darulmaarif.net – Indramayu, 03 Maret 2023 | 08.00 WIB
Kewajiban suami terhadap istri adalah memberi nafaqoh baik berupa nafkah dzohir maupun batin. Nafkah dzohir jelas berupa materi, seperti sandang, pangan dan papan (memberikan tempat tinggal untuk istri). Akan tetapi, banyak pasutri jaman now yang tidak memahami nafkah batin. Acapkali, saat ditanya mengenai nafkah batin, jawabannya mengarah pada hubungan intim berupa jima’ atau bersenggama (hubungan badan). Padahal, jima’ atau bersenggama merupakan bagian dari nafkah lahir dan masuk pada kategori kewajiban istri, yang menjadi hak bagi suami dalam penyaluran nafsu birahinya, bukan sebaliknya.
Nafkah batin adalah nafkah yang menyentuh sisi ruhani, yaitu pendidkan agama Islam. Seperti mempergauli istri secara baik (wa ‘aasyiruhunna bil ma’ruuf), sebagai contoh menenangkan hati istri dikala sedih, menemaninya kala sakit, memberi nasehat dan perhatian saat ada masalah, mendidik dan membimbing kepada jalan agama yang baik kepada istri, itu merupakan nafkah batin dan menjadi kewajiban suami kepada istrinya.
Sebagaimana Alloh berfirman dalam Surat An-Nisa Ayat 19:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا ۖ وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ ۚ وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman! Tidaklah halal bagimu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Alloh menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (Q.s An-Nisa Ayat 19)
Dalam Tafsir Al-Qusyairi yang disebut juga dengan nama Lathoiful Isyaaroot, Juz II halaman 464, Imam Al-Qusyairi rohimahullohu menjelaskan sebagai berikut:
وقوله : { وَعَاشِرُوهُنَّ بِالمَعْرُوفِ } : أي بتعاليم الدين والتأدب بأخلاق المسلمين وحُسْنِ الصحبة على كراهة النفس ، وأن تحتمل أذاهن ولا تحملهن كلف خدمتك ، وتتعامى عن مواضع خجلتهن .
Artinya: “Dan bergaullah dengan mereka secara patut.” (QS. 4:19). Artinya dengan mengajari mereka agama, norma-norma Islam, memperbaiki kebersamaan dan keharmonisan menjauhi hal yang tiada disuka hati, sabar menanggung beban saat istri menyakiti, tidak memberikan beban padanya diluar batas kemampuan pelayanan dan membutakan diri atas hal-hal yang membuat mereka minder serta malu. (Tafsiir al-Qusyairi II/464 ).
Dalam kitab Tafsir Ibn Katsiir Juz II halaman 242, Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa mempergauli istri dengan baik (wa ‘aasyiruhunna bil ma’ruuf) adalah memperbaiki perkataan pada istri, memperindah perbuatan dan tingkah laku suami semaksimal mungkin dengan cara-cara yang baik sesuai yang diajarkan syariat Islam.
وقوله: { وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ } أي: طيِّبُوا أقوالكم لهن، وحَسّنُوا أفعالكم وهيئاتكم بحسب قدرتكم، كما تحب ذلك منها، فافعل أنت بها مثله، كما قال تعالى: { وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ } [البقرة:228] وقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأهْلِهِ، وأنا خَيْرُكُم لأهْلي” (5) وكان من أخلاقه صلى الله عليه وسلم أنه جَمِيل العِشْرَة دائم البِشْرِ، يُداعِبُ أهلَه، ويَتَلَطَّفُ بهم، ويُوسِّعُهُم نَفَقَته، ويُضاحِك نساءَه، حتى إنه كان يسابق عائشة أم المؤمنين يَتَوَدَّدُ إليها بذلك. قالت: سَابَقَنِي رسولُ الله صلى الله عليه وسلم فَسَبَقْتُهُ، وذلك قبل أن أحملَ اللحم، ثم سابقته بعد ما حملتُ اللحمَ فسبقني، فقال: “هذِهِ بتلْك” (6) ويجتمع نساؤه كل ليلة في بيت التي يبيت عندها رسول الله صلى الله عليه وسلم، فيأكل معهن العشاء في بعض الأحيان، ثم تنصرف كل واحدة إلى منزلها. وكان ينام مع المرأة من نسائه في شعار واحد، يضع عن كَتِفَيْه الرِّداء وينام بالإزار، وكان إذا صلى العشاء يدخل (7) منزله يَسْمُر مع أهله قليلا قبل أن ينام، يُؤانسهم بذلك صلى الله عليه وسلم وقد قال الله تعالى: { لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ } [الأحزاب: 21].
Artinya: “Dan bergaullah dengan mereka secara patut.” (QS. 4:19). Artinya perbaikilah perkataanmu pada mereka, bagusilah perbuatan dan tinggah lakumu semaksimalmu pada mereka sebagaimana engkau juga suka mereka melakukannya padamu, jalnilah apa yang engkau suka ia juga menjalaninya padamu sebagaimana firman Allah “Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf.” (QS. 2:228).
Rosululloh Saw bersabda: “Sebaik-baiknya kalian adalah yang terbaik pada keluarganya dan aku yang terbaik dari kalian pada keluargaku” (HR. Ibn Maajah). Adalah sebagian sikap Rosululloh Saw, bahwa beliau baik sekali cara bergaulnya dengan keluarganya, selalu tersenyum, berseri-seri roman mukanya, senang bermain-main dengan mereka, lemah lembut, memberi kelapangan nafkahnya, tertawa bersama istri-istrinya bahkan beliau sering mengajak ‘Aisyah ra berlomba lari “Nabi mengajakku berlomba denganku dan aku mampu mendahuluinya, itu sebelum aku membawa daging (belum gemuk, masih langsing) dan saat aku telah gemuk beliau mengajakku berlomba dan beliau yang mendahuluinya, dan beliau berkata : Ini balasan dari perlombaan yang dulu.” Ujar Sayyidah ‘Aisyah. (HR, an-Nasaai dan Ibn Maajah).
Beliau mengumpulkan istri-istrinya setiap malam di tempat yang beliau bermalam bersama istrinya, mengajak makan malam bersama sebelum istri-istrinya pulang kerumah masing-masing.
Beliau tidur bersama istrinya dalam satu selimut, beliau tanggalkan selendangnya dari kedua bahunya dan tidur memakai selimut. Setelah shalat Isya, beliau pulang ke rumah untuk bergaul, bercanda dengan istri, tidak lama kemudian beliau tidur.
Inilah sikap Rasulullah bersama istrinya bagaimana dengan anda? padahal Alloh berfirman “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rosululloh itu suri tauladan yang baik bagimu, (yakni) bagi orang yang mengharap (rahmat) Alloh dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Alloh”. (QS. 33:21). (Tafsiir Ibn Katsiir II/242).
Kesimpulannya:
Selain nafkah dzohir berupa materi seperti sandang pangan dan papan, suami berkewajiban memberikan nafkah berupa nafkah batin yang dalam hal ini seperti yang dijelaskan diatas. Adapun yang sering kita salahpahami suami istri jaman now selama ini bahwa nafkah batin itu berupa hubungan intim baik itu jima’ (senggama) atau sekadar istimta’. Padahal, Jima’ atau istimta’ dengan memberikan kepuasan hubungan badan (jasad) merupakan kewajiban istri kepada suami, bukan kewajiban suami kepada istri. Dan perlu diketahui pula, bahwa jima’ atau hubungan intim suami-istri adalah hubungan biologis yang tidak menyentuh sisi ruhani.
Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.