Sejarah Berdirinya Jam’iyyatul Qurra’ Wal Huffadh Nahdlatul Ulama (JQHNU)

darulmaarif.net – Indramayu, 15 Januari 2023 | 08.00 WIB

Perkembangan ilmu Al-Qur’an di Indonesia sejalan dengan penyebaran agama Islam di nusantara. Meluasnya ilmu al-Qur’an di Indonesia, ditandai dengan banyaknya umat Islam Indonesia yang hafal Al-Qur’an dan mampu membaca Al-Qur’an dengan berbagai macam qiro’at (Qiro’at Sab’ah/Qiro’at ‘Asyiroh), rawi dan beragam lagu (tilawatil Qur’an).

Sebelum berdiri Jam’iyyatul Qurra Wal Huffadh, di setiap daerah di Indonesia telah berdiri organisasi atau perkumpulan para ahli qiro’at dan penghafal Al-Qur’an yang beraneka ragam nama dan sebutannya. Organisasi-organisasi tersebut sebenarnya mempunyai tujuan yang sama, ialah menghimpun dan mempersatukan para ahli qiro’atul Qur’an serta memelihara kesucian al-Qur’an. Selain itu, juga bertujuan untuk mempelajari segi bacaan (murottal) dan hukum-hukum tajwid maupun qiro’at. Selanjutnya, mempelajari isi yang terkandung di dalamnya (syarhil Qur’an) guna diamalkan oleh setiap umat Islam di Indonesia, sekaligus untuk menyebar-luaskan (dakwah Islamiyah) seni bacaan al-Qur’an sesuai dengan hukum-hukum tajwid dan qiro’at sebagai pedomannya.

Berdirinya Jam’iyyatul Qurra’ Wal Huffadh

Atas inisiatif KH. A. Wahid Hasjim (Ayahanda Gus Dur), seorang hafidz yang ketika itu beliau adalah Menteri Agama IV RIS, pada tanggal 17 Ramadhan 1370 atau tepatnya tahun 1950, bertempat di kediaman beliau, Jalan Jawa 12 Jakarta dalam acara buka puasa bersama, sambil selamatan haul salah satu orang tua beliau, maka dicetuskanlah berdirinya sebuah organisasi yang menghimpun para ahli qiro’at, qori’ dan huffadzul Qur’an dengan nama “Jam’iyyatul Qurra’ Wal Hufafzh”.

Untuk mewujudkan ide tersebut, maka dipersiapkan beberapa tenaga muda dan orang tua, guna menyusun pengurus sementara, terdiri dari:

KH. Abu Bakar Aceh (pimpinan/ ketua), KH. Nazaruddin Latif (wakil pimpinan), KH. Tb. Manshur Ma’mun (sekretaris), KH. Asmuni (urusan keuangan), KH. Ahmad Nahrawi (pembantu), KH. Muhammad Roji’un (pembantu), KH. Moh. Arief (anggota), KH. Djamhur (anggota), KH. Darwis Amini (anggota), KH. Muhammad Kasim Bakri (anggota), KH. Muhammad Saleh (anggota), H. Abdurrahim Martam (pembantu), KH. Wahab Chasbullah (penasehat), KH. Masykur (penasehat).

Para pengurus ini bertugas menyusun:

  1. Menyusun anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
  2. Membentuk komisariat-komisariat wilayah di tiap propinsi, kabupaten dan kota
  3. Mempersiapkan kongres pertama dalam waktu yang dekat
  4. Menghubungi para Ulama qurro’ dan huffadz
  5. Melengkapi susunan Pengurus Besar

Kemudian pada hari Jum’at tanggal 12 Rabi’ul Awal 1371 Hijriah atau tanggal 15 Januari 1951 dalam peringatan Maulid Nabi Besar Muhammad Saw, bertempat di rumah H. Asmuni di Sawah Besar, KH.A. Wahid Hasyim meresmikan berdirinya “Jam’iyyatul Qurra’ Wal Huffadh” dengan susunan Pengurus Besar (sementara) terdiri dari:

Penasehat

KH. Abdul Wahab Chasbullah, KH. A. Wachid Hasjim, KH.A. Abdul Karim, KH. Djamhur

Pengurus Harian (Pengurus Besar)

  1. Ketua Umum : KH. Abu Bakar Aceh
  2. Ketua I : KH. Darwis Amini
  3. Ketua II : KH. Nazaruddin Latif
  4. Sekretaris I : Muhammad Nur
    Sekretaris II : KH.Tb. Mansur Ma’mun
  5. Bendahara I : H. Asmuni
    Bendahara II : H.Abd. Rahim Martam

Anggota

  1. KH.M. Kasim Bakri
  2. KH.M. Roji’un
  3. KH.A. Nahrawi
  4. Bpk. Zainal Arifin Datuk
  5. Rd.A. Djawahir Dahlan
  6. Abdullah Lidi
  7. Sayyid ‘Ubaidillah Assirry
  8. Sayyid Hasan Alaidrus
  9. KH. Muhammad Saleh
  10. KH. Muhammad Djunaidi

Dalam waktu kurang lebih satu tahun (1951-1952) Pengurus Besar di bawah pimpinan KH. Abu Bakar Aceh telah berhasil:

Mengesahkan Pengurus Wilayah di setiap Propinsi dan 50 Pengurus Cabang Jam’iyyatul Qurra Wal Huffadh.

Menyelenggarakan kursus kader Qori’

Atas usulan dari Pengurus Cabang dan Wilayah, serta restu Menteri Agama IV RI dan bantuan dari Bapak Presiden Soekarno dan Ibu Fatmawati maka pada tanggal 1-6 Desember 1953/ 1373 H diselenggarakan Kongres. Kongres tersebut dihadiri 86 Pengurus Cabang dan 10 Pengurus Propinsi dan menghasilkan keputusan antara lain:

Organisasi dan Himpunan apapun yang bersifat sama, berfusi menjadi satu dengan “Jam’iyyatul Qurra’ Wal Huffadh” yang bersifat sosial pendidikan dan tidak berafiliasi dengan partai politik manapun.

Kegiatan-Kegiatan Jam’iyyatul Qurra’ Wal Huffadh

Pada Tahun 1954 telah berlangsung Konferensi – konferensi Komisariat Wilayah Propinsi Jawa Timur di Malang, Kalimantan Selatan di Banjarmasin, Jawa Barat di Cirebon, Sumatera Selatan di Palembang, Jawa Tengah di Semarang, dan Sumatera Utara di Medan, yang semuanya dihadiri oleh Pimpinan Pengurus Besar.

Dalam rombongan delegasi kesenian dan kebudayaan Pemerintah RI ke Negara Pakistan dan Birma, salah seorang anggota Pengurus Besar Jam’yyatul Qurra’ Wal Huffadh, KH. Tb. Manshur Ma’mum mendapat kehormatan dari pemerintah cq. Bapak Mentri Agama, untuk ikut serta dalam delegasi tersebut, mengunjungi kota Dacca, Birma, Citagong (Pakistan Timur) dan Singgah di Brunei, perjalanan kurang lebih 1 bulan di bawah Pimpinan Rd. Gaos. Pegawai Tinggi Kementrian Sosial RI.

Mendidik kader-kader qurra’ dan huffadz, untuk diusulkan kepada Pemerintah agar supaya setiap Imam di Masjid-masjid Kota Kabupaten/ Kota Besar, diangkat dari anggota Jam’iyyatul Qurra wal Huffazh.

Mengusulkan kepada Pemerintah cq. Kementrian Agama agar supaya di setiap Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah, guru-guru al-Qur’an dari anggora Jam’iyyatul Qurra wal Huffazh, dalam rangka pengangkatan guru-guru agama di sekolah-sekolah negeri dan swasta atas jaminan Pemerintah.

Mengaktifkan para qaori’qori’ah untuk turut serta menyumbangkan tenaga di dalam memberikan pelajaran ilmu membaca al-Quran kepada para penghuni rumah-rumah penjara (lembaga pemasyarakatan), rumah-rumah sosial/ panti-panti sosial/ tunanetra, dsb. Minimal memberikan pelajaran tilawatil Qur’an dengan sistem hafalan.​

Itulah sekilas sejarah berdirinya Jam’yyatul Qurra’ Wal Huffadz (JMQH) Nahdlatul Ulama yang diperingati setiap tanggal 15 Januari.

Semoga bermanfaat.