Muslim Masih Bingung Cari Rezeki? Padahal Rahasianya Ada di Ayat Ini!

darulmaarif.net – Indramayu, 13 November 2025 | 06.00 WIB

Di era modern yang penuh kompetisi ini, manusia seperti hidup dalam arena lomba yang tak pernah berhenti. Setiap pagi, ribuan langkah berpacu mengejar penghasilan, peluang, dan keberuntungan. Kita bekerja keras, belajar strategi, mengasah kemampuan, dan berambisi untuk “naik kelas” dalam dialektika kehidupan. Namun, di tengah hiruk pikuk itu, Al-Qur’an justru menghadirkan sebuah rahasia abadi yang sederhana tapi sering dilupakan: syukur.

Ya, syukur—kata yang ringan diucapkan tapi berat dilakukan. Dalam pandangan Al-Qur’an, syukur bukan sekadar ucapan “Alhamdulillah”, melainkan jembatan spiritual menuju kelapangan rezeki dan ketenangan batin. Allah sendiri menegaskan hal ini dalam QS. Ibrahim ayat 7, ayat yang telah menjadi pusat renungan para Ulama dan Mufassir Salaf sejak berabad-abad lalu.

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan: Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu; dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”(QS. Ibrahim Ayat 7)

Ayat ini bukan sekadar peringatan, tetapi sebuah pernyataan ilahi yang mengandung janji dan ancaman sekaligus. Secara bahasa Arab, struktur ayat ini sangat kuat: penggunaan partikel لَئِنْ (sumpah bersyarat) dan huruf نّ pada kata لَأَزِيدَنَّكُمْ menunjukkan janji yang pasti dan tidak akan diingkari. Artinya, janji Alloh tentang penambahan nikmat bagi orang yang bersyukur adalah janji mutlak, bukan sekadar imbauan moral.

Menyelami Makna Syukur Menurut Beberapa Ulama Tafsir

  1. Tafsir Ibnu Katsir

Imam smail bin Umar bin Katsir al-Dimasyqi berkata:

وَقَوْلُهُ تَعَالَى: {وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ} أَيْ أَعْلَمَ وَوَعَدَ، {لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ} مِنْ نِعْمِي، قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: مَعْنَاهُ لَئِنْ وَحَّدْتُمُونِي وَآمَنْتُمْ بِي وَرَأَيْتُمْ مَا أَنْعَمْتُ بِهِ عَلَيْكُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ.

Artinya: “Alloh memberitahukan dan menjanjikan: Jika kalian bersyukur kepada-Ku, Aku akan menambah nikmat-Ku atas kalian. Ibn ‘Abbas berkata: maksudnya, jika kalian mentauhidkan-Ku, beriman kepada-Ku, dan menyadari nikmat-Ku, maka Aku akan menambahkannya.”

Dari tafsir ini, kita memahami bahwa syukur sejati berawal dari tauhid—kesadaran mendalam bahwa semua kebaikan berasal dari Alloh. Rezeki bukan hasil dari cerdasnya strategi, tetapi dari rahmat yang disalurkan melalui kerja kita.

  1. Tafsir Al-Baghawi, Ma‘ālim al-Tanzīl

Imam Husain bin Mas‘ud al-Baghawi, Darut Toyyibah;

{لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ} فِي النِّعْمَةِ وَفِي الْخَيْرِ وَفِي الرِّزْقِ، {وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ}

Artinya: “Jika kalian bersyukur, Aku akan menambah kalian (dalam nikmat, dalam kebaikan, dan dalam rezeki). Dan jika kalian kufur, maka sesungguhnya adzb-Ku sangat pedih.”

Imam Al-Baghawi memperluas makna “penambahan” bukan hanya pada harta, tetapi juga pada kebaikan dan keberkahan hidup. Syukur bukan hanya memperluas rezeki secara materi, tetapi juga memperindah hidup secara spiritual.

  1. Tafsir Jalalain

Imam Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi, dalam Tafsir Jalalain mengatakan:

{لَئِنْ شَكَرْتُمْ} النِّعَمَ وَلَمْ تَكْفُرُوا بِهَا {لَأَزِيدَنَّكُمْ} نِعْمَتِي {وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ}

Artinya: “Jika kalian mensyukuri nikmat dan tidak mengingkarinya, Aku pasti akan menambah nikmat itu; dan jika kalian kufur, maka siksaan-Ku sangat pedih.”

Dari tafsir Jalalain, kita belajar bahwa syukur adalah pengakuan aktif atas nikmat Alloh, bukan sekadar rasa senang dalam hati. Ia harus tampak dalam perilaku, dalam cara kita memperlakukan nikmat itu.

Makna Syukur Menurut Imam al-Ghozali

Dalam karya monumentalnya Ihya’ ‘Ulum al-Din, Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghozali menjelaskan bahwa syukur memiliki tiga dimensi:

  1. Syukur dengan Hati: Mengakui bahwa nikmat berasal dari Alloh.
  2. Syukur dengan Lisan: Mengucapkan pujian kepada Alloh.
  3. Syukur dengan Amal: Menggunakan nikmat sesuai dengan tujuan Alloh menciptakannya.

الشُّكْرُ هُوَ صَرْفُ الْعَبْدِ جَمِيعَ مَا أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِيمَا خُلِقَ لِأَجْلِهِ

Artinya: “Syukur adalah menggunakan seluruh nikmat Alloh untuk tujuan yang Alloh ciptakan.” (Ihya’ Ulum al-Din, Abu Hamid al-Ghozali, [Darul Ma’rifah: Beirut], t.t)

Dalam pandangan ini, syukur bukanlah pasif. Ia adalah respon aktif terhadap kasih sayang Alloh, di mana seorang mukmin membuktikan rasa terima kasihnya melalui tindakan yang bermanfaat bagi orang lain dan bernilai ibadah di hadapan Alloh SWT.

Hikmah dari Para Ulama: Rezeki Tak Selalu Berupa Uang

Syekh Mutawalli asy-Sya‘rawi dalam Al-Haqa’iq menulis:

الرِّزْقُ لَيْسَ الْمَالَ فَقَطْ، بَلِ السَّعَادَةُ وَطُمَأْنِينَةُ النَّفْسِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ وَالْقُرْبُ مِنَ اللَّهِ

Artinya: “Rezeki itu bukan hanya harta, melainkan juga kebahagiaan, ketenangan jiwa, akhlak baik, dan kedekatan kepada Alloh.” (Al-Haqa’iq, Syekh Sya‘rawi, Darul Ma’rifah)

Pandangan ini memperluas cara kita memahami “bertambahnya rezeki”. Seorang yang bersyukur mungkin tidak selalu kaya secara materi, tetapi hatinya lapang, hidupnya penuh berkah, dan langkahnya diridloi Alloh SWT.

Apakah Kita Benar-Benar Bersyukur?

Pertanyaannya, seberapa sering kita benar-benar menyadari nikmat yang kita miliki?
Kesehatan, waktu, oksigen yang kita hirup, keluarga, pekerjaan—semuanya nikmat yang sering kita abaikan karena terlalu fokus mengejar yang belum dimiliki.

Padahal, Alloh sudah menjanjikan: jika kita bersyukur, nikmat itu akan bertambah.
Ironisnya, manusia justru sibuk menghitung kekurangan dan lupa menghargai kecukupan.
Maka, mungkin bukan rezeki kita yang kurang, tapi syukur kita yang belum cukup.

Rahasia rezeki yang berlipat bukanlah algoritma bisnis atau strategi finansial, tapi rasa syukur yang hidup dalam hati. Ayat ini bukan sekadar janji spiritual, melainkan hukum universal yang terus berlaku dalam hidup manusia.

Syukur melahirkan kelimpahan. Kelimpahan melahirkan ketenangan. Dan dari ketenangan itulah Alloh menurunkan keberkahan hidup yang tak terhingga.

Semoga kita termasuk hamba-hamba yang pandai bersyukur, agar Alloh terus menambah nikmat-Nya dalam segala bentuknya.

Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *