Sahur Tapi Lupa Niat, Apa Sah Puasa nya?

darulmaarif.net – Indramayu, 29 Maret 2024 | 04.00 WIB

Ibadah Puasa akan selalu didahului oleh pembacaan niat dan sahur. Niat boleh dibaca setelah sholat tarawih, malam hari atau kapan pun sebelum fajar tiba.

Niat puasa sendiri merupakan sesuatu yang bersifat krusial. Dan seseorang yang tidak niat puasa di malam hari, sebagaimana keterangan hadist Nabi, maka puasa nya dianggap tidak sah.

مَنْ لَمْ يُبَيِّتْ النِّيَّةَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ

Artinya: “Barang siapa tidak berniat puasa sebelum fajar (malam hari) maka dianggap tidak berpuasa.” (HR. Imam Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majjah, dari Hafshoh)

Namun, dalam waktu tertentu, terkadang kita lupa melakukan niat di waktu malam saat kita melakukan puasa Ramadhan, tetapi kita bangun di waktu malam dan makan sahur. Dalam keadaan demikian, apakah puasa kita tetap dianggap sah? Atau makan sahur tapi lupa niat tidak cukup untuk menggugurkan niat puasa?

Menurut pendapat yang mu’tamad, sahur tapi lupa niat hukumnya bisa sah bisa tidak sah. Artinya, makan sahur bisa menggugurkan atau mewakilkan niat puasa itu sendiri jika memenuhi syarat sebagaimana keterangan dibawah ini.

وَلَوْ أَكَلَ اَوْ شَرِبَ جَوْفًا مِنَ الْجُوْعِ اَوِ الْعَطْشِ نَهَارًا اَوِ امْتَنَعَ مِنَ اْلأَكْلِ وَالشُّرْبِ اَوِ الْجِمَاعِ خَوْفَ طُلُوْعِ الْفَجْرِ، فَإِنْ خَطَرَ بِبَالِهِ الصَّوْمُ بِالصِّفَاتِ الَّتِيْ يُشْتَرَطُ التَّعَرُّضُ لَهَا كَفَى ذَلِكَ فِي النِّيةِ، لِتَضَمُّنِهِ قَصْدَ الصَّوْمِ، وَهُوَ حَقِيْقَةُ النِّيَّةِ، وَإِلاَّ فَلاَ، وَهَذَا التَّفْصِيْلُ هُوَ الْمُعْتَمَدُ اهـ (حاشية الباجوري, 1/299)

Artinya: “Jika seseorang makan atau minum (dengan tujuan sahur) karena takut esok siang merasakan lapar dan haus, atau menahan diri tidak makan, minum, jima’ atau karena takut terbitnya fajar shodiq (yang menjadi tanda sudah wajib puasa). Lalu sambil di dalam hatinya terbesit bahwa besok dia akan melakukan puasa sebagaimana mestinya, ini juga sudah mewakili niat puasa, dan inilah hakikat niat. Dan apabila ia tidak menyengaja sahur untuk puasa besok, maka hukum puasa nya tidak sah. Hukum ini merupakan perincian menurut qoul mu’tamad (qoul yang bisa dijadikan sandaran hujjah)”. (Hasyiyah Al-Bajury, Juz I/199)

Berdasarkan keterangan tersebut, makan sahur bisa mewakili niat puasa, apabila ketika sahur ia menyengaja untuk berpuasa esok hari bulan Ramadhan. Sehingga puasa yang dilakukan oleh orang yang lupa niat puasa di malam harinya tetap dianggap sah, dengan syarat bahwa saat sahur ia menyengaja untuk berpuasa esok hari dengan menjauhi segala hal yang dapat membatalkan puasa.

Berdasarkan dari penjelasan di atas juga, apabila ada orang yang lupa berniat puasa pada malam hari masih dapat terselamatkan puasanya. Namun perlu ditegaskan bahwa solusi ini hanya untuk mereka yang lupa tidak berniat, bukan sengaja tidak berniat di malam hari.

Kata kuncinya adalah adanya maksud secara sengaja bahwa setelah terbit fajar ia akan menunaikan puasa. Imam Syafi’i sendiri berpendapat bahwa makan sahur tidak dengan sendirinya dapat menggantikan kedudukan niat, kecuali apabila terbersit (khathara) dalam hatinya maksud untuk berpuasa. (al-Fiqh al-Islami, III, 1670-1678).

Meski niat adalah urusan hati, melafalkannya (talaffudzun niat) akan membantu seseorang untuk menegaskan niat tersebut. Talaffudz berguna dalam memantapkan i’tikad karena niat terekspresi dalam wujud yang konkret, yaitu bacaan atau lafal.

Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Majmû’ Syarhul Muhadzdzab menuturkan solusi tersebut sebagai berikut: “Disunnahkan (bagi yang lupa niat di malam hari) berniat puasa Ramadhan dipagi harinya. Karena yang demikian itu mencukupi menurut Imam Abu Hanifah, maka diambil langkah kehati-hatian dengan berniat.” (Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Majmû’ Syarhul Muhadzdzab, [Jedah: Maktabah Al-Irsyad, tt.], juz VI, hal. 315)

Berdasarkan dari keterangan di atas, orang yang lupa belum berniat puasa Ramadan pada malam harinya ia masih memiliki kesempatan untuk melakukan niat tersebut pada pagi harinya dengan catatan bahwa niat yang ia lakukan pada pagi hari itu juga mesti ia pahami dan niati sebagai sikap taqlid atau mengikuti dengan apa yang diajarkan oleh Imam Abu Hanifah. Niatan taqlid seperti ini perlu. Mengingat umat muslim Indonesia adalah pengikut mazhab Syafi’i yang dalam aturannya mengharuskan niat di malam hari, tidak boleh niat di pagi hari (seteleh terbit fajar).

Bila niat berpuasa di pagi hari tidak diniati sebagai langkah taqlid terhadap Imam Abu Hanifah maka ia dianggap mencampuradukkan ibadah yang rusak. Ini sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitab fatwanya: “Dalam kitab Al-Majmû’ disebutkan, disunahkan bagi orang yang lupa berniat puasa di bulan Ramadhan untuk berniat pada pagi hari karena bagi Imam Abu Hanifah hal itu sudah mencukupi, maka diambil langkah kehati-hatian dengan niat. Niat yang demikian itu mengikuti (taqlid) Imam Abu Hanifah. Bila tidak diniati taqlid maka ia telah mencampurkan satu ibadah yang rusak dalam keyakinannya dan hal itu haram hukumnya”. (Ibnu Hajar Al-Haitami, Al-Fatâwâ Al-Fiqhiyyah Al-Kubrâ, juz IV, hal. 307)

Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.