darulmaarif.net – Indramayu, 17 Oktober 2023 | 08.00 WIB
Khitan sering menjadi topik pembicaraan dan pertanyaan di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Hal ini dikarenakan ada dalil HAM dan lainnya yang memandang bahwa khitan yang disyari’atkan oleh Islam sudah tidak layak untuk dilakukan.
Dalam syariat Islam, hukum khitan adalah wajib ketika seorang laki-laki telah mencapai usia akil baligh. Namun, hukum ini sering terdistorsi dengan istilah lokal untuk khitan. Dalam istilah lokal, khitan sering disebut sebagai sunat yang justru tidak menunjukkan hukumnya sebagai sunnah nabi.
Lantas, bagaimana Islam memandang hukum Khitan atau sunat? Adakah batasan usia bagi anak laki-laki saat dikhitan atau disunat?
Anjuran Melaksanakan Khitan
Pada hakikatnya, khitan telah disyariatkan jauh sebelum Nabi Muhammad Saw diutus oleh Alloh untuk umat muslim di seluruh muka bumi. Disebutkan dalam sebuah riwayat, Nabi Ibrohim ‘Alaihissalam merupakan salah satu utusan Alloh Swt yang diberi syariat atas khitan.
احْتَتَنَ إِبْرَاهِيمُ النَّبِيُّ ﷺ وَهُوَ ابْنُ ثَمَانِينَ سَنَةٌ بِالْقَدُومِ
Artinya: “Nabi Ibrahim berkhitan ketika berusia 80 tahun menggunakan kapak.” (HR. Imam Bukhori).
Hal itu kemudian dilanjutkan dengan terus dilakukan hingga umat Nabi Muhammad SAW sebagaimana adanya perintah bagi umat Islam agar mengikuti tata cara ritual Nabi Ibrahim AS. Sebab, Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 123:
ثُمَّ أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ أَنِ ٱتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَٰهِيمَ حَنِيفًا ۖ وَمَا كَانَ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ
Artinya: “Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.”
Maksud perintah (kewajiban) mengikuti agama Nabi Ibrahim AS pada ayat tersebut adalah melaksanakan seluruh ajarannya, termasuk di dalamnya khitan. Oleh karena itu, ayat tersebut dijadikan dasar hukum khitan bagi laki-laki dalam agama Islam.
Batasan Usia Anak Laki-Laki Khitan
Sebagian umat Islam masih bertanya mengenai batasan usia Khitan bagi anak laki-laki mereka. Menanggapi hal tersebut, adakah waktu yang utama, Ketika umur berapa sebaiknya anak laki-laki dikhitan?
Menurut pendapat yang Shohih dari madzhab kami (As-syafi’iyah). Khitan diperbolehkan di waktu kecil dan tidak ada kewajiban. Nmun bagi Wali ( orang tuanya) Wajib mengkhitan anaknya sebelum Baligh. Juga pendapat shohih sunnah mengkhitan anaknya dihari Ke 7 dari kelahiranya.
شرح النووي على مسلم
والصحيح من مذهبنا الذي عليه جمهور أصحابنا أن الختان جائز في حال الصغر ليس بواجب :
ولنا وجه أنه يجب على الولي أن يختن الصغير قبل بلوغه ، ووجه أنه يحرم ختانه قبل عشر سنين ، وإذا قلنا بالصحيح استحب أن يختن في اليوم السابع من ولادته ، وهل يحسب يوم الولادة من السبع ؟ أم تكون سبعة سواه ؟ فيه وجهان أظهرهما يحسب ، واختلف أصحابنا في الخنثى المشكل فقيل : يجب ختانه في فرجيه بعد البلوغ ، وقيل : لا يجوز حتى يتبين ، وهو الأظهر . وأما من له ذكران فإن كانا عاملين وجب ختانهما ، وإن كان أحدهما عاملا دون الآخر ختن العامل ، وفيما يعتبر العمل به وجهان أحدهما : بالبول ، والآخر : بالجماع . ولو مات إنسان غير مختون ففيه ثلاثة أوجه لأصحابنا : الصحيح المشهور : أنه لا يختن صغيرا كان أو كبيرا ، والثاني يختن الكبير دون الصغير ، والله أعلم
Artinya: “(Kitab Syarhun Nawawi ‘alal Muslim). Pendapat yang shohih dari madzhab kami (as-syafi’iyah) menurut jumhur para Ashabas Syafi’i bahwasanya Khitan dibolehkan saat masih kecil, akan tetapi tidak wajib: pendapat kami yang pertama sesungguhnya wajib bagib orangtua/wali mengkhitan anak laki-lakinya sebelum baligh, kedua sesungguhnya haram mengkhitan anak laki-laki sebelum umur 10 tahun. Dan apabila dikatakan mengenai pendapat yang shohih, disunnahkan mengkhitan anak laki-laki pada hari ke 7 dari kelahirannya. Apakah anjuran khitan (untuk anak laki-laki) pada hari ke 7 kelahirannya sama dengan anak perempuan? Ada dua pendapat yang paling jelas dianggap demikian. Para sahabat kami berbeda pendapat mengenai Khuntsa Musykil (yang memiliki kelamin ganda), dikatakan: tidak boleh sampai jelas dari jenis kelaminnya, mana alat kelamin yang nyata (berfungsi). Adapun bagi seseorang yang mempunyai dua kelamin laki-laki, jika dua-duanya bekerja harus disunat, dan jika salah satu dari mereka adalah pekerja dan yang lain tidak, maka yang alat kelamin yang berfungsi tersebut yang harus disunat. diantara tanda alat kelamin berfungsi ada dua: salah satunya melalui buang air kecil, dan satu lagi melalui hubungan intim. Jika seseorang meninggal tanpa disunat, maka ada tiga pendapat dari sahabat kami: Yang benar dan terkenal adalah dia tidak menyunatnya, baik muda maupun tua, dan yang kedua adalah orang yang lebih tua yang disunat daripada yang lebih muda. Wallohu a’lam.
Ibaroh yang sama tentang Kesunnahan Mengkhitan sebelum Baligh.
المجموع شرح المهذب جزء 1 ص 350
فرع ) قال أصحابنا : وقت وجوب الختان بعد البلوغ ، لكن يستحب للولي أن يختن الصغير في صغره لأنه أرفق به ، وقال صاحب الحاوي وصاحبا المستظهري والبيان وغيرهم : يستحب أن يختن في اليوم السابع لخبر ورد فيه إلا أن يكون ضعيفا لا يحتمله فيؤخره حتى يحتمله ، قال صاحبا الحاوي والمستظهري ، وهل يحسب يوم الولادة من السبعة ؟ فيه وجهان ، قال أبو علي بن أبي هريرة : يحسب ، وقال الأكثرون : لا يحسب ، فيختن في السابع بعد يوم الولادة ذكره صاحب المستظهري في باب التعزير . قال صاحب الحاوي : فإن ختنه قبل اليوم السابع كره . قال : وسواء في هذا الغلام والجارية قال : فإن أخر عن السابع استحب ختانه في الأربعين ، فإن أخر استحب في السنة السابعة . واعلم أن هذا الذي ذكرناه من أنه يجوز ختانه في الصغر ولا يجب لكن يستحب هو المذهب الصحيح المشهور الذي قطع به الجمهور ، وفي المسألة وجه أنه يجب على الولي ختانه في الصغر لأنه من مصالحه فوجب . حكاه صاحب البيان عن حكاية القاضي أبي الفتوح عن الصيدلاني وأبي سليمان قال : وقال سائر أصحابنا : لا يجب . ووجه ثالث أنه يحرم ختانه قبل عشر سنين ، لأن ألمه فوق ألم الضرب ولا يضرب على الصلاة إلا بعد عشر سنين ، حكاه جماعة منهم القاضي حسين في تعليقه ، وأشار إليه البغوي في أول كتاب الصلاة وليس بشيء ، وهو كالمخالف للإجماع والله أعلم
(Hadits riwayat Ar-Rafi’i dalam At-Takwin, As-syaukani dalam Al-Fawaid Al-Majmuah, Al-Bahiri dalam As-Sabi’)
Apabila tidak mengerjakannya pada hari ke-7, disunatkan menngerjakan khitan pada hari ke-40, dan apabila tidak mengerjakannya pada hari ke-40 disunahkan mengerjakannya pada saat anak tersebut berumur 7 tahun, sebab pada umur itulah seorang anak sudah mulai diperintah bersuci dan mengerjakan sholat. Wallohu a’lam.Dalam kitab Asnal Matholib, Juz : 4 Hal. 164 :
ﻭﻳﺴﺘﺤﺐ ) ﺃﻥ ﻳﺨﺘﻦ ( ﻟﺴﺒﻊ ) ﻣﻦ ﺍﻷﻳﺎﻡ (ﻏﻴﺮ ﻳﻮم ﺍﻟﻮﻻﺩﺓ) «؛ ﻷﻧﻪ – ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – ﺧﺘﻦ ﺍﻟﺤﺴﻦ، ﻭﺍﻟﺤﺴﻴﻦ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﺴﺎﺑﻊ ﻣﻦ ﻭﻻﺩﺗﻬﻤﺎ » ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻲ، ﻭﺍﻟﺤﺎﻛﻢ ﻭﻗﺎﻝ ﺻﺤﻴﺢ ﺍﻹﺳﻨﺎﺩ ﻭﺇﻧﻤﺎ ﺣﺴﺐ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻮﻻﺩﺓ ﻣﻦ ﺍﻟﺴﺒﻌﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﻌﻘﻴﻘﺔ ﻭﺣﻠﻖ ﺍﻟﺮﺃﺱ ﻭﺗﺴﻤﻴﺔ ﺍﻟﻮﻟﺪ ﻟﻤﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﺨﺘﻦ ﻣﻦ ﺍﻷﻟﻢ ﺍﻟﺤﺎﺻﻞ ﺑﻪ ﺍﻟﻤﻨﺎﺳﺐ ﻟﻪ ﺍﻟﺘﺄﺧﻴﺮ ﺍﻟﻤﻔﻴﺪ ﻟﻠﻘﻮﺓ ﻋﻠﻰ ﺗﺤﻤﻠﻪ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻤﺎﻭﺭﺩﻱ ﻭﻳﻜﺮﻩ ﺗﻘﺪﻳﻤﻪ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺴﺎﺑﻊ ﻗﺎﻝ ﻭﻟﻮ ﺃﺧﺮﻩ ﻋﻨﻪ ﻓﺎﻟﻤﺴﺘﺤﺐ ﺃﻥ ﻳﺨﺘﻦ ﻓﻲ ﺍﻷﺭﺑﻌﻴﻦ، ﻓﺈﻥ ﺃﺧﺮﻩ ﻋﻨﻬﺎ ﻓﻔﻲ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺍﻟﺴﺎﺑﻌﺔ؛ ﻷﻧﻪ ﺍﻟﻮﻗﺖ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺆﻣﺮ ﻓﻴﻪ ﺑﺎﻟﻄﻬﺎﺭﺓ ﺃﻭ ﺍﻟﺼﻼﺓ
Artinya: “(Disunnahkan) mengkhitan (pada hari ke 7) kelahirannya (selain hari kelahirannya); karena baginda Nabi Muhmmad Saw mengkhitan Sayyid Hasan dan Husain pada usia ke 7 kelahirannya. Diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dan Imam Hakim, beliau berkata bahwa sanad hadits tersebut shohih. Namun sesuai hari lahir ketujuh dalam aqiqah, mencukur kepala, dan memberi nama pada anak laki-laki karena sakit akibat khitan, pantas baginya terlambat. Yang bermanfaat adalah kekuatan menanggungnya, katanya. Imam Al-Mawardi berkata dimakruhkan mendahulukan khitan pada hari ketujuh. Beliau berkata, meskipun ia menundanya. Maka disunnahkan khitan pada usia empat puluh hari kelahirannya, namun apabila ia menundanya maka pada usia anak laki-laki 7 tahun; Karena itu adalah waktu yang diperintahkan untuk bersuci atau berdoa.”
Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.