Nalar Inklusif: Gus Miftah dan Viralitas “Goblok”: Membaca Logika di Balik Berkah dan Popularitas

darulmaarif.net – Indramayu, 05 Desember 2024 | 20.00 WIB

Dalam era digital yang penuh dinamika, segala hal yang kontroversial cenderung menyedot perhatian publik. Salah satu contohnya adalah peristiwa yang melibatkan Gus Miftah, seorang dai kondang dengan gayanya yang nyentrik dan nyeleneh, yang pada salah satu momentum pengajiannya menyebut seorang penjual es teh dengan kata “goblok.” Ucapan ini, meski bernada kasar, justru membuat si penjual viral dan dikenal masyarakat luas. Namun, apakah tindakan tersebut benar-benar membawa berkah seperti yang dipersepsikan sebagian orang?

Memahami Logika di Balik Kejadian

Untuk menganalisis fenomena ini, mari kita gunakan pendekatan logis dengan premis dan kesimpulan yang terstruktur:

  • Premis Mayor:

Tidak semua tindakan yang menyebabkan seseorang dikenal adalah tindakan yang membawa berkah.

  • Premis Minor:

Gus Miftah berkata “goblok” pada penjual es teh, sehingga penjual tersebut menjadi terkenal.

  • Kesimpulan:

Maka, tindakan Gus Miftah perlu ditinjau lebih jauh apakah benar membawa kebaikan yang substansial atau hanya menghasilkan popularitas tanpa manfaat.

Logika ini membantu kita menghindari asumsi dangkal bahwa semua popularitas identik dengan berkah!

Dimana Letak Kekeliruannya?

  1. Kesalahan Generalisasi (Hasty Generalization)

Premis mayor menyatakan bahwa “Tindakan Gus Miftah yang menyebabkan seseorang dikenal adalah membawa berkah.” Pernyataan ini adalah generalisasi berlebihan karena tidak semua tindakan yang menyebabkan popularitas seseorang otomatis membawa berkah. Contoh: jika seseorang terkenal karena dihina atau direndahkan, tidak serta-merta itu membawa kebaikan bagi dirinya.

  1. Ambiguitas Konsep “Berkah” (Equivocation Fallacy)

Konsep “berkah” dalam premis mayor tidak didefinisikan dengan jelas. Apakah berkah di sini merujuk pada popularitas saja, atau kebaikan spiritual dan material yang nyata bagi individu? Ketidakjelasan ini membuat kesimpulan tidak valid karena konsep berkah tidak diterapkan secara konsisten.

  1. Kesalahan Hubungan Sebab-Akibat (Post Hoc Fallacy)

Premis minor mengasumsikan bahwa penjual teh menjadi terkenal hanya karena tindakan Gus Miftah menyebutnya “goblok.” Padahal, popularitas bisa terjadi karena berbagai faktor, seperti reaksi netizen atau pemberitaan media. Dengan demikian, hubungan sebab-akibat tidak terbukti secara logis.

  1. Aspek Etika yang Terabaikan (Moral Oversight)

Premis dan kesimpulan mengabaikan aspek etis dalam tindakan berkata “goblok.” Meski tindakan itu menghasilkan popularitas, tidak berarti tindakan tersebut benar secara moral atau etis. Popularitas yang didapat dengan cara penghinaan justru bisa mencederai martabat seseorang.

Pelajaran yang Bisa Diambil

Sebagai tokoh agama, Gus Miftah memiliki pengaruh besar terhadap masyarakat. Setiap ucapan dan tindakannya, baik disengaja maupun tidak, menjadi sorotan publik. Kasus ini mengajarkan pentingnya berhati-hati dalam bertindak dan berbicara, terutama di ruang publik. Popularitas yang dibangun di atas narasi kontroversial tidak selalu membawa manfaat jangka panjang.

Di sisi lain, masyarakat juga perlu bijak dalam menilai suatu kejadian. Viralitas tidak boleh menjadi tolok ukur kebenaran atau kebaikan. Alih-alih meromantisasi segala sesuatu yang viral sebagai berkah, lebih baik kita mempertimbangkan dampak etis dan moralnya.

Penutup

Peristiwa ini mengingatkan kita untuk tidak terjebak pada kesimpulan sederhana dalam menilai sesuatu. Gus Miftah mungkin tidak berniat buruk saat berkata “goblok,” namun sebagai figur publik, ditambah menjabat sebagai Staf Khusus Kepresidenan, setiap ucapan harus dikalkulasi dengan matang. Viralitas tanpa manfaat substansial hanyalah fenomena sementara, dan berkah sejati tidak pernah datang dengan cara mengorbankan martabat orang lain. Sekian!

Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.