darulmaarif.net – Indramayu, 06 Juni 2024 | 10.00 WIB
Banyak dari kita mungkin pernah mengalami atau melihat dalam lingkungan sekitar bahwa ada istri yang sering marah. Marah memang emosi alami yang bisa dirasakan setiap orang, namun jika marah menjadi hal yang sering terjadi dan tidak terkontrol, hal ini dapat membawa dampak negatif terhadap keberkahan dalam keluarga.
Marah yang sering terjadi pada seorang istri bisa disebabkan oleh berbagai hal, seperti beban pikiran, tekanan sosial, atau masalah dalam hubungan rumah tangga. Marah yang tidak terkontrol bisa mengakibatkan ketidakharmonisan dalam rumah tangga, membuat suasana rumah menjadi tegang, dan mengurangi keberkahan dalam keluarga, atau bahkan lebih buruknya bisa menyebabkan terjadinya perceraian.
Sebagaimana diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah, bahwa beliau berkata:
عن أبي هريرة رضي الله عنه مرفوعاً: أكمل المؤمنين إيمانا أحسنهم خلقا، وخياركم خياركم لنسائهم
Artinya: “Rosululloh Saw bersabda: Mu’min yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya dan orang yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik akhlaknya terhadap istrinya.” (HR. Imam at-Tirmidzi)
Adapun dampak buruk dari istri yang sering marah sebagai berikut:
1. Menghalangi keberkahan hidup
Dalam Islam, keberkahan berarti ziyadatul khair yakni bertambahnya kebaikan. Keberkahan dalam pernikahan maka akan bermanfaat bagi kebahagiaan yang hakiki, meliputi kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Ketika amarah telah menguasai diri, maka disitulah celah setan menggoda umat manusia. Setiap kali menjumpai permasalahan maka akan langsung timbul perasaan kesal yang mengundang amarah. Hal inilah yang mengurangi keberkahan sebuah hubungan rumah tangga.
2. Masuk golongan kufur nikmat
Asma’ binti Yazid al-Anshariyah Ra. menceritakan bahwa ketika ia sedang duduk bersama orang-orang sebayanya, Rosululloh Saw lewat dan mengucapkan salam kepada mereka.
Kemudian, beliau bersabda, “Waspadalah kalian, jangan mengingkari orang-orang yang telah memberikan kenikmatan.”
Selanjutnya Asma’ bertanya, “Ya Rosulalloh, apakah yang dimaksud dengan pengingkaran terhadap orang-orang yang memberi kenikmatan?”
“Bisa jadi di antara kalian (perempuan) lama menjanda, lalu Alloh menganugerahi suami, dan memberi anak, tetapi ia sangat marah dan mengingkari nikmat. Ia berkata, ‘Aku tidak mendapatkan satu kebaikan apapun darimu.” (HR. Imam Bukhari dan Ahmad)
Melalui hadits ini, Rosululloh Saw mengingatkan kaum perempuan dan para istri untuk tidak selalu mengedepankan rasa marah. Keberadaan suami di sisi istrinya merupakan anugerah yang patut disyukuri. Demikian pula sebaliknya, sebagai suami juga wajib menjadikan istrinya sebagai pasangan hidup yang istimewa.
3. Mengganjal khusyuknya ibadah
Seseorang akan menjalani ibadah yang khusyuk karena perasaan yang ikhlas dan lapang mengharapkan keberkahan. Bila ada perasaan amarah mengganjal di hati, maka hal ini dikhawatirkan bisa mengganggu jalannya ibadah.
Jalan untuk mencapai kekhusyukan dalam beribadah yakni melalui akhlak yang baik terhadap sesama. Hindari perselisihan dan amarah sekecil apapun agar ibadah tidak ternodai dengan penyakit hati.
Berikut ini keterangan Syekh Syarqawi perihal keharusan suami dan istri untuk bersikap ramah satu sama lain.
وفي الحق الواجب أي الذي هو طاعته اللازم لها تسليم نفسها له ومعاشرته بالمعروف وملازمة المسكن وحقها عليه المهر والقسم والمعاشرة بالمعروف، وفي عكس هذه وهو نشوز الزوج ينهاه الحاكم ويعزره إن رآه مصلحة
Artinya: “Kewajiban istri terhadap suami adalah kepasrahan diri, perlakuan yang ramah terhadap suami, tidak meninggalkan rumah tanpa seizin suami. Sedangkan kewajiban suami adalah menggenapi mahar, nafkah batin, dan perlakuan yang ramah terhadap istri. Sebaliknya jika suami melakukan pembangkangan maka pemerintah harus mencegahnya dan menjatuhkan sanksi kepada suami bila dipandang membawa mashlahat.” (Lihat Abdullah bin Hijazi As-Syarqawi, Hasyiyatus Syarqawi ala Tuhfatit Thullab bi Syarhi Tahriri Tanqihil Lubab, Darul Fikr, halaman 274).
Bagaimana pendapat anda tentang pentingnya mengelola emosi dalam rumah tangga? Yuk, bagikan artikel ini jika bermanfaat.
Semoga bermanfaat. Wallohu A’lam.