Debat Capres Bahas Stunting dan Gizi Buruk, Apa Kata Islam?

darulmaarif.net – Indramayu, 05 Februari 2024 | 08.00 WIB

Stunting dan gizi buruk jadi salah satu topik yang dibahas dalam debat kelima Pilpres 2024 di Jakarta Convention Center, Minggu (04/03/24).

Topik soal stunting dan gizi buruk dimulai saat calon presiden (capres) nomor urut 2 Prabowo Subianto bertanya pada capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo. Prabowo bertanya pendapat Ganjar mengenai program bagi-bagi makanan bergizi untuk mencegah stunting dan Gizi Buruk. Ganjar menilai bahwa stunting dan gizi buruk harus dimulai sejak ibu dalam usia kandungan.

Lalu, bagaimana tinjauan Islam mengenai stunting?

Apa itu Stunting?

Stunting adalah kondisi anak yang kekurangan asupan gizi dalam waktu yang cukup lama sehingga dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak terutama terlihat pada tinggi badan anak yang lebih pendek (kerdil) dibandingkan dengan anak sesusianya. Dengan kata lain, stunting adalah anak yang memiliki lebih pendek atau dibawah standar.

Mengutip laman Kementerian Kesehatan, stunting adalah permasalahan gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam rentang waktu lama.

Umumnya, stunting terjadi karena asupan makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Permasalahan stunting sendiri terjadi sejak dalam kandungan dan akan terlihat saat anak telah menginjak usia dua tahun.

Masyarakat Indonesia masih menganggap bahwa tinggi besarnya anak dipengaruhi oleh keturunan (genetika) padahal faktor ini lebih kecil dampaknya dibandingkan dengan kondisi lingkungan dan pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, hal ini dapat dicegah pada 1000 hari pertama kehidupan anak.

Mencegah Stunting itu Perintah Agama

Mencegah stunting adalah upaya menyelamatkan diri, keluarga, masyarakat, dan bangsa dari marabahaya (dloror). Hal ini sejalan dengan perintah Alloh dalam al-Qur’an, di mana Islam mengajarkan untuk tidak meninggalkan generasi yang lemah dan harus mempersiapkan generasi yang kuat.

Upaya mendorong percepatan penurunan stunting adalah langkah-langkah mulia untuk mengimplementasikan maqashidus syari’ah (tujuan-tujuan syari’at Islam), terutama hifdzun nafs (perlindungan jiwa), hifdzul ‘aql (perlindungan akal), dan hifdzyn nasl (perlindungan keturunan), sehingga menjadi bagian dari ibadah yang harus diamalkan dan didakwahkan kepada masyarakat.

Prinsip pencegahan stunting terdapat dalam al-Qur’an pada Surat an-Nisa’ ayat 9:

وَلْيَخْشَ ٱلَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا۟ مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَٰفًا خَافُوا۟ عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلْيَقُولُوا۟ قَوْلًا سَدِيدًا

Artinya: “Dan hendaklah takut kepada Alloh orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Alloh dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (Q.S. An-Nisa Ayat 9)

Bahkan sebelum itu, dalam surat terdapat pembahasan mengenai Air Susu Ibu (ASI). Yang mana, Air Susu Ibu menjadi pembahasan penting karena ASI merupakan asupan gizi yang pertama kali bayi dapatkan.

وَٱلْوَٰلِدَٰتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَٰدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ ٱلرَّضَاعَةَ ۚ وَعَلَى ٱلْمَوْلُودِ لَهُۥ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَآرَّ وَٰلِدَةٌۢ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَّهُۥ بِوَلَدِهِۦ ۚ وَعَلَى ٱلْوَارِثِ مِثْلُ ذَٰلِكَ ۗ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَن تَرَاضٍ مِّنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا ۗ وَإِنْ أَرَدتُّمْ أَن تَسْتَرْضِعُوٓا۟ أَوْلَٰدَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُم مَّآ ءَاتَيْتُم بِٱلْمَعْرُوفِ ۗ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Baqoroh Ayat 233)

Air susu ibu (ASI) adalah makanan utama dan terbaik bagi bayi yang tidak bisa digantikan oleh makanan lain. Hal itu dilakukan bagi yang ingin menyusui secara sempurna yaitu dua tahun. Apabila kurang dari dua tahun, dianjurkan setidaknya jumlah masa menyusui jika digabung dengan masa kehamilan tidak kurang dari tiga puluh bulan.

Selain menyikapi persoalan jangka waktu yang baik untuk menyusui anak, Islam juga menyikapi persoalan pola makanan yang baik dan gizi yang cukup. Islam telah secara jelas mengatur berkaitan konsep makanan yang halal dan tayyib (halal dan baik). Di dalam Qur’an Surat Al-Maidah Alloh berfirman:

وَكُلُوا۟ مِمَّا رَزَقَكُمُ ٱللَّهُ حَلَٰلًا طَيِّبًا ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ٱلَّذِىٓ أَنتُم بِهِۦ مُؤْمِنُونَ

Artinya: “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Alloh yang kamu beriman kepada-Nya.” (Q.S. Al-Maidah Ayat 88)

Konsep dan hakikat dari makanan halal yaitu makanan yang secara jelas mendapatkannya dan mengolahnya dengan cara yang benar menurut agama. Karena pada dasarnya sebuah makanan yang baik belum tentu halal, dan begitu juga dengan makanan yang halal belum tentu baik. Makanan yang agama Islam perbolehkan yaitu makanan halal dari segi hukumnya, dan halal secara zatnya. Semisal telur, buah-buahan, umbi-umbian, sayur-sayuran dan lain sebagainya. Serta halal dari segi cara mendapatkannya dengan usaha yang benar (tidak dari usaha yang haram).

Sementara dari konsep dan hakikat makanan yang thoyyib atau baik yaitu makanan yang dikonsumsi dapat memberikan manfaat serta kebaikan untuk memelihara serta meningkatkan kesehatan tubuh. Selain itu, makanan yang baik juga tidak membahayakan atau mendatangkan madlorot bagi kesehatan tubuh manusia. Dalam hal ini konteks thoyyib bersifat kondisional dan fleksibel sesuai dengan kebutuhan dan kecukupan asupan gizi yang setiap individu perlukan sesuai dengan kelompok jenis kelamin, usia, status kesehatan maupun faktor fisiologis lainnya.

Selain membahas makanan yang halal dan baik. Islam juga telah mengatur untuk memberikan kecukupan pada tubuh dalam mengonsumsi makanan. Dengan makna lain Islam sangat memberi perhatian khusus untuk tidak berlebihan dalam segala hal termasuk dalam mengosumsi makanan. Baginda Rosululloh Saw telah memberikan kiat-kiat sehat dalam menjaga dan mengatur pola makan yang benar sesuai ajaran Islam. Dalam hadits diterangkan sebagai berikut:

عن المِقْدَام بن مَعْدِي كَرِبَ رضي الله عنه قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: «ما مَلَأ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا من بطن، بِحَسْبِ ابن آدم أُكُلَاتٍ يُقِمْنَ صُلْبَه،ُ فإن كان لا مَحَالةَ، فَثُلُثٌ لطعامه، وثلث لشرابه، وثلث لِنَفَسِهِ» [صحيح] – [رواه الترمذي وابن ماجه وأحمد]

Artinya: “Dari Al-Miqdam bin Ma’dikarib -rodliyallohu ‘anhu, (secara marfu’) aku mendengar Rosulullou Saw bersabda, “Tidaklah manusia memenuhi wadah yang lebih buruk dari perutnya. Cukuplah bagi anak Adam itu beberapa suap yang dapat menegakkan tulang punggungnya. Jika memang harus melebihi itu, maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya dan sepertiga untuk nafasnya.” (H.R. Imam Tirmidzi, Ibnu Majah dan Imam Ahmad)

Bagian Nabi Saw membimbing kita kepada salah satu sumber medis, yaitu tindakan preventif yang dapat digunakan oleh manusia untuk memelihara kesehatannya, dan mencegah dampak buruk dari stunting dan gizi buruk. Yaitu sedikit makan. Bahkan makan sekadar untuk menjaga jiwa dan raganya serta menguatkannya dalam berbagai kerja (aktivitasnya) yang wajib. Sesungguhnya seburuk-buruk wadah yang diisi adalah perut, karena kenyang dapat menimbulkan berbagai penyakit mematikan yang tidak terhitung, cepat atau lambat, lahir dan batin.

Dengan demikian, stunting dan gizi buruk yang dibahas dalam debat capres kelima sebetulnya telah dibahas jauh-jauh Abad oleh Al-Qur’an dan Islam. Bagaimana Alloh menjelaskan konsep menyusui anak dan kesehatan yang baik menurut Islam, termasuk upaya pencegahan dini terhadap stunting dan gizi buruk yang dapat menimpa anak-anak kita dan generasi umat Islam yang akan datang.

Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.