darulmaarif.net – Indramayu, 29 Februari 2024 | 08.00 WIB
Hasud (iri) merupaka kotoran (rodzail) yang bisa hinggap di hati siapapun tanpa terkecuali. Perasaan Hasud (iri) biasanya terjadi saat melihat kenikmatan yang dimiliki orang lain, dan kita berharap kenikmatan itu seharusnya untuk kita, atau berharap kenikmatan itu segera lenyap dari pemiliknya.
Baginda Nabi Muhammad Saw menggambarkan sifat Hasud (Iri) seperti api yang melahap kayu bakar, dapat memberangus kebaikan seketika.
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ اَلْحَسَدُ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ
Artinya: “Dari sahabat Anas ra. sesungguhnya Rosululloh Saw bersabda: Sifat iri akan menyebabkan pahala amal kebaikan itu hangus sebagaimana api melahap kayu bakar.” (Sunan Ibn Majah)
Imam Al-Ghozaly, dalam Kitab Faidul Qodiir memperingatkan manusia akan bahaya hasud (Iri hati) yang dapat merusak kebaikan dan menimbulkan berbagai dosa dan kesalahan.
قال الغزالي: الحسد هو المفسد للطاعات الباعث على الخطيئات وهو الداء العضال الذي ابتلي به كثير من العلماء فضلا عن العامة حتى أهلكهم وأوردهم النار وحسبك أن الله أمر بالاستعاذة من شر الحاسد فقال: (ومن شر حاسد إذا حسد) كما أمر بالاستعاذة من شر الشيطان
Artinya: “Imam al-Ghozali berkata: ‘Iri dapat merusakkan segala ketaatan serta menimbulkan berbagai dosa dan kesalahan, iri adalah penyakit berat yang menjadi cobaan besar bagi kebanyakan orang-orang alim terlebih orang-orang awam, ia mampu menghancurkan serta menyeret mereka ke jurang api neraka, sebagaimana Alloh memerintahkan hambanya berlindung dari godaan syetan, Alloh perintahkan untuk berlindung dari orang-orang yang iri hati Alloh berfirman : “Dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki”. (QS. 113:5). (Faidh al-Qodiir Juz III/549)
Namun, meskipun hasud (Iri) dilarang keras oleh Islam, dalam Hadits lain Baginda Nabi mengatakan bahwa hasud (Iri) diperbolehkan dalam dua hal ini.
وَقَال صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ حَسَدَ إِلاَّ فِي اثْنَتَيْنِ : رَجُلٍ آتَاهُ اللَّهُ الْقُرْآنَ فَهُوَ يَتْلُوهُ آنَاءَ اللَّيْل وَآنَاءَ النَّهَارِ ، وَرَجُلٍ آتَاهُ اللَّهُ مَالاً فَهُوَ يُنْفِقُهُ آنَاءَ اللَّيْل وَآنَاءَ النَّهَارِ (1)
(1) حديث : ” لا حسد إلا في اثنين : رجل آتاه . . . ” . أخرجه البخاري ( الفتح 13 / 502 ط السلفية ) ومسلم ( 1 / 558 ط الحلبي ) من حديث عبد الله بن عمر .
Artinya: “Nabi Muhammad Saw bersabda: “Hasad (Iri hati) itu tidak diperbolehkan, kecuali terhadap dua hal, yakni seseorang yang dikaruniai Alloh kemampuan al-Qur’an dan ia terus-menerus membacanya di waktu malam dan siang dan seseorang yang dikaruniai harta yang banyak oleh Alloh dan ia membelanjakannya (menginfakkannya) malam dan siang.” (H.R. Imam Bukhori, Fathul Baari XIII/502, Muslim I/558 dari ‘Abdullah Bin Umar R.a)
Dari hadits diatas dapat disimpulkan bahwa, hasud (Iri) diperbolehkan pada dua golongan.
Golongan pertama, mereka yang ahli Qur’an dan mengamalkan kandungan Qur’an siang malam tanpa henti. Menjadikan Qur’an sebagai pegangan hidupnya baik dalam perkataan maupun perbuatannya. Hasud (Iri) pada ahli Qur’an ini diperbolehkan bahkan dianjurkan karena mereka adalah ‘Alimun-Yanfa’ Bi’ilmihi, orang berilmu yang manfaat atas ilmunya.
Golongan kedua adalah mereka yang dikaruniai harta berlimpah dan membelanjakannya untuk kebaikan, kebenaran serta gemar bersedekah kepada siapapun. Orang-orang ini, melalui kelimpahan harta bendanya amat sangat dermawan mensejahterakan orang lain, baik keluarganya sendiri maupun masyarakat di sekitarnya. Mereka disebut sebagai Ghoniyyun-Syakuur, orang kaya yang banyak bersyukur kepada Alloh Swt.
Para Ulama berpendapat bahwa secara garis besar, hasud (Iri) terbagi menjadi dua bagian. Sebagaimana keterangan dibawah ini:
قال العلماء الحسد قسمان حقيقي ومجازي فالحقيقي تمنى زوال النعمة عن صاحبها وهذا حرام بإجماع الأمة مع النصوص الصحيحة وأما المجازي فهو الغبطة وهو أن يتمنى مثل النعمة التي على غيره من غير زوالها عن صاحبها فإن كانت من أمور الدنيا كانت مباحة وان كانت طاعة فهي مستحبة.
Artinya: “Para Ulama berkata: Hasud (Iri) terbagi atas dua bagian: Iri Hakiki dan Majazy. Pertama, Hakiki, adalah Iri dalam arti mengharapkan hilangnya kenikmatan dari orang sedang mendapatkannya, yang demikian haram menurut kesepakatan Ulama berdasarkan dalil-dalil Nash (Qur’an dan Hadits) yang tegas; Kedua, Majazi, adalah iri dalam arti mengharapkan nikmat seperti nikmat yang diberikan pada orang lain tanpa berharap hilangnya kenikmatan tersebut dari lainnya, bila yang ia harapkan hal-hal yang bersifat duniawi maka hukumnya mubah (boleh), dan bila berupa ketaatan maka sangat dianjurkan, itulah arti iri yang terkandung dalam hadits nabi diatas.” (Syarh An-Nawawy ‘alaa Muslim VI/97)
Hasud (Iri) Majazi disebut sebagai Ghibtoh. Dan Ghibthoh adalah Iri Hati yang dibolehkan dalam Islam. Sedangkan yang dilarang, yang hukumnya diharamkan adalah Iri Hakiki, yang disebut sebagai Hasud (Dengki).
Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.