Tantangan Santri Di Tengah-tengah Gempuran Era Disrupsi

darulmaarif.net – Indramayu, 12 Januari 2023 | 10.00 WIB

Disrupsi merupakan era terjadinya berbagai inovasi dan perubahan besar-besaran dan massif yang secara fundamental. Disrupsi dapat mengubah semua sistem, tatanan, dan landscape yang ada ke dalam cara-cara baru.

Perubahan semacam ini membuat segala sesuatu yang semula berjalan dengan normal-normal saja dan serba teratur, tiba-tiba harus berhenti atau berubah secara mendadak akibat hadirnya sesuatu yang baru. Misalnya, perubahan teknologi, aplikasi, atau berbagai kombinasi yang disebabkan oleh berbagai faktor. Era ini menuntut manusia untuk berubah atau punah ditelan perubahan.

Disadari atau tidak, peradaban manusia telah berangsur-angsur mengalami perubahan, dan perubahan yang akan semakin lesat. Hal ini membuat manusia memasuki revolusi teknologi yang secara fundamental telah mengubah hidup manusia di semua dimensi dan tatanan kehidupan. Termasuk dunia pesantren dan santri.

Dalam menghadapi perkembangan zaman ini, santri harus bisa beradaptasi dan melakukan perubahan. Selain menekuni diskursus keagamaan yang sangat kental dengan kajian kitab kuning, santri juga dituntut untuk mempunyai daya intelektual yang luas, yang bisa menghubungkan antara kehidupan dunia dan akhirat.

Santri zaman ini mempunyai tantangan khusus dalam menghadapi revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan digitalisasi. Salah satunya adalah artificial intelligent (AI) atau kecerdasan buatan yang semakin ke sini semakin berkembang. Oleh karena itu, optimalisasi peran santri menjadi sangat penting dalam rangka menjawab tantangan kehidupan era disrupsi saat ini. Produktivitas adalah salah satu target yang penting untuk dicapai santri dalam melakukan optimalisasi.

Dalam buku The Productive Muslim Where Faith Meets Productivity karya M Faris, dijelaskan bahwa ada tiga macam kategori produktivitas, yaitu 1) produktivitas spiritual; 2) produktivitas fisik; dan 3) produktivitas sosial.

Pertama, prioduktivitas spiritual adalah bagaimana mempertahankan spiritualitas yang meningkatkan produktivias. Dalam hal ini ada tiga keyword dalam spiritualitas yang dapat meningkatkan produktivitas, yaitu, energi spiritual, fokus spiritual, dan waktu spiritual. Energi spiritual bisa didapat dari takwa (kesadaran tentang ketuhanan), tawakkal (berserah diri kepada Alloh), bersyukur kepada Alloh, sabar, dan ihsan.

Contoh ibadah sebagai implementasi konsep energi spiritual adalah wudhu dan salat, dzikir, sedekah, memperbanyak istighfar, serta menjalankan beberapa sunnah nabi. Fokus spiritual ini bertujuan untuk mengurangi gangguan dalam hidup. Fokus spiritual ini dapat diraih dengan niat yang kuat, serta bekerja dengan baik dan memakan sesuatu yang halal. Fokus spiritual dapat dilakukan dengan salat, berdoa, dan membaca Al-Quran. Sedangkan waktu spiritual yang terbaik adalah pada saat sholat dan tahajjud.

Kedua, produktivitas fisik. Dalam buku ini dituliskan bagaimana fisika dan sains dalam mengatur produktivitas manusia. Tiga keyword penting dalam pembahasan ini adalah energi fisik, fokus fisik, dan waktu fisik. Energi fisik menjelaskan bagaimana kita bisa mengoptimalkan tidur, nutrisi, dan kebugaran untuk meningkatkan kinerja tubuh kita. Fokus fisik berisi tentang cara memanfaatkan kekuatan pikiran kita agar tetap fokus. Waktu fisik berbicara tentang cara mengelola waktu serta menerapkan alat-alat dan teknik praktis untuk mengoptimalkannya.

Ketiga, produktivitas sosial. Produktivitas sosial merupakan kegiatan melakukan sesuatu untuk membantu orang lain dengan menggunakan waktu, pengetahuan, keahlian, serta kekuatan fisik. Sebagai seorang muslim, kita harus menjadi garda terdepan dalam melakukan produktivitas sosial, yang bisa dimulai dari lingkungan terkecil yaitu keluarga sampai ke lingkungan terluas seperti masyarakat secara umum. Contoh ritual dalam Islam yang berbasis sosial seperti salat yang dilaksanakan secara berjamaah, zakat, puasa dan haji yang dilakukan secara bersama-sama di waktu dan tempat tertentu.

Dengan demikian, solusi dalam menghadapi tantangan ini adalah santri harus fleksibel dan kontekstual. Prinsip mempertahankan nilai-nilai lama yang baik serta memasukkan nilai-nilai baru yang lebih baik harus tetap menjadi pemandu santri. Sehingga santri terus melakukan inovasi dan kreativitas di era yang semakin berkembang ini.

Sebagai salah satu contoh dalam hal berdakwah misalnya, santri dapat memanfaatkan media yang sudah ada seperti Youtube, Instagram, Twitter, Facebook, Tik Tok, dan media-media yang lainnya yang banyak digandrungi oleh masyarakat zaman sekarang. Berdakwah lewat media sosial juga merupakan salah satu upaya santri agar dapat meng-counter hal-hal yang bersifat radikalisme dan mengancam NKRI.

Selain itu, santri perlu memiliki skill dalam bidang menulis, sinematografi, fotografi, membuat video pendek, hingga membuat unggahan dan bentuk tulisan di media sosial dalam rangka menyeru pada kebaikan. Seorang santri juga harus mampu dan menguasai serta menerapkan keterampilan abada ke-21 yang bermuatan 4C, yakni ciritical thinking (berpikir kritis), creativity (kreativitas), collaboration (bekerja sama dan bersinergi), dan communication (komunikasi) dalam menghadapi dan menyelesaikan permasalahan sehari-hari. Serta HOTS (Higher Order Thinking Skill) yang implementasinya melibatkan keterampilan proses mengamati, mengklarifikasi, mengukur, menjelaskan, dan menyimpulkan.

Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.