Hikmah Dibalik Perintah Menjalankan Ibadah Puasa

darulmaarif.net – Indramayu, 25 Maret 2024 | 22.00 WIB

Puasa Ramadhan, selain sebagai salah satu ibadah yang diwajibkan kepada umat Islam, ternyata mengandung banyak sekali hikmah didalamnya. Bagi sebagian besar orang, tentu saja hikmah disyariatkannya ibadah puasa tidak bisa kita pahami secara total, mengingat atas keterbatasan kita sebagai manusia biasa.

Hakikatnya, ada banyak sekali riwayat yang menjelaskan tentang keutamaan dan
manfaat dari puasa, baik berupa hadits atau perkataan orang-orang bijak. Jika ada kaidah berbunyi, “Segala sesuatu yang tak bisa diraih semuanya, jangan ditinggalkan semuanya”, salah satunya disebutkan salah satu hadits Rosululloh Saw terkait hikmah ibadah puasa:

من جاع بطنه عظمت فكرته وفطن قلبه

Artinya: “Siapa yang perutnya lapar, maka pikirannya akan mulia (agung) dan hatinya akan cerdas.”

Selain itu, dalam kitab Hikmatut Tasyri’ wa Falsafatuhu hal. 132-135, cetakan Darul Fikr, Beirut-Lebanon, t.t, karangan Syekh Ali Ahmad Al-Jurjawi, salah seorang Ulama Mesir abad 19 (1905-1956), menyebutkan bahwa ada 6 hikmah diwajibkannya berpuasa.

Pertama, bersyukur kepada Alloh Swt karena puasa merupakan ibadah. Kami telah menjelaskan pada pembahasan yang lain bahwa ibadah secara mutlak adalah ekspresi rasa syukur seorang hamba kepada Tuhannya atas beragam nikmat yang tak terhingga,

وَإِن تَعُدُّوا۟ نِعْمَتَ ٱللَّهِ لَا تُحْصُوهَآ

Artinya: “Jika kamu menghitung nikmat Alloh, maka kamu tidak akan mampu
menghitungnya”. (QS. Ibrahim Ayat 34).

Kedua, sebagai bentuk pengajaran dari Alloh terkait bagaimana kita menjaga, menjalankan, tidak menyia-nyiakan, dan tidak menyepelekan sebuah amanah. Yaitu dengan memerintahkan kita untuk menahan diri dari makan, minum, dan hal-hal yang dapat membatalkan puasa selama siang hari. Semua itu merupakan
bentuk amanah yang telah diberikan oleh Alloh kepada kita. Menjaga amanah tersebut menuntut kita untuk menahan banyak beban dan kesulitan sehingga dapat melelahkan jiwa dan raga.

Jika manusia dalam keadaan sendiri dan berada di tempat yang sepi, padahal dia dalam keadaan yang sangat lapar dan haus serta memiliki kesempatan untuk makan atau minum karena tak ada yang mengawasinya—dan nafsunya pun menggoda, “Makan dan minumlah, toh tidak ada yang mengawasimu” —lalu dia mengikuti godaan tersebut, maka dia telah mengkhianati amanah dari Alloh dan berhak mendapatkan siksa. Anda tentu tahu seberapa berat hukuman bagi pengkhianat di dunia dan akhirat.

Ketiga, berusaha ikhlas dalam beribadah. Hewan adalah makhluk Alloh yang hanya mementingkan makan, minum, bersetubuh dan berbagai kenikmatan lainnya. Jika manusia mampu mengekang nafsu hewaninya dari semua hal itu, kemudian dia membersihkan dan membebaskan dirinya dari sifat hewani tersebut, niscaya dia akan mendekat kepada sifat malaikat. Sehingga dalam kondisi semacam ini, dia akan menjalankan ibadahnya secara ikhlas
dan bebas dari noda keraguan. Anda juga tahu bahwa jika kaum bijak, filsuf, atau para ahli ibadah dan zuhud dari berbagai madzhab dan aliran hendak menulis suatu karya, maka mereka akan menahan untuk tidak banyak makan agar mereka dapat menjalankan apa yang mereka inginkan.

Keempat, menjaga kesehatan tubuh. Para dokter telah menyampaikan bahwa sebaiknya manusia tidak makan dengan rakus dan terlalu banyak, karena hal itu akan menimbulkan penyakit kronis sebagaimana disampaikan sebuah
riwayat,

المعدة بيت الداء والحميّة رأس الدواء واعط كلّ بدن ما عودته

Artinya: “Perut (lambung) adalah rumah penyakit dan menjaga makanan (diet) adalah obat yang top. Dan berilah setiap badan (tubuh) hal-hal yang familiar baginya”.

Sebagian para Hukama (kaum Bijak) menjelaskan,

من أكل كثيرا شرب كثيرا ومن نام كذلك كثيرا ومن كان كذلك ضاع عمره

Artinya: “Siapa yang banyak makan dan minum, niscaya dia akan banyak tidur. Siapa yang banyak tidur, niscaya dia akan menyia-nyiakan umurnya”.

Meskipun kami telah menemukan risalah (tulisan) dari para ulama mulia yang berpendapat bahwa riwayat tadi adalah hadits maudlu’ (palsu) dan hanya berasal dari perkataan para dokter Arab. Sayangnya, pendapat yang mereka sampaikan tersebut bertentangan dengan spirit ayat al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 13,

وكلوا واشربوا ولا تسرفوا إن الله لا يحب المسرفين

Artinya: “Makan dan minumlah kalian, namun jangan berlebihan. Sesungguhnya Alloh tidak mencintai orang-orang yang berlebihan (QS.al-A’raf Ayat 31).

Anda tahu bahwa seorang dokter yang hendak memberi obat kepada pasien, maka terlebih dahulu dia harus mengosongkan perutnya dari segala sesuatu, baru kemudian melakukan proses
pengobatan atau memberikan makanan atau minuman ringan seperti susu. Mengacu kepada hal itu, maka puasa dengan menahan makanan atau minuman dapat menyehatkan badan.

Kelima, mengekang hawa nafsu. Mengurangi syahwat jimak (seks) yang juga merupakan sifat hewani, di mana akan berat untuk menahannya. Jika ada manusia fakir yang tak mampu menikah tapi takut terjerumus melakukan zina, maka sebaiknya dia melemahkan syahwatnya dengan berpuasa sekaligus
menabung untuk keperluan menikah kelak. Rosululloh Saw bersabda,

يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج ومن لم يستطع فعليه بالصوم فإنه له وجاء.

Artinya: “Wahai para pemuda, siapa di antara kalian telah mampu untuk menikah, maka menikahlah. Dan siapa yang belum mampu, maka berpuasalah. Karena puasa dapat menjadi perisai (tameng) baginya.”

Keenam, tumbuhnya kasih sayang dan kepedulian terhadap sesama. Sesungguhnya jika manusia berpuasa dan merasakan pahitnya rasa lapar, niscaya dia akan memiliki simpati dan kasih sayang kepada orang-orang fakir dan miskin yang tak memiliki makanan pokok untuk memenuhi rasa laparnya yang kuat. Diriwayatkan bahwa baginda Nabi Yusuf ‘Alaihissalam tidak makan kecuali dalam kondisi sangat lapar agar bisa teringat dengan orang-orang yang menderita, susah, membutuhkan, dan terjepit.

Dari keterangan diatas, dapat disimpulkan bahwa hikmah dibalik perintah berpuasa di bulan Ramadhan atau bahkan ibadah puasa lainnya, selain bermanfaat bagi kesehatan secara fisik, hikmah puasa juga bisa menyehatkan manusia dari sisi psikis. Sebagaimana ungkapan-ungkapan para dokter Islam jaman dulu, ucapan para Ulama dan Hukama, maupun yang dapat kita temukan dari redaksi hadits-hadits baginda Nabi Muhammad Saw.

Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.