Viral di Media Massa Kasus Peternakan Sel Telur Manusia: Tegas, Ini Hukumnya!

darulmaarif.net – Indramayu, 12 Februari 2025 | 20.00 WIB

Kasus perdagangan manusia (human trafficking) mungkin sering kali kita dengar. Di balik kasus tersebut ada para mafia yang berkerjasama dengan orang-orang tertentu. Tak tanggung-tangung bekapan dari para mafia ini merupakan para pejabat atau para dokter.

Dalam Film Korea Midnight Runner yang rilis pada 2017 lalu ini dibintangi aktor Park Seo Joon Kang Ha Neul. Film ini menceritakan perdagangan sel telur perempuan. Sel telur gadis-gadis ini nantinya akan dijual kembali kepada pasangan infertil yang menginginkan keturunan.

Dan ternyata, kasus perdagangan sel telur tidak hanya terjadi dalam film. Dilansir dari Kumparan.com, dunia dikejutkan oleh pengakuan mengerikan dari 3 wanita asal Thailand yang berhasil melarikan diri dari sebuah peternakan telur manusia di Georgia, bekas republik Soviet.

Para wanita ini mengaku telah dijebak oleh geng asal Tiongkok yang mengoperasikan bisnis ilegal tersebut dengan dalih memberi mereka pekerjaan sebagai ibu pengganti bagi pasangan yang tidak memiliki anak.

Awalnya ketiga wanita tersebut tertarik pada iklan di media sosial Facebook yang menawarkan pekerjaan dengan bayaran tinggi, berkisar antara 400.000 hingga 600.000 baht (sekitar Rp180-270 juta).

Dan lebih nahasnya lagi, para korban yang selamat mengungkap bahwa bisnis ilegal ini memperlakukan mereka layaknya ayam petelur. Mereka terus-menerus dipompa dengan hormon, tanpa mendapatkan perawatan medis yang memadai. Sel telur mereka dikumpulkan sebulan sekali, lalu dijual dan diselundupkan ke negara lain untuk digunakan dalam fertilisasi in-vitro (IVF).

Lalu, bagaimana hukum Islam memandang kejadian ini? Bagaimana hukum jual beli sel telur perempuan?

Sebelum menjawab pertanyaan diatas, kita harus tahu telebih dahulu bahwa kejadian diatas setidaknya ada dua persoalan. Pertama, persoalan jual beli manusia; kedua, jual beli sel telur dari hasil fertilisasi rahim-ramim perempuan tersebut.

Hukum Perdagangan Manusia (Human Trafficking)

Perdagangan manusia (human trafficking) merupakan kejahatan transnasional yang semakin mengkhawatirkan. Praktik ini mencakup eksploitasi seseorang melalui pemaksaan, penipuan, atau ancaman dengan tujuan eksploitasi seksual, kerja paksa, perbudakan, hingga perdagangan organ tubuh.

Dalam hukum internasional, perdagangan manusia dikategorikan sebagai pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang berat. Begitu pula dalam perspektif hukum nasional dan Islam, praktik ini dilarang keras dan dianggap sebagai dosa besar yang merusak harkat serta martabat manusia.

Dalam hukum internasional, perdagangan manusia diatur dalam Protokol Palermo 2000 (The Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children), yang merupakan bagian dari Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Kejahatan Transnasional Terorganisir. Sedangkan di Indonesia, perdagangan manusia diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan, antara lain Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 297, dan Undang-Undang Perlindungan Anak No. 35 Tahun 2014.

Islam secara tegas melarang segala bentuk eksploitasi manusia, termasuk perdagangan manusia yang menyerupai perbudakan modern. Sebagaimana Alloh SWT berfirman:

وَلَا تَكُن لِّلْخَآئِنِينَ خَصِيمًا

Artinya: “Dan janganlah kamu menjadi penolong bagi orang-orang yang berkhianat.” (QS. An-Nisa Ayat 105)

Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam kitab al-Jami’ as-Shahih-nya pada bab “Itsmun Man Ba’a Hurran” (dosa bagi orang yang menjual orang yang merdeka), Nabi secara jelas mengibarkan bendera permusuhan bagi siapa saja yang menjual orang merdeka.

حَدَّثَنِي بِشْرُ بْنُ مَرْحُومٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سُلَيْمٍ عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ أُمَيَّةَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قَالَ اللَّهُ ثَلَاثَةٌ أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَجُلٌ أَعْطَى بِي ثُمَّ غَدَرَ وَرَجُلٌ بَاعَ حُرًّا فَأَكَلَ ثَمَنَهُ وَرَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أَجِيرًا فَاسْتَوْفَى مِنْهُ وَلَمْ يُعْطِ أَجْرَهُ. (رواه البخاري)

Telah menceritakan kepadaku Bisyir bin Marhum telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sulaim dari Isma’il bin Umayyah dari Sa’id bin Abi Sa’id dari Abu Hurairah ra. dari Nabi SAW. bersabda: “Alloh Ta’ala berfirman: Ada tiga jenis orang yang Aku menjadi musuh mereka pada hari kiamat, seseorang yang bersumpah atas nama-Ku lalu mengingkarinya, seseorang yang menjual orang yang telah merdeka, lalu memakan hasil penjualannya (harganya) dan seseorang yang mempekerjakan pekerja kemudian pekerja itu menyelesaikan pekerjaannya, namun tidak memberi upahnya. ” (HR. Imam Al-Bukhari)

Hadis ini menunjukkan bahwa menjual manusia adalah dosa besar yang mendapat ancaman langsung dari Rosululloh SAW.

Hukum Jual Beli Sel Telur

Perkembangan teknologi reproduksi membawa berbagai perdebatan etis dan hukum, salah satunya terkait dengan jual beli sel telur manusia. Di beberapa negara, praktik ini dilakukan sebagai bagian dari prosedur bayi tabung (in vitro fertilization – IVF). Namun, dalam banyak sistem hukum dan etika, transaksi semacam ini menimbulkan perdebatan serius terkait eksploitasi, hak asasi manusia, serta batasan moral.

Dari sisi hukum positif, beberapa negara melarang atau membatasi jual beli sel telur manusia dengan alasan perlindungan terhadap perempuan. Sementara itu, dalam hukum Islam, persoalan ini berkaitan dengan maqashid syariah (tujuan syariat), terutama dalam menjaga kehormatan (hifzh al-‘irdh) dan keturunan (hifzh an-nasl).

Dalam hukum internasional, tidak ada regulasi universal yang mengatur jual beli sel telur secara spesifik. Namun, banyak negara mengadopsi prinsip etika medis dan HAM, yang menolak komersialisasi bagian tubuh manusia, termasuk sel telur. Negara-negara seperti Prancis, Jerman, dan Kanada melarang jual beli sel telur, meskipun mereka mengizinkan donasi sel telur secara sukarela. Sementara itu, Amerika Serikat dan India memperbolehkan praktik ini dengan regulasi ketat untuk mencegah eksploitasi perempuan. Sedangkan di Indonesia, belum ada aturan khusus yang secara eksplisit melarang atau mengizinkan jual beli sel telur.

Dalam hukum Islam, praktik jual beli sel telur menimbulkan beberapa permasalahan hukum, terutama terkait keabsahan transaksi, nasab, dan perlindungan terhadap martabat manusia.

Islam memandang tubuh manusia sebagai amanah dari Allah SWT yang tidak boleh diperjualbelikan. Dalam Al-Qur’an, Alloh berfirman:

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِيٓ ءَادَمَ

Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan anak-anak Adam…” (QS. Al-Isra’ Ayat 70)

Dalam hadist, Rossululloh SAW juga menegaskan:

لَا يَبِعْ أَحَدُكُمْ ظَهْرَهُ

Artinya: “Janganlah seseorang menjual tubuhnya.” (HR. Imam Al-Bukhari)

Dalam kitab Hikmatut Tasyri’ wa Falsafatuh, hukum jual beli sel telur bisa diambil dari kutipan hadits dari Tafsir Ibnu Katsir berikut,

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ مَا مِنْ ذَنْبٍ بَعْدَ الشِّرْكِ أَعْظَمُ مِنْ نُطْفَةٍ وَضَعَهَا رَجُلٌ فِيْ رَحِمٍ لاَ يَحِلُّ لَهُ

Artinya: “Dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Rosululloh SAW bersabda, ‘Tidak ada dosa yang lebih besar setelah syirik daripada mani yang ditempatkan seorang laki-laki (berzina) di dalam rahim perempuan yang tidak halal baginya,” (Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, [Kairo, Darul Hadits: 2003), Juz III, halaman 50).

Adapun argumentasi dari kitab Hikmatut Tasyri’ wa Falsafatuh sebagai rujukan:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلاَ يُسْقِيَنَّ مَاءَهُ زَرْعَ أَخِيْهِ

Artinya: “Barnagsiapa saja yang beriman kepada Alloh SWT dan hari kiamat, maka janganlah sekali-kali berzina dengan istri sesamanya.” (Ali Ahmad Al-Jurjawi, Hikmatut Tasyri’ wa Falsafatuh, [Beirut, Darul Fikr: 1998), juz II, halaman 25).

Dengan demikian, hukum jual beli sel telur dimana jika sel telur tersebut bukan dari rahim istrinya, hukumnya haram. Atau menjual sel telur dengan proses yang ghoiru muhtarom (tidak dimuliakan) juga diharamkan. Hal ini berbeda dengan hukum bayi tabung dimana jika proses fertilisasi dan pembuahan sel telur diambil dari sperma dan sel telur istrinya sendiri, maka hukumnya diperbolehkan, asal dengan cara yang muhtarom.

Baik dalam perspektif hukum positif maupun hukum Islam, perdagangan manusia merupakan kejahatan serius yang harus diberantas. Hukum internasional dan nasional telah mengatur sanksi yang tegas terhadap pelaku, namun tantangan terbesar adalah penegakan hukum yang konsisten dan efektif.

Sedangkan jual beli sel telur manusia merupakan praktik yang problematis baik dari perspektif hukum positif, dan haram dari sisi tinjauan fiqih Islam.

Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.