Menarik! Ternyata Ini Sejarah Tradisi Membuat Bubur Suro di Bulan Muharam

darulmaarif.net – Indramayu, 08 Juli 2024 | 01.00 WIB

Di beberapa daerah, pada tanggal 10 Muharam atau yang dikenal dengan ‘Asyuro, selain melakukan ibadah-ibadah sunah yang sudah masyhur seperti puasa, bersedekah, menyantuni anak yatim, memakai celak hitam dan lain sebagainya, dikenal juga tradisi bersedekah dengan Bjbur Suro.

Bubur Suro merupakan makanan khas yang terbuat dari beras yang dimasak dengan aneka bumbu dan rempah tradisional seperti santan, serai, dan daun salam sehingga rasanya lebih gurih dibandingkan bubur biasanya. Biasanya sajian Bubur Suro memiliki tampilan dan lauk yang berbeda-beda tergantung daerahnya. Ada bubur putih dan bubur merah.

Pada awalnya, bubur suro dihadirkan untuk memperingati hari pertama dalam kalender Jawa di bulan Suro, yang diterbitkan Sultan Agung. Kalender tersebut menggabungkan antara kalender Islam atau hijriah dan sistem penanggalan Jawa.

Dan di beberapa tempat di indonesia biasanya masyarakat membuat bubur dari berbagai macam biji-bijian, mulai dari beras putih,beras merah, kacang hijau dan beberapa lagi jenis biji-bijian yang kemudian semuanya dimasak menjadi bubur dan selain untuk dimakan dengan keluarga, juga dibagikan atau disedekahkan kepada anak-anak yatim dan dhu’afa serta muslimin yang tidak melaksanakan puasa, atau dimakan saat buka puasa hari tersebut.

Tradisi membuat Bubur Suro ini ternyata memiliki akar sejarah yang kuat. Tradisi sedekah Bbur Suro ternyata mengikuti apa yang pernah dikerjakan Nabi Nuh ‘Alaihissalam dan kaumnya. Dalam kitab Bada’iu Zuhur versi dan karangan Syekh Muhammad bin Ahmad bin Iyas al-Hanafy , halaman 64 (versi lain karangan imam as-Suyuthy) disebutkan:

قال الثعلبي كان استواء السفينة علي جبل الجودي يوم عاشوراء وهو العاشر من المحرم فصامه نوح شكرا لله تعالي وامر من كان معه بالصيام في ذلك اليوم شكرا علي تلك النعمة.

ويروي ان الطيور والوحوش والدواب جميعهم صاموا ذلك اليوم ثم ان نوح اخرج ما بقي معه من الزاد فجمع سبعة اصناف من الحبوب وهي البسلة والعدس والفول والحمص والقمح والشعير والارز فخلط بعضها في بعض وطبخها في ذلك اليوم فصارت الحبوب من ذلك اليوم سنة نوح عليه السلام وهي مستحبة 

Artinya: “Imam Ats-Tsa’laby berkata: perahu nabi Nuh ‘Alaihissalam mendarat sempurna disebuah gunung bertepatan tanggal 10 muharam (hari ‘Asyuro), maka nabi nuh melakukan puasa pada hari itu dan memerintahkan kepada kaumnya yang ikut dalam perahunya untuk melakukan puasa pada hari ‘Asyuro sebagai bentuk rasa syukur kepada Alloh Swt.

Dan diriwayatkan bahwa seluruh binatang dan hewan yang ikut dalam perahu Nabi Nuh ‘Alaihissam juga melaksanakan puasa. Kemudian Nabi Nuh ‘Alaihissam mengeluarkan sisa perbekalan selama terapung dalam kapal,tidak banyak sisa yang didapat kemudian Nabi Nuh mengumpulkan sisa biji-bijian itu, ada tujuh macam jenis biji-bijian dan jumlahnya tidak banyak kemudian disatukan dan dijadikan makanan. Dan selanjutnya pada tahun-tahun berikutnya nabi Nuh dan kaumnya selalu membuat makanan seperti itu (bubur dalam bahasa kita) pada hari ‘Asyuro (10 Muharam).

Kehadiran Bubur Suro semakin menjadi salah satu ciri khas dalam kebudayaan Islam di Indonesia, terutama di tanah Jawa.

Tradisi ini mengajarkan nilai-nilai kebaikan, persatuan, dan kebersamaan, serta menjadi wujud syukur umat Islam kepada Alloh atas segala Rahmat dan Karunia-Nya.

Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.