darulmaarif.net – Indramayu, 25 November 2022 | 08.00 WIB

Etika murid terhadap guru merupakan salah satu hal yang banyak diperdebatkan karena merupakan problema dalam dunia pendidikan. Dunia pendidikan dalam beberapa aspeknya tidak lepas dari adanya proses belajar mengajar yang meniscayakan adanya interaksi antara murid dan guru.
Salah satu kitab yang membahas tentang etika yang baik, terutama etika murid terhadap guru ialah kitab Ta’limul Muta’allim yang dianggit oleh Syaikh Burhanuddin az-Zarnuji. Kitab ini di tulis atas dasar perlunya mambahas tentang etika dalam mencari ilmu. Karena menuntut ilmu itu merupakan pekerjaan agama yang sangat penting sehingga orang yang mencarinya harus memperlihatkan etika-etika yang baik.
Metode dalam ta’lim (mengajar) bukan hanya dinamakan dalam aktivitas ceramah, diskusi, resitasi dan semacamnya yang tidak hanya mengedepankan pencapaian “kecerdasan intelektual” an sich sebagaimana sering dipahami di
zaman ini. Lebih jauh, metode ta’lim juga harus menyentuh aspek pencapaian “kecerdasan emosional yang religius”, sehingga dapat membangun watak perspektif ini, maka akhlak baik yang dimiliki oleh subyek didik termasuk bagian dari wacana metode.

Etika Murid terhadap Guru dalam kitab Ta’lim Muta’allim
Dijelaskan dalam kitab Ta’lim Muta’allim bagi setiap pelajar
sebaiknya mempunyai etika terhadap gurunya. Karena begitu tinggi penghargaan itu sehingga menerapkan kedudukan guru setingkat di bawah kedudukan para Nabi. Agar murid bisa memuliakan gurunya, maka sebaiknya seorang murid diperlukan internalisasi sikap wara’ (kehati-hatian) dalam beretika terhadap guru, sikap ini akan menjadikan ilmu yang didapat mempunyai berdaya guna lebih banyak (manfaat dan barokah).
Di antara sikap Wara’ adalah:
a. Menghindari rasa kenyang.
b. Menjaga diri dari dari kebanyakan tidur.
c. Menjaga diri agar tidak terlalu banyak bicara yang tidak bermanfaat.
d. Menjaga diri dari ghibah (memggunjing kejelekan orang lain).
e. Menjaga diri dari perkumpulan yang isinya hanya gurauan semata.
Perkumpulan semacam itu hanya akan mencuri umur, menyia-
nyiakan waktu.
f. Menjauhkan diri dari orang-orang yang suka berbuat kerusakan dan maksiat. Sebaiknya siswa hendaknya berdekat-dekat dengan orang-orang sholeh (pada bait lain, Az Zarnuji juga menyampaikan bahwa maksiat menghambat proses hafalan).
g. Rajin melaksanakan perbuata-perbuatan baik dan sunah-sunah Rasul.
h. Memperbanyak solat sebagaimana sholatnya orang-orang yang khusyuk.
i. Selalu membawa buku dalam setiap waktu untuk mencatat dan menganalisa.
Para siswa dinasehatkan dan dibekali dengan petunjuk, yang
terpenting di antaranya adalah:
a. Seorang murid harus membersihkan hatinya dan kotoran sebelum ia
menuntut ilmu, karena belajar merupakan ibadah dan tidak sah ibadah kecuali dengan hati yang bersih.
b. Hendaklah tujuan belajar itu ditujukan untuk menghiasi ruh dengan sifat keutamaan, mendekatkan diri kepada Alloh, dan bukan untuk bermegah-megahan dan mencari kedudukan.
c. Dinasehatkan agar para pelajar tabah dalam memperoleh ilmu pengetahuan.
Sesuai dengan itu pula al-Abdari pun menasehatkan
seorang murid agar jangan mengganggu guru dengan banyak pertanyaan bila ternyata bahwa ia tidak suka dengan hal demikian. Dalam kitab Ta’lim Muta’allim telah
dijelaskan bahwa seorang murid itu harus patuh kepada guru, dan dalam hal ini Az Azarnuji berkata, sebagian dari kewajiban para murid ialah jangan berjalan di depan guru, jagan duduk di tempat guru, dan jangan berbicara kecuali sesudah meminta ijin dari guru. Adapun sikap murid terhadap guru antara lain adalah penghormatan dan pengahargaan kepada ilmu dan ahlinya (guru). Az-Zarnuji tidak menjadikan keduanya analistik, sebagaimana ia juga tidak memisahkan antara intelektualitas pendidikan dan spiritualnya. Seorang murid tidak dibenarkan hanya menimba ilmu seseorang, tetapi hak yang
melekat padanya ditelantarkan. Pendidikan mempunyai dasar “hak atas karya intelektual” yang pantas dihargai dengan sikap pemuliaan dan penghargaan kepada sosok gurunya. Etika murid terhadap guru dalam perilaku taat pada perintah dan menjauhi larangan-Nya selama masih dalam koridor kepatuhan kepada Allah, bukan sebaliknya. Tampilan rinci lain lebih mengarah pada “budi pekerti” yang di masa sekarang perlu ditegakkan, tetapi berangsur luntur.
“Barang siapa berkeinginan anaknya menjadi ilmuan, maka
sebaiknya ia bersedia untuk merawat, memuliakan, memberi
sesuatu dan mengagungkan ahli”.
Dalam kitab Ta’lim Muta’allim menjelaskan bahwa
“Keberhasilan seseorang tergantung dari penghormatannya,
kegagalannya adalah karena meremehkannya (guru)”. Sesunguhnya bagi seorang murid yang baik, agar mendapatkan ilmu dari gurunya hendaknya mempunyai etika yang baik di setiap menerima, mendengarkan, mengerjakan apa yang disampaikan gurunya dan jangan sekali-kali sebaliknya (meremehkan guru).
Selanjutnya seorang murid juga harus bersikap rendah hati pada ilmu dan guru. Seorang murid juga harus mencari ridlo guru, harus menjauhi hal-hal yang menyebabkan ia murka, mematuhi perintahnya selagi tidak bertentangan dengan agama. Dengan cara demikian ia akan tercapai cita-citanya. Ia juga harus menjaga kerelaam gurunya. Ia jangan menggunjing gurunya. Dan jika ia tidak sanggup mencegahnya, maka sebaiknya ia harus menjauhi orang tersebut. Selanjutnya seorang murid hendaknya tidak memasuki ruangan kecuali setelah mendapat izinnya. Seorang murid tidak akan memperoleh ilmu dan tidak akan mengambil
manfaatnya, tanpa mau menghormati ilmu dan guru. Karena ada yang mengatakan bahwa orang-orang yang telah berhasil mereka ketika menuntut ilmu sangat menghoramati tiga hal tersebut. Dan orang-orang yang tidak berhasil dalam mnuntut ilmu, karena mereka tidak mau menghormati atau memuliakan ilmu dan gurunya. Karena ada yang mengatakan bahwa menghormati itu lebih baik daripada mentaati.
Az-Zarnuji juga mengatakan bila seorang murid lebih menghormati seorang guru itu menaikkan tingkat ketakwaan kepada Allah SWT sangat tinggi, ketinggian beretika terhadap guru, pada orang lain yang lebih tua, apalagi kepada Allah SWT dalam ketakwaannya semakin meningkat maka Allah akan mengangkat harkat dan martabatnya. sangatlah penting seorang murid menghormati, menghargai, rendah hati, dan tidak menyakiti hati gurunya. Hal ini ditegaskan agar murid nantinya benar-benar mendapat ilmu yang berguna serta bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain.
Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam