darulmaarif.net – Indramayu, 13 Agustus 2024 | 08.00 WIB
Pada tahun 2024, Indonesia diproyeksikan akan mencapai puncak revolusi industri 4.0 dan diperkirakan akan lebih banyak perusahaan akan melakukan investasi dalam bidang robotik dan otomasi smart factory guna mengelola pekerjaan berulang, meningkatkan efisiensi operasional, dan mengurangi total biaya tenaga kerja. Kemajuan teknologi ini juga diharapkan dapat memungkinkan perusahaan untuk meningkatkan fleksibilitas dan meningkatkan produksi dengan cepat.
Dampak Era revolusi industri 4.0 ini, menyebabkan perkembangan masyarakat nya dikategorikan sebagai generasi Post-Milenial. Generasi yang hidup dalam perkembangan informasi, komunikasi, dan teknologi, serta generasi yang dituntut untuk lebih cepat dalam merespons setiap perkembangan zaman. Era revolusi industri keempat ini ditandai dengan dimulainya proses digitalisasi, salah satunya terbentuknya artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. Selain artificial intelligence, revolusi industri yang keempat ini juga ditandai dengan lahirnya internet of things (IoT), human machine interface (HMI), penggunaan robotik dan sensor. Perkembangan teknologi ini menandai bahwa kehidupan akan memasuki era baru, yaitu era virtual.
Pesantren sebagai salah satu institusi pendidikan berbasis agama dituntut-Laa Budda, mau tidak mau-harus ikut serta dalam menjawab persoalan dan tantangan zaman ini. Salah satunya, di era ini santri harus tau artificial intelligence (kecerdasan buatan). Selain artificial intelligence, revolusi industri yang keempat ini juga ditandai dengan lahirnya internet of things (IoT), human machine interface (HMI), penggunaan robotik dan sensor. Perkembangan teknologi ini menandai bahwa kehidupan akan memasuki era baru, yaitu era virtual.
Untuk menghadapi tantangan besar era ketiga ini, sebagai santri mita harus tetap memiliki prinsip-prinsip dasar dalam menghadapi gempuran Industri dan teknologi. Prinsip-prinsip dasar tersebut adalah sebagai berikut:
1. Akhlakul Karimah
Prinsip yang pertama, santri harus memiliki akhlakul karimah. Akhlak terpuji ini merupakan perangai, karakter, dan tindakan yang baik kepada sesama umat manusia, lintas suku, lintas ras, bahkan lintas agama. Oleh karena itu, untuk bergaul dengan siapa pun yang sangat diutamakan adalah akhlaknya, lebih baik bergaul dengan kawan yang non-muslim berakhlak mulia daripada kawan muslim, tetapi tidak berakhlak. Hal ini seperti yang Rasulullah contohkan, ia lebih senang bergaul dengan teman yang muysrik, tetapi berakhlak, yaitu seperti Mut’im bin Addiy karena kejujuran dan sikap baiknya.
2. Al-Takaful Wa-Ta’ahhul
Prinsip yang kedua, santri harus memiliki kesetiakawanan dan bersikap profesional, memiliki soft skill ataupun hard skill yang mumpuni, dan disertai dengan kepedulian atas sesama. Santri harus menjadi ilmuan yang profesional, dokter yang profesional, kiai yang profesional karena Al-Qur’an menyampaikan bahwa wa la taqfu ma laisa laka bihi ilm, inna al-sam’a wal bashara wal fuada kullu ulaika kana anhu mas-uula, janganlah kamu ikut campur terhadap sesuatu yang belum kamu ketahui karena pendengaran, penglihatan, dan hati akan dimintai pertanggungjawaban.
3. Al-Infitah
Prinsip yang ketiga adalah pemikiran yang terbuka (open minded), pemikiran untuk siap bekerja sama dengan siapa saja dan mempelajari apa saja demi kemajuan agama. Kunci sukses dalam bekerja sama adalah al-I’timad a
‘Alan nafs, percaya diri untuk siap bekerja sama dengan siapa pun sekalipun dengan pejabat, birokrat, akademisi, budayawan, dan elemen bangsa lainnya.
Selain diartikan untuk siap bekerja sama, al-infitah juga diartikan siap untuk mempelajari apa saja karena menurut Imam Hasan al-Bashri, kebangkitan Islam akan terjadi bukan karena kekuasaan dan materi duniawi, melainkan karena ilmu pengetahuan. Kemajuan dalam berpikir, berbudaya, dan berilmu pengetahuan dibutuhkan untuk kemajuan umat Islam. Keberhasilan Islam untuk mencapai masa keemasannya (al-ashr al-nahdhah) adalah ketika umat Islam bergelut dan mengembangkan ilmu pengetahuan, seperti penerjemahan besar-besaran yang terjadi pada masa dinasti Abbasiyah. Pada masa itu, kita mengenal bahwa Barat masih tenggelam pada masa kegelapannya (al-ashr al-dzulam).
4. Al-Ta’awun
Prinsip yang keempat adalah saling membantu setiap orang yang membutuhkan bantuan atau membantu teman sejawat untuk saling berkembang lebih cepat dan menggapai sukses secara kuat. Santri dalam menghadapi era disrupsi ini harus membuat team work yang siap untuk bekerja sama dalam menyukseskan misi dakwahnya dengan tetap berselancar di era revolusi industri yang keempat ini.
5. Al-Masuliyyah
Prinsip yang terakhir yang harus dimiliki oleh santri adalah bertanggung jawab, santri yang memiliki jiwa kesatria adalah santri yang siap bertanggung jawab atas setiap perbuatan yang ia lakukan. Hal ini seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah saw ketika dibujuk, dirayu, dan diminta oleh orang Quraisy untuk mundur dari dakwahnya. Rasulullah saw menjawab rayuan tersebut dengan tegas, dengan sebuah pernyataan, “Demi Alloh, jika saja matahari itu diletakkan di tangan kananku dan rembulan diletakkan di tangan kiriku agar aku meninggalkan agama ini, tidak akan aku lakukan.” Oleh karena itu, santri harus berani bertanggung jawab dalam memperjuangkan setiap prinsip dan cita-cita besarnya. Harus bertanggung jawab dengan segala yang telah dilakukan sekalipun risikonya sangat besar, seperti Nabi Muhammad Saw.
Ditengaj gempuran era revolusi Industri 4.0 dan era disrupsi ini, santri diharapkan dapat menanamkan lima prinsip dasar tersebut sebagai karakter yang melekat dalam dirinya untuk dapat terus eksis menghadapi berbagai kemungkinan perubahan zaman yang semakin lesat ini.
Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.