Pasutri Menceritakan Hubungan Ranjang Kepada Orang lain? Ini Hukumnya!

daruaarif.net – Indramayu, 14 September 2023 | 16.00 WIB

Bersenggama atau hubungan suami istri merupakan salah satu ibadah rohani yang tidak boleh diceritakan kepada orang lain. Walaupun dalam hal ini pasti ada kekurangan dan kelebihan tetap saja tidak boleh diceritakan kecuali kepada dokter untuk keperluan medis.

Dari Abu Sa’id Rodliyallohu ‘anhu, beliau berkata bahwa baginda Nabi bersabda:

عن أبي سعيد رضي الله عنه قال أن النبي صلى الله عليه وسلم قال ‏أن النبي صلى اللّه عليه وآله وسلم قال ان من شر الناس عند اللّه منزلة يوم القيامة يفضي إلى المرأة وتفضي إليه ثم ينشر سرها‏

Artinya: “Sesungguhnya orang yang paling buruk kedudukannya pada hari kiamat disisi Alloh adalah seorang laki-laki yang menyetubuhi istrinya kemudian ia menceritakan rahasia istrinya”. (HR. Imam Muslim)

Imam Abu Zakariya Muhyiddin Yahya Ibnu Syaraf Al-Nawawi menyatakan bahwa hadis tersebut diatas menunjukkan keharaman pasangan suami istri untuk menyebar luaskan aktifitas diantara mereka dalam hal yang berkaitan dengan hubungan intim dengan mengurai secara rinci. Baik ucapan atau pun gaya pasangannya dalam berpose. Sedang jika hanya menceritakan tentang hubungan intim (tidak dirinci) tanpa adanya kebutuhan yang mendesak (hajat), maka hukumnya adalah makruh. Sebab hal yang semacam itu adalah bertentangan dengan kewibawaan (muruah). Dan Rosululloh Saw pernah bersabda:

وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَــقُلْ خَــــيْرًا أَوْ لِيَـصـــمُــتْ

Artinya: “Barang siapa beriman kepada Alloh, maka bicarakanlah hal yang baik atau diam”. (HR. Imam Bukhori)

Namun jika karena adanya sebuah kebutuhan yang mendesak (hajat) seperti suami yang menceritakan penolakan istri untuk melakukan hubungan intim atau seorang istri yang mengakui ketidak mampuan suami untuk berhubungan intim dan lain sebagainya, maka hukumnya adalah boleh (tidak makruh)

Sementara Imam Abu Abdurrahman Abdillah bin Abdurrahman bin Shalikh bin Chamdi bin Muhammad bin Chamdi bin Ibrahim Al-Bassam At-Tamimi juga mengutip pernyataan para ‘Ulama yang menyatakan bahwa menceritakan hubungan intim (tidak dirinci) tanpa adanya kebutuhan yang mendesak (hajat) adalah makruh. Dan diperbolehkan manakala ada hajat. Seperti suami yang menceritakan penolakan istri untuk melakukan hubungan intim. Atau seorang istri yang mengakui ketidak mampuan suami untuk berhubungan intim dan lain sebagainya.

Imam Al-Bulqini juga menuturkan bahwa yang dimaksud dengan mencium istri atau budak dihadapan orang lain adalah hal-hal yang dapat menimbulkan rasa malu jika diperlihatkan pada orang lain. Maka mencium istri dihadapan keluarga atau dihadapan istri-istri yang lain adalah tidak terbilang meninggalkan kewibawaan (muru’ah). Demikian juga mencium kening. Didalam kitab Ar-Raudloh, Imam Al-Bulqini mengaitkan dengan mencium adalah menceritakan hal-hal yang mereka lakukan pada saat berduaan (hubungan intim) dari hal-hal yang dapat menimbulkan rasa malu. Maka hal yang semacam itu adalah makruh.

Dalam riwayat yang lain, baginda Nabi Saw bersabda:

إن من أعظم الأمانة عند الله يوم القيامة الرجل يفضي إلى امرأته وتفضي إليه ثم ينشر سرها

Artinya: “Sesungguhnya (pelanggaran) amanah terbesar di sisi Alloh pada hari kiamat adalah seorang lelaki yang menyetubuhi istrinya dan istri bersetubuh dengan suaminya, lalu dia menyebarkan rahasia ranjangnya”. (HR. Imam Muslim)

Syekh Kamil Muhammad Uwaidah dalam kitabnya Fiqih Wanita menukilkan riwayat dua riwayat tentang larangan menceritakan urusan ranjang pasangan ke orang lain.

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال ‏أن رسول اللّه صلى اللّه عليه وآله وسلم فلما سلم أقبل عليهم بوجهه فقال مجالسكم هل منكم الرجل إذا أتى أهله أغلق بابه وأرخى ستره ثم يخرج فيحدث فيقول فعلت بأهلي كذا وفعلت بأهلي كذا فسكتوا فأقبل على النساء فقال هل منكم من تحدث فجثت فتاة كعاب على إحدى ركبتيها وتطاولت ليراها رسول اللّه صلى اللّه عليه وآله وسلم ويسمع كلامها فقالت أي واللّه أنهم يتحدثون وأنهن ليتحدثن فقال هل تدرون مامثل من فعل ذلك أن مثل من فعل مثل شيطان وشيطانة لقى أحدهما صاحبه بالسكة فقضى حاجته منها والناس ينظرون إليه‏

Artinya: “Dari Sahabat Abu Hurairoh Rodliyallohu ‘anhu, beliau berkata ketika Rosululloh selesai mengucapkan salam kepada pengujung sholatnya, lalu beliau menghadapkan wajah kearah jamaah (makmum) seraya bertanya:

“Majelis yang berbahagia, apakah ada di antara kalian yang mencampuri istri dengan menutup pintu dan merapatkan tabir, akan tetapi, kemudian membicarakan kejadian itu kepada orang lain dengan mengucapkan, bahwa aku telah melakukan begini dan begitu terhadap istriku?”

Mendengar perkataan itu, para jamaah laki-laki berdiam diri. Lantas Beliau menghadap ke arah jama’ah wanita seraya menanyakan: “Apakah ada di antara kalian yang membicarakannya?

Kemudian ada seorang wanita muda duduk di atas kedua lututnya sembari mengangkat kepala agar terlihat dan terdengar suaranya oleh Rosululloh, berkata: “Demi Alloh! Mereka semua jama’ah laki-laki dan juga jama’ah wanita membicarakannya. Kemudian beliau bertanya: “Apakah kalian mengetahui perumpamaan orang yang melakukan hal itu?”

“Sesungguhnya perumpamaan orang semacam itu seperti setan laki-laki dan perempuan, di mana salah satu dari mereka bertemu pasangannya di tengah jalan lalu buang air besar di sana, sedangkan orang-orang tengah melihat kepadanya.” (HR. Imam Ahmad dan Abu Dawud).

Dari uraian tersebut diatas, dapat diambil sebuah kesimpulan mengenai hukum menceritakan aktifitas hubungan intim bagi pasangan suami istri adalah diperinci sebagai berikut:

1. Jika yang dimaksud dengan menceritakan hubungan intim adalah menceritakan aktivitas hubungan intim secara detail, baik ucapan atau gaya pasangan dalam berpose, maka hukumnya adalah haram;

2. Jika yang dimaksud dengan menceritakan hubungan intim adalah menceritakan bahwa ia telah melakukan hubungan intim (tidak dirinci) tanpa adanya kebutuhan yang mendesak (hajat), maka hukumnya adalah makruh;

3. Jika yang dimaksud dengan menceritakan hubungan intim adalah menceritakan bahwa ia telah melakukan hubungan intim (tidak dirinci) karena adanya kebutuhan yang mendesak (hajat), maka hukumnya adalah boleh (tidak makruh).

Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.