Tirakat Puasa Kelahiran Anak Weton dalam Islam

darulmaarif.net – Indramayu, 09 Agustus 2024 | 14.00 WIB

Puasa kelahiran anak adalah salah satu tradisi Islam yang dilakukan oleh sebagian umat Islam Indonesia. Puasa ini biasanya dilakukan oleh orangtua atau keluarga anak yang baru lahir atau yang sudah berusia satu tahun atau lebih. Tujuan dari puasa ini adalah untuk mendoakan keselamatan dan kebahagiaan anak di dunia dan akhirat.

Namun, bagaimana hukumnya puasa kelahiran anak dalam Islam? Apakah ada dalil yang secara eksplisit menyebutkan hukum dari puasa weton kelahiran anak? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu melihat dalil-dalil yang berkaitan dengan puasa kelahiran anak dari Al-Qur’an, hadits, dan pendapat para ‘Ulama.

Dalil Al-Qur’an

Dalam Al-Qur’an, tidak ada ayat yang secara khusus membahas tentang puasa kelahiran anak. Namun, ada beberapa ayat yang menunjukkan bahwa berpuasa adalah salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Alloh Swt dan mengharapkan pahala dari-Nya. Misalnya, firman Alloh Swt:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqoroh Ayat 183)

وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Artinya: “Dan (dihalalkan bagimu) berbuka pada malam hari. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam (berikutnya), tetapi janganlah kamu campuri mereka itu (istri-istrimu), sedang kamu beri’tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Alloh menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia supaya mereka bertaqwa.” (QS. Al-Baqoroh Ayat 187)

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَر

Artinya: “Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqoroh Ayat 185)

Dari ayat-ayat di atas, kita dapat memahami bahwa berpuasa adalah ibadah yang wajib dilakukan oleh setiap muslim pada bulan Ramadhan dan sunnah dilakukan pada hari-hari tertentu seperti Senin-Kamis, Arafah, Asyura, dan lain-lain. Berpuasa juga merupakan salah satu cara untuk meningkatkan takwa kepada Alloh Swt dan mengharapkan pahala dari-Nya.

Dalil Hadits

Dalam hadits, ada beberapa riwayat yang menyebutkan tentang puasa kelahiran anak atau puasa weton (hari kelahiran) yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw. Misalnya, hadits berikut:

عَنْ أَبِي قَتَادَةَ الْأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صِيَامِ يَوْمِ الِاثْنَيْنِ فَقَالَ فِيهِ وُلِدْتُ وَفِيهِ أُنْزِلَ عَلَيّ

Artinya: “Dari Abu Qatadah Al-Anshari RA, ia berkata: Rasulullah SAW ditanya tentang puasa hari Senin, maka beliau bersabda: Pada hari itu aku dilahirkan dan pada hari itu pula wahyu diturunkan kepadaku.”(HR. Imam Muslim)

عن عائشة رضي الله عنها قالت كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصوم الاثنين والخميس فقيل له في ذلك فقال تعرض فيهما الأعمال على رب العالمين فأحب أن يعرض عملي وأنا صائم

Artinya: “Dari Aisyah RA, ia berkata: Rasulullah SAW biasa berpuasa pada hari Senin dan Kamis, lalu ditanya tentang hal itu, maka beliau bersabda: Pada hari-hari itu amal-amal diperlihatkan kepada Rabb semesta alam, maka aku suka jika amalku diperlihatkan sedangkan aku berpuasa.” (HR. Imam At-Tirmidzi)

Dari hadits-hadits di atas, kita dapat memahami bahwa puasa hari Senin adalah sunnah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw karena pada hari itu beliau dilahirkan dan mendapatkan wahyu pertama. Puasa hari Senin juga merupakan salah satu cara untuk mempersembahkan amal-amal terbaik kepada Alloh Swt.

Namun, tidak ada hadits yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad Saw berpuasa pada tanggal kelahirannya (12 Rabiul Awwal) atau pada hari kelahiran anak-anaknya. Jadi, tidak ada dasar yang kuat untuk mengkhususkan puasa pada hari kelahiran diri sendiri atau anak-anak.

Pendapat ‘Ulama

Puasa Weton atau puasa di hari kelahiran, sejauh ini belum banyak ditemukan dalam kitab-kitab Fikih yang menyatakan sunah. Kalau pun melakukan puasa Weton ini tidak boleh diniatkan “Nawaitu Shauma Weton”, sebab dalam syara’ belum kita temukan ijtihad semacam itu.

Tapi puasa di hari kelahiran juga bukan berarti diharamkan, sebab masih bisa dikategorikan puasa sunah secara umum. Bagaimana niatnya? Niat puasa karena Alloh di hari tersebut. Dari Sa’id RA, dia berkata: Aku pernah mendengar Nabi Saw bersabda:

مَنْ صَامَ يَوْمًا فِى سَبِيْلِ اﷲِ بَاعَدَ اﷲُ تَعَالَى وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ سَبْعِيْنَ خَرِيْفًا

Artinya: “Barangsiapa berpuasa sehari di jalan Alloh, maka Alloh Ta’ala menjauhkan dirinya dari neraka selama tujuh puluh tahun.” (HR. Imam Bukhori dan Muslim)

وَقَالَ الْقُرْطُبِيُّ: سَبِيلُ اللَّهِ طَاعَةُ اللَّهِ ، فَالْمُرَادُ مَنْ صَامَ قَاصِدًا وَجْهَ اللَّهِ

Artinya: “Imam Al-Qurthubi berkata: “Di jalan Alloh, artinya adalah karena patuh kepada Allah. Yang dimaksud adalah berpuasa sunah karena mencari pahala dari Allah.” (Tuhfatul Ahwadzi 4/295).

Ilhaq (Menyamakan Masalah Dengan Teks Kitab)

Dapat kita jumpai dalam literatur ‘Ulama Salaf yang menganjurkan puasa Mutlaq tanpa dalil secara khusus, yaitu puasa untuk shalat Istisqa’ seperti yang disampaikan oleh Imam Ramli yang dijuluki Syafii Junior (Shaghir) ini:

( وَيَأْمُرُهُمْ الْإِمَامُ ) اسْتِحْبَابًا أَوْ مَنْ يَقُومُ مَقَامَهُ ( بِصِيَامِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ ) ( أَوَّلًا ) مُتَتَابِعَةٍ مَعَ يَوْمِ الْخُرُوجِ ؛ لِأَنَّ الصَّوْمَ مُعِينٌ عَلَى الرِّيَاضَةِ وَالْخُشُوعِ وَصَحَّ { ثَلَاثَةٌ لَا تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ : الصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ ، وَالْإِمَامُ الْعَادِلُ ، وَالْمَظْلُومُ } وَالتَّقْدِيرُ بِالثَّلَاثَةِ مَأْخُوذٌ مِنْ كَفَّارَةِ الْيَمِينِ ؛ لِأَنَّهُ أَقَلُّ مَا وَرَدَ فِي الْكَفَّارَةِ

Artinya: “Hendaknya sebelum melakukan shalat Istisqa’ (minta hujan), pemimpin atau yang berwenang lainnya memerintahkan mereka untuk puasa 3 hari terlebih dahulu secara terus menerus bersamaan hari akan dilaksanakannya shalat Istisqa. Sebab puasa dapat menolong pada riyadloh (olah batin) dan khusyuk. Disebutkan dalam hadis sahih: “Ada 3 yang dikabulkan doanya, orang puasa hingga berbuka, pemimpin adil dan orang yang dianiaya” [HR. Imam At-Tirmidz, Ibnu Majah dll]. Sementara 3 hari diambil dari tebusan sumpah, sebab puasa 3 hari adalah paling sedikit dari kaffarot” (Nihayat Al-Muhtaj 7/458).

Mensyukuri Hari Kelahiran Dengan Puasa

Diantara nikmat dari Alloh kepada kita adalah kita terlahir ke dunia ini pada hari tertentu. Maka sah-sah saja kita mensyukuri di hari tersebut dengan puasa secara Mutlak (sunah Muthlaqoh) seperti dalam hadits-hadits diatas, tidak dengan niat puasa weton. Sebagaimana disampaikan ahli hadis Ibnu Rajab Al-Hanbali berikut:

وَلَكِنِ الْأَيَّامُ الَّتِي يَحْدُثُ فِيْهَا حَوَادِثُ مِنْ نِعَمِ اللهِ عَلَى عِبَادِهِ لَوْ صَامَهَا بَعْضُ النَّاسِ شُكْرًا مِنْ غَيْرِ اتِّخَاذِهَا عِيْدًا كَانَ حَسَنًا اِسْتِدْلَالًا بِصِيَامِ النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَاشُوْرَاءَ لَمَّا أَخْبَرَهُ الْيَهُوْدُ بِصِيَامِ مُوْسَى لَهُ شُكْرًا ، وَبِقَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا سُئِلَ عَنْ صِيَامِ يَوْمِ الْاِثْنَيْنِ قَالَ : ” ذَلِكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيْهِ وَأُنْزِلَ عَلَيَّ فِيْهِ “

Artinya : “… Akan tetapi hari-hari yang ada kejadian dari nikmat Alloh kepada hambanya, jika dilakukan puasa oleh sebagian orang sebagai bentuk syukur tanpa menjadikan sebagai perayaan, maka bagus. Selaras dengan dalil ketika Nabi berpuasa di hari ‘Asyura yang dikabarkan oleh Yahudi dengan puasanya Nabi Musa karena bentuk syukur. Dan dengan sabda Nabi saat ditanya tentang puasa hari Senin, maka beliau menjawab: “Itu adalah hari dimana aku dilahirkan dan diberikan wahyu kepadaku.” (Ibnu Rajab, Fath Al-Bari 1/88).

Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.