darulmaarif.net – Indramayu, 14 November 2022 | 08.00 WIB

Beruntung lah bagi para santri yang masih di pondok pesantren karena masih bisa ikut kegiatan ngaji, yang belum tentu bisa dilakukan saat di rumah. Karena aktivitas di rumah mungkin akan lebih banyak rebahan, main HP, kluyuran sama teman, dan lain sebagainya.
Setiap santri tentu mengharapkan ilmu yang bermanfaat setelah ia lulus dari pondok pesantren tempat ia menimba ilmu agama. Dan tak jarang banyak alumni santri yang merasa dirinya telah gagal mesantren karena ilmu yang didapat selama di pesantren tidak berbuah amaliyah dalam kehidupan sehari-hari. Atau bahkan cenderung sibuk dengan urusan dunia nya sehingga acapkali semakin menjauhkannnya dari kehidupan agama.
Ditulis oleh hujjatul Islam kelahiran Persia (Iran) Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Ghozali, atau yang masyhur dikenal Imam Ghozali menulis sebuah risalah tipis, berisi kumpulan nasihat agar mendapatkan ilmun nafi’ (ilmu yang bermanfaat) untuk para santri yang kemudian diberi judul kitab Ayyuhal Walad.
Sejarah penulisan kitab ini bermula dari kegelisahan salah seorang santri Imam Ghozali terhadap pertanyaan batinnya sendiri. Padahal, ia telah menghabiskan banyak waktu selama bertahun-tahun untuk berguru dan berkhidmat secara talaqqy (bertatap muka) langsung kepada gurunya itu. Bahkan, Imam Ghozali menyatakan bahwa santrinya itu, telah lulus dalam mengarungi berbagai tahapan proses tarbiyyah (pendidikan) yang ditentukan olehnya. Namun, dalam batin santri itu bergejolak sebuah pertanyaan, selama ini, aku telah menghabiskan sebagian umurku untuk mempelajari dan menguasai berbagai ilmu. Lantas, ilmu mana yang dapat memberikan manfaat dan membuatku tenteram kelak di alam kubur? Dan ilmu mana yang sekiranya tidak memberikan manfaat dan membuatku tentram di alam kubur?
Menjawab kegelisahan santrinya, sang Hujjatul Islam menyampaikan sejumlah nasihat. Berikut ini beberapa nasihat Imam Al-Ghozali yang dikutip dari kitab Ayyuhal Walad:
- Jangan Sibukkan Diri Dengan Sesuatu Yang Tidak Bermanfaat
أَيُّهَا الوَلَدُ، مِنْ جُمْلَةِ مَا نَصَحَ بِهِ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم أُمَّتَهُ قَوْلُهُ عَلَيْهِ السَّلَامُ: عَلَامَةُ إِعْرَاضِ اللهِ تَعَالَى عَنِ العَبْدِ اِشْتِغَالُهُ بِمَا لَايَعْنِيْهِ، وَإِنْ امْرِإٍ ذَهَبَتْ سَاعَةٌ مِنْ عُمُرِهِ فِي غَيْرِ مَا خُلِقَ لَهُ مِنَ العِبَادَةِ، لَجَدِيْرٌ أَنْ تَطُوْلَ عَلَيْهِ حَسْرَتُهُ. وَمَنْ جَاوَزَ الأَرْبَعِيْنَ وَلَمْ يَغْلِبْ خَيْرُهُ عَلَى شَرِّهِ فَلْيَتَجَهَّزْ إِلَى النَّارِ. وَفِي هَذِهِ النَّصِيْحَةِ كِفَايَةٌ لِأَهْلِ العِلْمِ
Wahai santriku, sebagian dari apa yang dinasihatkan Rosululloh Saw pada umatnya adalah sabda beliau Saw, “Tanda Alloh berpaling dari hamba-Nya adalah saat seseorang tersibukkan dalam sesuatu yang tidak bermanfaat baginya. Ketika masa dari umur seseorang berlalu dari selain ibadah yang telah dituntut darinya, tentu baginya patut menyesal selamanya. Barangsiapa menginjak umur 40 tahun, namun kebaikannya dikalahkan oleh keburukannya maka hendaknya mempersiapkan diri ke neraka.” Nasihat ini cukup bagi para pemegang ahli ilmu.
- Pandai-pandailah Menerima Nasihat
أَيُّهَا الوَلَدُ، النَّصِيْحَةُ سَهْلَةٌ وَالمُشْكِلَةُ قَبُوْلُهَا، لِأَنَّهَا فِي مَذَاقِ مُتَّبِعِي الهَوَى مُرَّةٌ، إِذْ المَنَاهِي مَحْبُوْبَةٌ فِي قُلُوْبِهِمْ، وَعَلَى الخُصُوْصِ لِمَنْ كَانَ طَالِبَ العِلْمِ الرَّسْمِيِّ وَمُشْتَغِلًا فِي فَضْلِ النَّفْسِ وَمَنَاقِبِ الدُّنْيَا، فَإِنَّهُ يَحْسَبُ أَنَّ العِلْمَ المُجَرَّدَ لَهُ سَيَكُوْنُ نَجَاتُهُ وَخَلَاصُهُ فِيْهِ وَأَنَّهُ مُسْتَغْنٍ عَنِ العَمَلِ. وَهَذَا اِعْتِقَادُ الفَلَاسِفَةِ. سُبْحَانَ اللهُ العَظِيْمُ. لَايَعْلَمُ هَذَا المَغْرُوْرُ أَنَّهُ حِيْنَ حَصَلَ العِلْمَ، إِذَا لَمْ يَعْمَلْ بِهِ، تَكُوْنُ الحُجَّةُ عَلَيْهِ آكَدَ كَمَا قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ القِيَامَةِ عَالِمٌ لَايَنْفَعُهُ اللهُ بِعِلْمِهِ
Wahai santriku, nasihat itu mudah sedangkan menerimanya sulit. Karena nasihat bagi pengikut hawa nafsu terasa pahit ketika perkara yang dilarang itu disenangi dalam hatinya. Khususnya, bagi orang yang mencari ilmu formal dan menyibukkan diri mencari martabat serta kekayaan duniawi. Ia mengira bahwa ilmu an sich (al-mujarrad) membahagiakan dirinya secara paripurna, lantas lepas tangan dari mengamalkannya. Yang demikian adalah keyakinan para Filosof. Mahasuci Allah yang Maha Agung. Orang yang terpedaya (maghrur) ini tidak mengerti bahwasanya setelah memperoleh ilmu, ketika tidak diamalkan, menjadi hujjah penguat melawannya. Seperti yang disabdakan Rasulullah SAW:
(أشد الناس عذابا يوم القيامة عالم لم ينفعه الله بعلمه (رواه الطبراني
“Manusia yang paling pedih siksanya di hari kiamat adalah seorang alim yang Allah tidak memberikan manfaat atas ilmunya.” (H.R at-Thobrony)
- Jangan Miskin Amal Baik
أَيُّهَا الوَلَدُ، لَاتَكُنْ مِنَ الأَعْمَالِ مُفْلِسًا وَلَا مِنَ الأَحْوَالِ خَالِيًا، وَتَيَقَّنْ أَنَّ العِلْمَ المُجَرَّدَ لَايَأْخُذُ بِاليَدِ. وَمِثَالُهُ لَوْ كَانَ عَلَى رَجُلٍ فِي بَرِيَّةٍ عَشَرَةُ أَسْيَافٍ هِنْدِيَّةٍ مَعَ أَسْلِحَةٍ أُخْرَى، وَكَانَ الرَّجُلُ شُجَاعًا وَأَهْلَ حَرْبٍ، فَحَمِلَ عَلَيْهِ أَسَدٌ عَظِيْمٌ مَهِيْبٌ، فَمَا ظَنُّكَ؟ هَلْ تَدْفَعُ الأَسْلِحَةُ شَرَّهُ عَنْهُ بِلَا اسْتِعْمَالِهَا وَالضَّرْبِ بِهَا؟ وَمِنَ المَعْلُوْمِ أَنَّهَا لَاتَدْفَعُ إِلَّا بِالتَّحْرِيْكِ وَالضَّرْبِ
Wahai santriku, janganlah menjadi orang yang miskin perbuatan baik (‘amal) dan janganlah menjadi orang yang kosong spiritual (ahwal). Yakinlah, ilmu perse tidak bisa membantu. Bagaikan seorang lelaki di suatu gurun mempunyai sepuluh pedang India dan senjata-senjata lainnya, lelaki yang pemberani dan ahli perang, kemudian ada singa yang besar nan buas menyerangnya. Bagaimana menurutmu? Apakah senjata-senjata tersebut melindungi dari serangan singa tanpa menggunakannya dan memukul dengannya? Menjadi keniscayaan bahwa senjata tidak melindunginya tanpa digerakkan dan dipukulkan.
Itulah 3 nasihat Imam Ghozali kepada para santri agar ilmu yang dipelajari di pondok pesantren bermanfaat, tidak membuang-buang waktu untuk suatu hal yang tak ada nilainya, dan mau tawadlu’ untuk menerima nasihat agar memetik ilmu yang didapatkan dari nasihat tersebut.
Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.