darulmaarif.net – Indramayu, 19 Desember 2023 | 14.00 WIB
Dalam diri manusia bersemayam nafsu yang menjadi dasar setiap hal atau perbuatan yang dilakukannya, baik itu perbuatan baik maupun buruk. Dalam pandangan umum, nafsu sering dinisbatkan dengan sesuatu yang buruk, seperti perasaan atau keinginan seksual, marah, dsb.
Sebenarnya, dalam pandangan Islam nafsu memiliki makna yang sangat luas dan mencakup berbagai hal.
Jenis-jenis nafsu dalam Islam adalah jisim (bentuk) halus yang diciptakan oleh Alloh dua ribu tahun sebelum penciptaan badan. Sedangkan jasad disebut ruh sebelum bersentuhan atau bertemu dengan jasad, dan ketika bertemu atau menyatu dengan jasad, ini disebut dalam Islam sebagai jenis syahwat.
Nafsu tidak pernah berhenti bergerak bahkan pada saat manusia tertidur pulas. Setiap manusia memiliki kandungan nafsu yang berbeda-beda sesuai dengan proses pembentukan yang terjadi saat pembuahan benih laki-laki (sperma) ke dalam sel telur wanita (ovum). Percampuran nafsu antara kedua orangtua lah yang membentuk karakteristik sang anak. Nafsu dalam diri manusia akan terus ada, dan jika tidak dikendalikan dengan perasaan takut yang hebat akan kebesaran Alloh Swt, maka nafsu itu akan menghancurkan dirinya sendiri.
Dalam Ayat Al-Qur’an Alloh berfirman:
وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِۦ وَنَهَى ٱلنَّفْسَ عَنِ ٱلْهَوَىٰ
Artinya: “Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya.” (Q.s An-Naazi’aat ayat 40)
Menurut Imam Fakhrudsin ar-Razi dan beberapa Ulama, mereka bersepakat menegaskan bahawa maksud ‘menahan diri daripada hawa nafsu’ merupakan jihadun ‘anin Nafsi. Dalam arti kata, upaya maksimal seseorang Muslim berjuang menentang hawa nafsunya. Persoalan ini turut dijelaskan oleh Imam Ali bin Abi Tholib karomallohu wajhah dengan mengemukakan kebimbangannya terhadap orang yang menjadi hamba kepada hawa nafsu, katanya: “Sesungguhnya ada dua perkara yang aku takutkan terjadi atas kamu, yaitu bertindak mengikut hawa nafsu dan berangan-angan tinggi. Mengikut hawa nafsu akan memesongkan kamu daripada kebenaran, manakala angan-angan yang tinggi membuatkan seseorang itu lupa kepada akhirat.” (Lihat Tafsir al-Razi, 23/72)
Agar seseorang dapat senantiasa memonitari kondisi batinnya, ia harus mengenal dulu sifat-sifat nafsu yang bersemayam pada dirinya. Dengan meningkatkan kewaspadaan kita terhadap sifat-sifat nafsu yang muncul pada diri kita, kita bisa memonitari setiap hembusan nafas kita agar senantiasa eling dan waspada akan ciri-ciri nafsu yang ada pada diri kita.
Dalam pandangan Tasawuf, berdasarkan sifat-sifatnya nafsu terbagi menjadi 7 tingkatan. Tingkatan nafsu itu sebagaimana diterangkan dalam kitab Sirojut Tholibiin karya Syekh Ihsan Jampes halaman 49 – 50.
1. Nafsu Amarah
Diambil dari Ayat Qur’an:
ﺇﻥ ﺍﻟﻨﻔﺲ ﻷﻣﺎﺭﺓ ﺑﺎﻟﺴﻮﺀ
“Sungguh nafsu/jiwa itu memerintahkan pada keburukan”.
Nafsu ini memerintahkan seseorang pada keburukan, dan apabila memerintah pada kebaikan maka hasil akhirnya juga buruk.
2. Nafsu Lawwamah
Berdsarkan ayat Qur’an :
ﻭﻻ ﺃﻗﺴﻢ ﺑﺎﻟﻨﻔﺲ ﺍﻟﻠﻮﺍﻣﺔ
“Dan Aku bersumpah dengan Jiwa-jiwa yang amat menyesali dirinya sendiri”.
Ketika seseorang memerangi nafsu ini dan ditekan terus supaya nafsu ini ikut pada suatu yang benar menurut syari’at, maka tak seorang pun mampu mengalahkan nafsu ini. Kemudian nafsu ini akan kembali ke pemiliknya dengan dicela.
3. Nafsu Mulhamah
Berdasarkan ayat Qur’an :
ﻓﺎﻟﻬﻤﻬﺎ ﻓﺠﻮﺭﻫﺎ ﻭﺗﻘﻮ ﻳﻬﺎ
“Maka Alloh swt mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kefasikan dan ketakwaannya”.
Ketika seorang memerangi nafsu ini dengan susah payahnya & nafsu ini cenderung kepada Ridlonya Alloh Swt, meskipun awalnya nafsu ini memerintah seseorang kepada kefasikan, berkat Ilhamnya Alloh nafsu ini menjadi ketakwaan.
Tanda-Tanda Nafsu Mulhamah: seseorang harus mengetahui perkara yang masih samar yaitu sifat Pamer, Bangga Diri dan lain-lain (Penyakit Hati).
4. Nafsu Muthmainnah
Berdasarkan ayat Qur’an:
ﻳﺂﻳﺘﻬﺎﺍﻟﻨﻔﺲ ﺍﻟﻤﻄﻤﺌﻨﺔ ,ﺍﺭﺟﻌﻰ ﺍﻟﻰ ﺭﺑﻚ ﺭﺍﺿﻴﺔ ﻣﺮﺿﻴﺔ , ﻓﺎﺩﺧﻠﻰ ﻓﻰ ﻋﺒﺎﺩﻯ ﻭﺍﺩﺧﻠﻰ ﺟﻨﺘﻰ
“Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridlo dan diridloi-Nya, maka masuklah kedalam hamba-hamba-Ku, dan masuklah kedalam Surga-Ku”.
Maka ketika masih tetap memerangi nafsu tdi sehingga hilang Hawa (keinginan) melakukan nafsu dan sifat-sifat yang buruk diganti dengan sifat yang terpuji yaitu dengan ahlak yang datangnya dari Alloh Swt,. sperti sangat berbelas kasih, dermawan, dan sebagainya, inilah yang dinamakan Nafsu Muthmainnah. Nafsu Muthmainnah ini akan selalu kembali kepada Alloh swt & inilah awal dari wusul/makrifat kepada Alloh Swt, akan tetapi nafsu ini belum sunyi dari suatu yang masih samar, seperti Syirik khofi, cinta Kedudukan/pangkat, akan tetapi pula nafsu ini tidak akan bisa ditmukan pada orang-orang yang diberi Cahaya Hidayah oleh Alloh ‘Azza Wa Jalla didalam hatinya, karena yang kelihatan Nafsu ini sifatnha baik, seperti sifat dermawan, tawakal, zuhud (tidak cinta dunia), wiro’i (sifat yang menghindari dari barang haram, makruh, subhat), Bersyukur, Sabar, Menerima apa-apa yang ditakdirkan oleh Alloh Swt, dan dibukanya sebagian Rahasia-rahasia Ilmunya Alloh Swt dan bisa menjadi Waliyulloh.
5. Nafsu Rodliyah
Ketika seorang dipuji atau dicaci kedudukannya sama tak pernah merasa, karena smua itu adalah akan hilang, dan menerima dan Ridlo setiap apapun adanya yang telah diberikan oleh Alloh di dunia, dan apabila ditemukan dalam diri ini sifat Berbangga diri maka sgeralah minta pertolongan dari Alloh swt dengan Melanggengkan dzikir, dan taqorrub Ilaa Alloh.
6. Nafsu Mardliyyah
Apabila udah sampai pada maqom Ikhlas (semuanya karena Alloh) dan mulai terbukalah pintu-pintu makrifat & jelasnya Alloh Swt, maka nafsu ini tenggelam didalam Samudra tauhid. Nafsu ini tidak akan diperoleh kecuali dari pertolongan dan penjagaan Alloh Swt, yang dituju hanyalah makrifat, wushul, mukasyafah kepada Alloh swt, sehingga Alloh memanggil orang ini dengan ayat-Nya:
ﻳﺂﻳﺘﻬﺎﺍﻟﻨﻔﺲ ﺍﻟﻤﻄﻤﺌﻨﺔ ,ﺍﺭﺟﻌﻯ ﺎﻟﻰ ﺭﺑﻚ ﺭﺍﺿﻴﺔ ﻣﺮﺿﻴﺔ ﻓﺎﺩﺧﻠﻰ , ﻓﻰ ﻋﺒﺎﺩﻯ ﻭﺍﺩﺧﻠﻯ ﺠﻨﺘﻰ
Dan ini adalah sudah selesai memerangi nafsu dan tipu dayanya, dan setelah mencapai derajat ini jangan lupa slalu menjaga dan waspada. Sayyid Abi Bakri berkata: “Nafsu itu adalah hidup walaupun derajatnya sampai tujuh.”
7. Nafsu Kamilah
Setelah nafsu nomr 4, 5, 6 ini jika sudah menjadi watak maka inilah yang dinamakan Nafsu kamilah. Yaitu derajat nafsu yang tertinggi dan ang paling sempurna. Pada tingkat Nafsu ini, manusia sampailah ke maqom Mukasyafah, ma’rifatuLloh dengan ilmu Yaqin. (Dikutip dari kitab Sirojut Tholibiin Syarh Minhajut Tholibiin hal. 49 – 50)
Kesimpulan:
Nafsu adalah keinginan. Nafsu selalu cenderung ingin bebas dari aturan. Dia adalah tuhan bagi hasrat manusia. Maka jadilah tuan yang baik yang dapat memonitori dan mengendalikan nafsu-nafsu kita sendiri. Dan ketika kita sudah mengenali 7 sifat-sifat nafsu dalam diri kita, semoga kita menjadi insan yang lebih baik lagi secara kualitas keimanan dan ketakwaan kita di hadapan Alloh Swt.
Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.