darulmaarif.net – Indramayu, 18 Februari 2023 | 17.00 WIB
Penulis: Usth. Maryam Aisatul Fauziah
Langit malam yang gelap resam tanpa dihiasi bintang-gemintang, gemericik air danau Sadewa selepas hujan seakan membisikkan nada-nada syahdu, ketenangan ditengah gelapnya malam tak mampu membakar dan menghanguskan semangat santri Pondok Pesantren Darul Ma’arif Kaplongan Indramayu dalam belajar.
Ditengah pusara kebisuan malam itu akan tetap terasa ramai seramai pikiran dalam diri santri. Dimana pikiran dan tubuh yang tak sinkron, pikiran memikirkan kewajiban yang belum terpenuhi namun badan tetap mengisyaratkan bahwa “ini adalah jam istirahat”.
Lagi dan lagi badan terkalahkan oleh pikiran, tubuh berusaha kuat melawan arus kantuk yang menggelayut di sepanjang pertalian kelopak mata sebenarnya sudah tak lagi terbendung. Mereka terbiasa melakukan aktivitas rutin ini dengan melawan arus kantuk itu, dimana santri mengharuskan dirinya untuk membangun benteng pertahanan tubuh yang yang kuat terutama di bagian kepala dan mata yang terasa amat berat, mereka terbiasa menahan kantuk hingga kepala bergerak tak berarah, kerudung yang tegak dan rapih pun pada akhirnya jatuh lusuh turut menemani kelesuan diri, tapi itulah jerih payah santri pada setiap kegiatan pembelajaran bahasa alias Ilqo.
Kosakata atau vocabularies telah dibagikan di hari sebelumnya, hingga ketika santri menempelkan tubuhnya ke lantai kelas bisa langsung menyetorkan hafalannya pada malam itu. Terkesan menyenangkan bagi santri yang suka menghafal, syurgawi sekali baginya. Akan tetapi, amat berat nan sulit bagi santri yang kurang suka menghafal, serasa panas bagaikan duduk ditepian matahari, dengan lika-liku itulah santri bisa melewati semua nya, harus tetap kuat dan tahan banting.
“Anak-anak sekarang waktunya untuk setor hafalan kosakata ya, minimal 5 kosa kata dengan tiga bahasa”, ujar ustadzah kepada para santri seraya memperhatikan lekat wajah para santri satu persatu.
“Baik ustadzah. Tapi lihat ustadzah! Aisyah gak mau setor hafalan ustadzah. Katanya belum hafal, dan emang belum ngafalin ustadzah karena malemnya keasyikan baca novel sampe larut malam.” Sergah santri putri bernama Lily, sambil melirik ke arah Aisyah dengan menaikkan kedua alisnya naik-turun berulang kali.
“Maaf ustadzah, saya usahakan secepatnya ya ustadzah. Saya menyesal sudah melakukan hal itu, jadi tidak bisa setor hafalan tepat waktu, insya Alloh ke depannya saya ubah kebiasaan ini ustadzah.” Jawab Aisyah sambil menundukkan kepalanya dengan wajah penuh penyesalan.
“Bila perlu aku razia boleh ya ustadzah hehehe.” Kata Lily sambil menutup mulutnya dengan telapak tangan kanannya beriringan dengan tawa ledeknya.
Lirikan tajam Aisyah pun mendarat langsung ke mata Lily. Muncullah rasa penyesalan yang dalam di hati Aisyah terlukiskan saat kepalanya menunduk menatap buku kecilnya. Tak kuasa menggerakkan bola matanya, kini kedua mata Aisyah pun mendadak berkaca-laca.
“Sudah becandanya! Let’s go dihafalkan kosakata nya, semua harus setoran dengan lancar, yang belum setor malam ini, pastinya ada konsekuensi khusus untuk yang belum melaksanakannya, fahimtum?.” Tandas ustadzah dengan tegas tanpa Ada senyum setitik pun.
“Fahimna,” jawab santri kelas delapan serentak.
Mendengar intruksi Ustadzah pembimbing Ilqo nya, mereka langsung berbaris dengan cepat dan rapih. Akhirnya Aisyah menghafal dengan keras, bibirnya terus bergerak tanpa henti membaca berulang kali kosakata yang sedang dihafalnya.
Namun, waktu terus berjalan dan tak terasa habislah sudah waktu untuk menyetorkan hafalannya, dan dia mendapatkan konsekuensi dari pelanggaran itu. Dia menyesal atas perbuatannya, dan berjanji pada dirinya sendiri untuk merubah pola tidurnya agar lebih baik dari sebelumnya dan bisa tepat waktu dalam menghafal dan menyetorkan kewajibannya.
***
“Tidur yuk udah malam”, ucap Aisyah pada teman sekamarnya sambil menuruni tangga dipan untuk bergegas ke kamar mandi.
“Wah… Aisyah, tumben masya Allah wudlu dulu yuk sebelum tidur, bersihin kasurmu, terus baca do’a sebel tidur, baru kita tidur deh.” Sergah salah satu teman kamarnya menimpali ajakan Aisyah.
Aisyah, dengan penuh semangat dan spontan lompat di tempatnya sambil berteriak “let’s Go.. Come on girls, i wanna sleep like’s baby.. Hehe”.
Akhirnya mereka terlelap tepat pukul sepuluh malam, dimana tak ada lagi suara keramaian, hanya tersisa suara dari mesin Ac, Dan suara tetes air dari samburat tetesan air kamar mandi.
Keesokan harinya, mereka bisa membuka matanya dan melihat indahnya dunia lebih awal dari biasanya, merasakan indah nikmat sejuknya udara pagi.
Menatap indah asrinya hijau suasana Pondok Pesantren Darul Ma’arif dan melakukan kegiatannya dengan waktu yang lebih efektif.
“Yuk setor kosakata, hahaha”, ucap Aisyah sambil tertawa dan menepuk pundak temannya.
“Mana ada setor kosakata jam tiga pagi begini, hahaha”, tukas temannya sambil tertawa tak henti seraya menepuk jidatnya sendiri .
Hari yang gelap kini mulai memancarkan cahayanya, lembayung fajar perlahan terbit secara perlahan. Di pagi buta, aku menemukan perubahan yang Aisyah lakukan banyak membuahkan hasil yang begitu manis, kini Aisyah perlahan-lahan menghilangkan kebiasaan buruknya, lebih bisa menaati peraturan, bahkan kecepatan menghafalnya bertambah dua kali lebih cepat dari sebelumnya. Kalbu Aisyah merasa tenang ketika melihat buku kosakatanya terpenuhi oleh goresan pulpen ustadzah, sebagai tanda dia telah menyelesaikan setorannya dengan tepat waktu. seakan coretan tanda tangan itu adalah hadiah yang begitu besar bagi Aisyah, penghargaan dari kerja kerasnya melawan arus kantuk, menguatkan tekadnya untuk menghafal kosata, meskipun banyak waktu yang harus di korbankan.
Kehidupan Akan terus berputar, jangan pernah menyia-nyiakan waktu karena yang sudah berlalu tidak akan pernah terulang kembali. Perubahan pastinya harus ada, yuk ubah kebiasaan burukmu, menjadi kebiasaan yang lebih baik. Jika tidak dimulai dari sekarang, kapan lagi?
Seperti kata Imam Syafi’i:
الوقت كالسيف. إذا قتلته ، ثم حظا سعيدا. إذا لم يكن كذلك ، فسوف يقتلك
“Waktu itu seperti pedang. Jika engkau membunuhnya, maka beruntunglah. Jika tidak, maka dia yang akan membunuhmu.”