادَكَ بِاللهِ تَعَالَى فِيْمَا وَعَدَ، يَعْنِي تَعْتَقِدُ أَنَّ مَا قُدِّرَ لَكَ سَيَصِلُ إِلَيْكَ لَا مَحَالَةَ وَإِنِ اجْتَهَدَ كُلُّ مَنْ فِي الْعَالَمِ عَلَى صَرْفِهِ عَنْكَ، وَمَا لَمْ يَكْتُبْ لَكَ لَنْ يَصِلَ إِلَيْكَ، وَإِنْ سَاعَدَكَ جَمِيْعُ الْعَالَمِ
“Tawakkal ialah: Memperkuat keyakinanmu kepada Alloh Ta’ala perihal apa yang telah dijanjikan. Artinya kamu yakin bahwa apapun yang telah ditentukan untukmu pasti akan sampai kepadamu walaupun semua orang yang ada di alam semesta ini berusaha menghalanginya untuk sampai kepadamu. Dan kamu yakin bahwa apapun yang tidak ditentukan untukmu pasti tidak akan sampai kepadamu walaupun semua orang yang ada di alam semesta ini membantumu.”
Dengan nasihat-nasihat yang telah disebutkan diatas, semoga kita tetap menjadi manusia tangguh yang tidak mudah menyerah dalam berjuang, dan terus membersamai manusia lain dalam rangka tetap menjaga ukhuwah basyariyyah (persaudaraan sesama manusia), ukhuwah islamiyyah (persaudaraan sesama umat Islam), dan ukhuwah wathoniyyah (persaudaraan sesama anak bangsa Indonesia).
Menjaga hati agar tetap husnudzon kepada manusia lain di akhir zaman ini adalah perkara yang paling berat dan sulit. Dampak buruk media sosial acapkali membuat kita kehilangan kepercayaan kepada orang lain, dan berubah menjadi pribadi tertutup yang berusaha mengeskalasi kepentingan pribadi diatas semua kepentingan bersama.
Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.