Keutamaan Sosok Ibu Dalam Pandangan Islam

darulmaarif.net – Indramayu, 22 Desember 2022 | 08.00 WIB

“Bu, engkau lah satu-satunya madrasah tanpa papan nama. Yang rela memberi tanpa pernah menepuk dada.”

Pada tiap tanggal 22 Desember, seluruh masyarakat Indonesia kompak memperingati Hari Ibu. Ini merupakan momentum yang spesial untuk mengapresiasi jasa seorang ibu yang telah bersusah payah melahirkan dan membesarkan anak-anaknya.

Kata-kata atau ungkapan tersebut biasanya diunggah di media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter, Tik-tok dan lain-lain. Tidak hanya Indonesia, negara lain seperti Inggris, Irlandia, Meksiko, dan Jepang juga turut merayakan Hari Ibu setiap tahunnya.

Lantas, bagaimana Islam memandang sosok Ibu?

Ibu adalah sosok yang sangat istimewa dan tiada duanya bagi setiap anak yang lahir ke dunia. Ibu juga merupakan seseorang yang tempatnya tak akan pernah bisa digantikan siapapun itu, bahkan oleh istri sekalipun. Sejauh apapun kita pergi melangkah, baik itu untuk menuntut ilmu, berbakti pada suami atau kerja, ibu tetap menjadi rumah, tempat anak kembali pulang.

Keutamaan derajat sorang ibu telah disabdakan baginda Nabi Saw:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ. ( رواه البخاري والمسلم)

Artinya : “Dari Abu Hurairoh r.a, beliau berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Imam Bukhori dan Muslim)

Ibu juga adalah sosok manusia yang memperoleh penghargaan utama dibandingkan ayah. Ketika Nabi ditanya seorang sahabatnya:

من أحق الناس بحسن صحابتي؟ قال: أمك، قال ثم من ؟ قال: أمك ، قال ثم من ؟ قال: أمك، قال ثم من ؟ قال : أبوك. (رواه البخارى ومسلم)

“Siapakah orang yang paling utama mendapat perlakuan yang baik?. Nabi menjawab: “Ibumu”. Sesudah itu?. Nabi mengatakan : “bumu”, lalu setelah itu?. Nabi sekali lagi menegaskan: “Ibumu”. Kemudian?. Nabi mengatakan: “ayahmu”. (HR. Imam Bukhori dan Muslim)

Dalam hadits lain baginda Nabi Muhammad Saw berkata:

أَعْظَمُ النَّاسِ حَقّاً عَلَى الْمَرْأَةِ زَوْجُهَا وَأَعْظَمُ النَّاسِ حَقّاً عَلَى الرَّجُلِ أُمُّهُ.

Artinya: “Orang yang paling agung haknya terhadap seorang perempuan adalah suaminya, sedangkan orang yang paling agung haknya terhadap seorang laki-laki adalah ibunya.” (HR. Imam Al-Hakim).

Pengorbanan ibu untuk kita sungguhlah luar biasa. Bahkan sebesar apapun pengorbanan yang kita lakukan untuk ibu, itu tidak ada bandingannya dengan pengorbanan seorang ibu kepada anak-anaknya. Ibu adalah tempat kita bersandar di saat kita lagi terpuruk dalam menjalani hidup ini. Tapi terkadang di saat kita mendapat kebahagiaan, kita lupa berbagi dengan ibu.

Memperlakukan ibu dengan baik adalah satu hal yang dianjurkan dalam Islam. Jika banyak cara utuk bisa membahagiakan ibu, mengapa memilih jalan untuk durhaka kepadanya? Pahala yang disiapkan Alloh untuk seorang anak yang membahagiakan ibunya begitu istimewa. Dalam kitab Athoyyibul Jana dikisahkan:

قال هشام بن حسان: قلت للحسن : أني أتعلم القرأن, وإن أمي تنظرني بالعشاء, قال حسن: تعش العشاء مع أمك تقر به عينها أحب إلي من حجة تحجها تطوعا

“Hisyam bertanya kepada Hasan Al Bashri, “aku sedang belajar Al Quran, sedang ibuku sedang menungguku untuk makan malam. (apakah aku harus berhenti atau meneruskannya?)”, beliau menjawab “makan malamlah bersama ibumu. Sesungguhnya membahagiakan hati ibumu itu lebih utama daripada haji yang sunnah.”

Membuat ibu bahagia, hal itu menjadi harapan dan impian hampir semua anak, hanya anak durhaka yang tak punya cita-cita demikian. Mungkin kita memang belum jadi anak yang sepenuhnya berbakti dan sempurna di mata ibu. Tapi kita rela untuk melakukan berbagai hal dan membuatnya bahagia untuk membuat ibu terus merasa nyaman. Membahagiakan ibu tak harus dengan materi, bahkan kita tak perlu menunggu kaya untuk membahagiakan kedua orang tua kita.

Begitu banyak dalil bertebaran mengenai kemuliaan dan keutamaan sosok ibu. Agama Islam memberikan petunjuk dan perintah kepada kita untuk senantiasa memuliakan ibu. Janganlah sekali-kali menyakiti hatinya. Dan jangan kau gunakan kefasihan bicaramu untuk mendebat ibu, sementara ia adalah sosok yang pertama kali mengajarimu berbicara, sebelum kau kenal bangku-bangku sekolah, madrasah, pesantren, kampus-kampus kuliah, dan lain sebagainya.

Imam al-Ghozali menyampaikan senandung yang indah tentang ibu:

إن ربت البيت روح ينفث الهناءة والمودة فى جنباته ويعين على تكوين انسان سوى طيب.

“Ibu adalah semilir angin sejuk yang menghembuskan nafas kedamaian dan kasih sayang ke seluruh ruang kehidupan. Dan ia sangat berpengaruh dalam pembentukan manusia yang baik”. (Abu Hamid Muhammad al-Ghozali, As-Sunnah an-Baina ahlil-Fiqh wa ahlil-Hadits, Darus-Syuruq, Beirut, 1988, hlm.125)

Renungan:

Dalam kitab-kitab Siroh Nabawiyyah diceritakan, baginda Nabi Muhammad kecil yang masih berusia lima tahun, sepanjang jalan dari Makkah-Madinah, ditemani panasnya padang-pasir beliau menggandeng erat tangan mulia sayyidah Aminah, ibundanya untuk menemainya ziaroh ke makam cicitnya. Namun, pada saat perjalanan pulang, masih setengah perjalanan sayyidah Aminah mengalami sakit yang begitu keras, sehingga di daerah Abwa (antara Makkah-Madinah) memutuskan untuk beristirahat.

Dalam Kitab al-Khoshoishil-Kubro karangan Imam as-Suyuthi, pada detik-detik saat sayyidah Aminah dalam keadaan sakit menjelang wafat dipangkuan Nabi, sedang baginda Nabi Muhammad Saw yang saat itu masih anak-anak dan tumbuh kembang dengan usia lima tahun berada di dekat kepalanya. sepercik pesan ibunda baginda Nabi kepada satu-satunya putra kinasihnya berkata:

كُلُّ حَيٍّ مَيِّتٌ وَكُلُّ جَدِيْدٍ بَالٌ وَكُلُّ كَبِيْرٍ يَفْنَى وَأَنَا مَيِّتَةٌ وَذِكْرِيْ بَاقٍ وَقَدْ تَرَكْتُ خَيْرًا وَوَلَدْتُ طُهْرًا ثُمَّ مَاتَتْ

“Setiap yang hidup akan mati. Setiap yang baru akan lapuk. Dan setiap yang besar akan fana. Aku mati sedangkan namaku abadi. Telah kutinggalkan kebaikan dan kulahirkan kesucian.” Kemudian beliau wafat.

Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.