darulmaarif.net – Indramayu, 02 Februari 2024 | 16.00 WIB
Hingar bingar jelang kontestasi politik 2024 sudah mulai terasa di awal tahun ini. Para calon pemimpin juga sudah mulai berkampanye menyampaikan visi misi, program, serta citra diri untuk memikat hati para calon pemilihnya.
Sebagai seorang muslim, keterlibatan kita dalam perhelatan akbar pesta demokrasi ini tentunya merupakan suatu keniscayaan. Demokrasi dalam Islam juga mencerminkan prinsip-prinsip kemanusiaan, persamaan derajat, serta keadilan sosial.
Teladan demokrasi Rosululloh Saw yang paling fenomenal adalah Piagam Madinah. Isinya sangat terbuka, berkeadilan dan menghargai keberagaman dan menjunjung kesetaraan. Betapa tidak, semua kelompok masyarakat memiliki aturan yang disepakati bersama. Demi menciptakan kerukunan hidup antar umat beragama dan masyarakat.
Namun demikian, pemilihan umum yang demokratis bagi sebagian orang ternyata dianggap sebagai suatu hal yang tak terlalu penting. Di antaranya bahkan memilih untuk bersikap apatis atau golput.
Lantas, bagaimana pandangan Islam kepada mereka yang memilih untuk bersikap golput tersebut?
Kewajiban Menjaga Keberlangsungan Pemimpin Umat
Secara konstitusional, kehadiran masyarakat untuk mencoblos kertas suara di TPS merupakan hak masyarakat. Tidak ada hukum positif yang menyebutkan sanksi bagi mereka yang tidak hadir di TPS.
Namun demikian, kita perlu memandang bahwa undangan pihak KPU agar masyarakat hadir di TPS merupakan sebuah keharusan yang bersifat darurat untuk menjaga keberlangsungan pemerintahan yang sah meski tidak ada sanksi secara konstitusional sebagaimana keterangan yang disampaikan Syekh Ibrahim Al-Baijuri berikut:
قوله (وواجب نصب إمام عدل) أي نصب إمام عدل واجب على الأمة عند عدم النص من الله أو رسوله على معين وعدم الاستخلاف من الإمام السابق… ولا فرق في وجوب نصب الإمام بين زمن الفتنة وغيره كما هو مذهب أهل السنة وأكثر المعتزلة
Artinya: “(Wajib menegakkan pemerintah yang adil) maksudnya, umat diwajibkan untuk menegakkan pemerintahan yang adil ketika tidak ada nash dari Alloh atau rasul-Nya pada pribadi tertentu, dan tidak ada penunjukan pengganti dari pemerintah sebelumnya…Tidak ada perbedaan soal kewajiban menegakkan pemerintahan di zaman chaos (fitnah) atau situasi stabil/kondusif sebagaimana pandangan Mazhab Ahlussunnah dan mayoritas Ulama Mu’tazilah.” (Lihat Syekh Ibrahim Al-Baijuri, Tuhfatul Murid ‘alaa Jauharatit Tauhid, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah, t.t] hal. 118)
Secara jelas, Syekh Ibrahim Al-Baijuri menyebutkan bahwa umat Islam berkewajiban untuk menjaga keberlangsungan kepemimpinan di tengah masyarakat. Kewajiban ini bersifat syar’i, bukan ‘aqli.
قوله (بالشرع فاعلم لا بحكم العقل) أي إن وجوب نصب الإمام بالشرع عند أهل السنة فاعلم ذلك
Artinya: “(Berdasarkan perintah syariat, patut diketahui, bukan berdasarkan hukum logika), maksudnya, penegakan pemerintahan merupakan kewajiban sesuai perintah syariat bagi kalangan Ahlussunnah wal jamaah. Pahamilah hal demikian.” (Lihat Syekh Ibrahim Al-Baijuri, Tuhfatul Murid ala Jauharatit Tauhid, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah, t.t] hal. 118)
Demi terbentuknya kesejahteraan masyarakat, keamanan, dan berjalannya syari’at Islam dengan utuh merupakan wajib, maka jika dengan golput diyakini akan merusak tegaknya pemerintahan yang sah, atau memberikan kesempatan kepada calon pemimpin yang tidak adil dan dzolim berkuasa, maka hukum golput jelas menjadi haram bagi umat Islam. Karena hal itu tidak dapat terwujud tanpa adanya pemerintahan yang adil dan bijaksana, maka wujudnya pemerintahan yang sah hukumnya wajib. Dalam kaidah fiqh dijelaskan:
مَا لاَ يَتِمُّ الوَاجِبُ إِلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ
Artinya: “Perkara wajib yang tidak sempurna kecuali dengannya, maka perantara itu menjadi wajib.”
Maksdunya, menjaga tegaknya keberlangsungan pemerintahan yang sah dan adil hukumnya wajib, maka ikut berpartisipasi aktif dalam pemilu dengan cara datang ke TPS dan mencoblos salah satu calon para pemimpin menjadi wajib, maka berdasarkan kaidah fiqih diatas hukum memilih pemimpin juga wajib.
Dengan demikian, kehadiran kita di TPS merupakan sebuah kewajiban menurut syari’at dalam rangka menjaga tegaknya keberlangsungan pemerintahan yang sah. Dengan kata lain, sikap golput adalah sikap yang bertentangan dengan pandangan Islam terkait perintah tegaknya keberlangsungan pemerintahan yang sah.
Semoga bermanfaat Wallohu a’lam.