Viral! Qori’ah Nadia Hawasyi Disawer Saat Baca Al-Qur’an, Bagaimana Islam Memandang Hal Ini?

darulmaarif.net – Indramayu, 11 Januari 2022 | 11.00 WIB

Baru-baru ini publik geger soal perempuan qori’ah yang viral disawer saat melantunkan ayat suci al-Qur’an dalam acara Maulid Nabi Muhammad Saw di atas panggung. dalam video viral qori’ah internasional dari Tangerang itu disawer oleh dua orang pria.

Nadia Hawasyi, seorang perempuan pembaca al-Qur’an atau qori’ah, yang diberi saweran tatkala membaca al-Qur’an di depan khalayak umum. Berita yang berawal dari sebuah video yang tersebar luas tersebut, akhirnya memancing perbincangan publik. Apalagi cara pemberian saweran yang nampak kurang pantas, yaitu dengan menyebarkan uang di atas qori’ah tersebut. Lalu bagaimana seharusnya umat Islam menyikapi kejadian tersebut?

Full Video Qori’ah Hj. Nadia Hawasyi Yang Disawer Jama’ah

Antara Hiburan dan Dakwah

Hal pertama yang mungkin perlu kita perhatikan adalah, kemungkinan besar si pemberi saweran tidaklah berniat merendahkan al-Qur’an dengan perilakunya tersebut. Hal ini bisa dilihat dari gestur pemberi yang menunduk ke penonton seakan meminta izin dengan sopan sebelum memberikan saweran.

Sawer sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bisa berarti meminta uang kepada penonton, atau penonton memberi uang kepada pemain dalam sebuah pertunjukkan. Dalam praktiknya, pertunjukan yang dimaksud adalah pertujukan yang mengarah kepada hiburan sebagaimana kuda kepang, dangdut atau konser musik. Keberadaan sawer menunjukkan kebahagiaan dan penghargaan si pemberi pada pertunjukan si penerima.

Lalu apa sebenarnya problem yang memancing perbincangan publik dalam kasus saweran di atas? Yaitu pada menganggap pembacaan al-Qur’an adalah sebuah pertunjukan hiburan. Sebuah pemahaman yang sepertinya perlu untuk diluruskan.

Dalam pandangan Islam, membacakan al-Qur’an adalah sarana dakwah. Baginda Nabi Muhammad sendiri gemar mencari sahabat yang mau membacakan al-Qur’an untuknya. Dan Nabi memperhatikan bacaan itu dengan seksama. Sahabat Ibn Mas’ud berkata:

قَالَ لِى النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – اقْرَأْ عَلَىَّ الْقُرْآنَ. قُلْتُ آقْرَأُ عَلَيْكَ وَعَلَيْكَ أُنْزِلَ قَالَ إِنِّى أُحِبُّ أَنْ أَسْمَعَهُ مِنْ غَيْرِى.

Nabi Berkata padaku: “Bacakan al-Qur’an kepadaku!”. “Aku membacakan al-Qur’an kepada engkau padahal dia diturunkan kepadamu?,” balasaku. Nabi kemudian bersabda: “Aku senang mendengarkan bacaan al-Qur’an dari selain diriku.” (H.R Imam Bukhori/15/123).

Dakwah tidaklah sama dengan pertunjukan hiburan. Bila hiburan lebih menitikberatkan pada hubungan horizontal interaksi sosial antar manusia, maka dakwah adalah hubungan vertikal interaksi Alloh dengan hamba-Nya. Menghargai interaksi antar manusia dengan uang adalah hal biasa. Seperti dalam transaksi mu’amalah jual beli, menjual jasa atau sekadar memberi uang ucapan terima kasih sebagai hadiah. Namun menghargai interaksi dengan Alloh menggunakan uang adalah sesuatu hal yang dianggap tabu.

Hal ini bisa dilihat dengan bagaimana pandangan ‘Ulama terhadap perilaku belajar atau mengajar al-Qur’an dengan niatan memperoleh hal berbau duniawi; seperti materi, simpati, maupun perhatian manusia. Imam al-Nawawi di dalam kitab at-Tibyan amat mewanti-wanti untuk tidak melakukan hal tersebut. Apalagi menjadikan al-Qur’an sebagai alat memperoleh penghasilan. Bahkan ulama masih berselisih pendapat mengenai hukum menerima ongkos dari jasa mengajar al-Qur’an. Ada yang menyatakan hukumnya haram (lihat kitab At-Tibyan halaman 44-45).

Jangan Salah Menghakimi

Yang lebih tepat untuk dihakimi oleh publik dalam kasus saweran qori’ah bukanlah si pemberi, tapi pemahaman si pemberi. Semua orang bisa memiliki pemahaman yang salah mengenai agama. Bahkan publik yang ikut menghakimi. Maka dari itu, daripada menghujat si pelaku yang mungkin saja satu dari sekian orang yang memiliki pemahaman salah, bukankah lebih baik membicarakan pemahaman keliru yang yang terjadi? Daripada mengutuk kegelapan, bukankah lebih baik menyalakan lilin kesepahaman?

Salah satu hal yang menarik dalalm video tersebut adalah pengakuan qori’ah, yang memang sengaja tidak segera menghentikan bacaannya saat terjadi praktik sawer. Qari’ah mengetahui bahwa praktek sawer tersebut tidak patut untuk dilakukan. Namun dia tidak segera menghentikan bacaannya, tidak juga menunjukkan sikap ketidaksetujuannya, sebab dia sedang membaca al-Qur’an. Dan menyelesaikan bacaan al-Qur’an dengan baik dan benar serta tidak terbawa emosi, adalah adab tersendiri yang harus dijaga dalam membaca al-Qur’an.

Sikap ini dapat menjadi pembelajaran bagi kita, untuk melihat permasalahan dari berbagai sisi. Jangan sampai dalam menunjukkan sesuatu yang salah, kita bersikap membabi-buta. Apalagi mengabaikan cara-cara bijak sebagaimana yang diajarkan baginda Nabi dalam berdakwah.

Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.