Setan Dibelenggu Saat Bulan Puasa, Kok Maksiat Masih Ada? Ini Penjelasannya

darulmaarif.net – Indrmayu, 10 April 2023 | 11.00 WIB

Sungguh ironis, berita kembali heboh. Seorang siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan menjadi korban pemerkosaan yang dilakukan oleh dua pria. Korban diperkosa secara bergilir di dalam sekolahnya.

Mengutip laman kompas.com, pemerkosaan ini terjadi saat korban hendak menjalankan ibadah tarawih namun diajak oleh salah satu tersangka. Korban kemudian diajak ke sekolah dan diperkosa secara bergilir. Artinya, kejadian itu terjadi menjelang waktu sholat isya dan tarawih tiba. Sungguh ironis, niat hati ibadah di masjid, malah yang terjadi sebaliknya.

Kejadian yang menimpa NA (15) ini menjadi renungan kita bersama, terutama kepada orangtua agar hati-hati yang memiliki anak gadis untuk tidak berkeliaran malam hari, meskipun di bulan Puasa. Untungnya, pelaku berhasil diringkus dan diamankan polisi dengan pasal hukuman 15 tahun penjara, terancam tindak pidana perlindungan undang-undang anak dan perempuan.

Dari kejadian tersebut, timbul pertanyaan: Konon di bulan Ramadhan setan-setan dibelenggu tapi kenapa maksiat masih saja ada? Atau bahkan bertebaran?

Seperti hadits baginda Nabi Saw:

إِذَا دَخَلَ رَمَضَانُ صُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ ، وَفُتِحَتْ أَبُوَابُ الجَّنَةِ ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ

Artinya: “Ketika masuk bulan Ramadlan, maka setan-setan dibelenggu, pintu-pintu surga dibuka, dan pintu-pintu neraka ditutup,” (HR Bukhari dan Muslim)

Tentu saja hadits ini membuat sebagian kita heran, mengapa setan dibelenggu di bulan ramadhan, tetapi maksiat masih bertebaran? Tentu saja haditsnya tidak salah, bulan Ramadhan dan puasa juga tidak salah. Tetapi, pelaku puasa lah yang bermasalah. Ini bisa kita bandingkan dengan firman Alloh yang menegaskan, “Sesungguhnya sholat mencegah perbuatan keji dan munkar”, tetapi banyak pelaku sholat, juga merangkap pelaku maksiat. Sholat dikerjakan, maksiat dijalankan (STMJ, Sholat Terus Maksiat Jalan). Karena masih dimungkinkan kejelekan tersebut terjadi akibat nafsu yang jelek dari seseorang atau pengaruh setan dari bangsa manusia.

Dalam kitab Fathul Baari, Imam Al-Qurthuby menjelaskan maksud hadits diatas sebagai berikut.

وقال القرطبي بعد أن رجح حمله على ظاهره فإن قيل كيف نرى الشرور والمعاصى واقعة في رمضان كثيرا فلو صفدت الشياطين لم يقع ذلك فالجواب أنها إنما تقل عن الصائمين الصوم الذي حوفظ على شروطه وروعيت ادابه أو المصفد بعض الشياطين وه…م المردة لاكلهم كما تقدم في بعض الروايات أو المقصود تقليل الشرور فيه وهذا أمر محسوس فإن وقوع ذلك فيه أقل من غيره اذلا يلزم من تصفيد جميعهم أن لا يقع شر ولا معصية لأن لذلك اسبابا غير الشياطين كالنفوس الخبيثة والعادات القبيحة والشياطين الإنسية وقال غيره في تصفيد الشياطين في رمضان إشارة إلى رفع عذر المكلف كأنه يقال له قد كفت الشياطين عنك فلا تعتل بهم في ترك الطاعة ولا فعل المعصية

Artinya: “Imam Al-Qurthuby berkata, setelah mengunggulkan pernyataan hadits “pada bulan Ramadhan pintu neraka ditutup rapat dan pintu surga dibuka selebar lebarnya dan setan diborgol” pada zhahirnya hadits. Bila ditanyakan “Bagaimana kita masih banyak melihat kejelekan dan maksiat terjadi dibulan Ramadhan bila memang setan telah di borgol? Kejelekan tersebut menjadi jarang terjadi pada orang yang berpuasa dengan menjalankan semua syarat-syaratnya dan menjaga adab-adabnya. Atau yang diborgol hanyalah sebagian setan tidak semuanya seperti keterangan disebagian riwayat terdahulu.

Atau yang dimaksud adalah sedikitnya kejelekan dibulan ramadhan, ini adalah hal nyata karena kejelekan dibulan ramadhan kenyataannya memang lebih sedikit dibanding dibulan-bulan lainnya dan bukan berarti apabila semua setan diborgol dibulan Ramadan sekalipun, tidak akan terjadi kejelekan dan kemaksiatan karena masih dimungkinkan kejelekan tersebut terjadi disebabkan oleh nafsu yang jelek atau setan dari setan sebangsa manusia. Dan berkata ulama lainnya “Pengertian setan dibelenggu dibulan Ramadan adalah tidak adanya lagi alas an seorang mukallaf, seolah-olah dikatakan : Telah tercegah setan dari menggodamu maka jangan beralasan dirimu karenanya saat meninggalkan ketaatan dan menjalani kemaksiatan”. (Fathul Baari IV/114-115 )

Saran Untuk Perempuan:

Perempuan Baiknya Sholat Di Rumah

Ummu Humaid pernah mendatangi Nabi Muhammad SAW, dan berkata bahwa dia sangat senang sekali bila dapat sholat bersama beliau Nabi. Kemudian Nabi bersabda:

قَدْ عَلِمْتُ أَنَّكِ تُحِبِّينَ الصَّلاَةَ … وَصَلاَتُكِ فِى دَارِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلاَتِكِ فِى مَسْجِدِ قَوْمِكِ وَصَلاَتُكِ فِى مَسْجِدِ قَوْمِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلاَتِكِ فِى مَسْجِدِى

Artinya: “Aku telah mengetahui bahwa engkau senang sekali jika dapat shalat bersamaku. Sholatmu di rumahmu lebih baik dari sholatmu di masjid kaummu. Dan sholatmu di masjid kaummu lebih baik daripada sholatmu di masjidku.” (HR. Imam Ahmad)

Memang ini kaidah dasarnya bahwa baiknya memang perempuan tidak sering berada diluar kecuali untuk kepentingan yang sangat mendesak. Bahkan untuk shalat pun tetap baiknya di rumah, lebih aman wudhunya, lebih terjaga buat ganti pakaian, lebih nyaman jika sewaktu-waktu butuh ke kamar mandi/toilet, dst.

Bukan bermaksud menghalangi perempuan berekspresi di luar, apalagi menghinakan perempuan dengan kaidah dasar ini, tapi begitulah adanya bahwa memang tabiat perempuan itu sendiri menghendaki bahwa mereka tidak bisa disamakan persis dengan dengan tabiat laki-laki.

Kemungkinan dampak negatif dari keberadaan perempuan diluar rumah memang tidak bisa dipungkiri, terlebih dalam urusan pergaulan lawan jenis, dimana perempuan biasanya menjadi pusat perhatian laki-laki yang memang memiliki kecendrungan kesana, belum lagi dalam kenyataannya terlalu banyak perempuan yang menjadi ‘korban’, baik korban kecopetan, korban hati, korban kehormatan, hingga korban pembunuhan.

Fenomena remaja putri yang sering ke masjid di malam hari juga patut diwaspadai, karena bukannya pahala yang dipereoleh dari masjid justru yang didapat adalah pacar/teman kencan baru. Dan ini juga salah satu negatifnya yang harus dibenarkan.

Keberadaan perempuan di rumah itu sebagai sebuah jalan kehati-hatian agar hal-hal diatas tidak terjadi. Apalagi jika sudah memiliki suami dan anak, sudah sudah barang tentu suami ingin diurus layaknya anak-anak diurus. Terlebih di bulan puasa ini biasanya suami dan anak banyak maunya, ingin disiapkan menu berbuka dan sahur yang variatif, hingga rumah yang selalu harus dalam keadaan rapi dan kinclong, karena tidak semua sanggup dan mau untuk memanggil pembantu rumah tangga.

Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.