darulmaarif.net – 17 Augustus 2025 | 21.00 WIB
Penulis: Usth. Jihan Khotun

Di tengah masyarakat kita hari ini, masih sering terdengar anggapan bahwa menstruasi adalah sesuatu yang memalukan, tabu untuk dibicarakan, bahkan dianggap ‘aib’ bagi perempuan. Padahal, Islam justru memandang haid sebagai bagian dari fitrah dan tanda kesempurnaan ciptaan Alloh SWT. Jika dipahami dengan benar, menstruasi bukan hanya persoalan biologis, tetapi juga amanah yang mulia.
Apa Itu Haidl dalam Pandangan Islam?
Secara medis, haidl adalah keluarnya darah dari rahim wanita pada waktu tertentu setiap bulannya. Namun, Islam tidak memandangnya sekadar fenomena biologis. Ia adalah tanda kematangan fisik seorang perempuan, persiapan untuk menjadi seorang ibu, dan bagian dari sunnatullah dalam penciptaan manusia.
Dalam kitab Al-Ibanah dijelaskan, haidl adalah:
دم جبلة يخرج من أقصى رحم المرأة على سبيل الصحة من غير سبب في أوقات معلومة
Artinya, “Darah alami yang keluar dari pangkal rahim perempuan pada keadaan sehat tanpa sebab dan terjadi pada waktu-waktu tertentu.” (Abdurrahman bin Abdullah bin Abdul Qadir As-Saqqaf, Al-Ibanah wal Ifadhah, [Surabaya: Haramain, 2019], halaman: 12).
Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa haidl merupakan keadaan di mana seorang perempuan mengeluarkan darah dari farji’ (vagina) yang keluar dari pangkal rahim dalam keadaan sehat di waktu tertentu.
Dari Ummul Mu’minin, Sayyidah ‘Aisyah RA, beliau berkata:
هَذَا شَيْءٌ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَى بَنَاتِ آدَمَ
Artinya: “Ini (haidl) adalah sesuatu yang telah Allah tetapkan atas anak-anak perempuan Adam.” (HR. Imam Bukhori dan Muslim)
Hadist ini menegaskan bahwa haidl bukanlah aib atau kutukan, melainkan ketetapan Alloh ‘Azza wa Jalla.
Haidl Bukan Aib, Tapi Rahmat dari Alloh
Sayangnya, masih banyak keluarga atau masyarakat yang membicarakan haid dengan rasa malu, bahkan menganggapnya sebagai kekurangan perempuan. Padahal Rosululloh SAW justru sangat terbuka dalam membicarakan soal haid dengan para istri dan sahabat. Dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, banyak riwayat yang menjelaskan bagaimana beliau memberi arahan tentang tata cara bersuci, ibadah, bahkan adab saat haidl.
Imam an-Nawawi dalam al-Majmū’ Syarh al-Muhadzdzab menegaskan bahwa darah haidl bukanlah sesuatu yang mengurangi kemuliaan perempuan. Justru, ketika seorang wanita tidak bisa shalat atau berpuasa saat haid, itu adalah bentuk rukhsoh (keringanan) dan kasih sayang Alloh SWT kepada hamba-Nya. Jadi, berhentinya sholat atau puasa bukanlah dosa, melainkan ibadah dalam bentuk ketaatan kepada aturan Alloh.
Haidl sebagai Amanah
Haid juga merupakan amanah. Seorang wanita dituntut menjaga kebersihan, kesehatan, dan adab ketika sedang haid. Imam al-Ghazali dalam Ihyā’ ‘Ulūm ad-Dīn menjelaskan bahwa salah satu bentuk amanah tubuh adalah merawatnya sesuai fitrah yang Allah tetapkan. Termasuk di dalamnya menjaga kebersihan saat haid, mengetahui kapan mulai dan berakhirnya, serta menjalankan tata cara bersuci dengan benar.
Di sinilah pentingnya pendidikan bagi remaja putri. Orang tua, guru, maupun lembaga pendidikan harus memberikan pemahaman bahwa haid adalah hal yang wajar, bahkan mulia. Pengetahuan ini bukan hanya soal kebersihan, tetapi juga penghargaan terhadap martabat perempuan sebagai makhluk yang dimuliakan Alloh.
Relevansi dengan Kehidupan Modern
Di era modern, masih banyak remaja putri yang malu membicarakan menstruasi. Akibatnya, tidak sedikit yang minim pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan adab syar’i terkait haid. Padahal, semakin terbuka pemahaman tentang haid, semakin mudah bagi perempuan untuk menjaga kesehatan dan menjalani ibadah sesuai tuntunan syari’at Islam.
Contoh sederhana, meski tidak bisa sholat atau puasa saat haid, seorang muslimah tetap bisa memperbanyak dzikir, membaca tafsir Al-Qur’an, menghadiri majelis ilmu, atau menulis catatan kebaikan. Dengan begitu, ibadah tidak berhenti hanya karena haid.
Menstruasi bukanlah aib, melainkan amanah dan tanda kemuliaan seorang perempuan. Islam telah mengatur dengan indah bagaimana perempuan bersikap saat haid, bukan untuk membatasi, tetapi untuk menjaga kesehatan, kebersihan, dan kehormatan mereka.
Dengan pemahaman yang benar, haid tidak lagi dianggap tabu atau memalukan. Sebaliknya, ia adalah rahmat Alloh SWT yang harus dijaga dan disyukuri. Mari bersama-sama mengubah pandangan sempit menjadi pemahaman yang mulia, agar perempuan muslimah bangga dengan fitrahnya sebagai hamba Alloh yang dimuliakan.
Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.