darulmaarif.net – Indramayu, 06 September 2025 | 08.00 WIB
Penulis: Usth. Putri Levia Septi Hidayati S.Pd.
Di era modern saat ini, dunia kerja semakin kompetitif. Target tinggi, persaingan ketat, hingga tekanan mental menjadi tantangan sehari-hari bagi para pekerja. Banyak orang terjebak pada rutinitas mencari materi semata, hingga lupa bahwa bekerja sejatinya bukan hanya urusan duniawi, melainkan juga bernilai ibadah. Dalam Islam, bekerja bukanlah sekadar aktivitas ekonomi, melainkan bagian dari jalan untuk meraih ridha Alloh SWT. Hal ini ditegaskan dalam firman Alloh Ta’ala:
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ ۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Artinya: “Dan katakanlah: Bekerjalah kamu, maka Alloh dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Alloh) Yang Mengetahui yang gaib dan nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. At-Taubah Ayat 105)
Ayat ini menegaskan bahwa setiap aktivitas kerja seorang Muslim tidak luput dari pengawasan Allah. Karena itu, etika bekerja dalam Islam memiliki ciri khas yang membedakannya dari sekadar profesionalisme duniawi.
Berikut adalah 5 prinsip utama etika Muslim dalam dunia kerja kompetitif yang perlu dijaga:
Meluruskan Niat: Bekerja sebagai Ibadah
Pondasi utama seorang Muslim dalam bekerja adalah meluruskan niat. Pekerjaan bukan sekadar untuk gaji, jabatan, atau status, melainkan sebagai ibadah demi mencari ridha Alloh SWT.
Imam al-Ghozali dalam kitabnyax Ihya’ ‘Ulumuddin (juz 2, hlm. 87, Dar al-Ma’rifah) menegaskan bahwa pekerjaan duniawi dapat bernilai ibadah bila diniatkan untuk menunaikan kewajiban syar’i, seperti menafkahi keluarga atau membantu sesama. Dengan niat yang benar, setiap lelah dan peluh akan bernilai pahala.
Manfaat niat liLlah:
- Tidak mudah stres menghadapi tekanan.
- Tidak sombong ketika sukses.
- Merasa tenang meskipun hasil tidak sesuai harapan, karena yakin semua rezeki sudah ditentukan Alloh.
Prinsip Itqan: Profesional dan Berkualitas
Islam tidak hanya menekankan niat, tetapi juga kualitas kerja. Rosululloh SAW bersabda:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ إِذَا عَمِلَ أَحَدُكُمْ عَمَلًا أَنْ يُتْقِنَهُ
Artinya: “Sesungguhnya Allah mencintai seorang hamba yang apabila bekerja, ia menyempurnakan pekerjaannya.” (HR. al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman, juz 4, hlm. 334, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah)
Prinsip itqan berarti bekerja dengan profesional, tuntas, disiplin, dan memberikan hasil terbaik. Dalam dunia kerja modern yang kompetitif, ini berarti menguasai skill, tepat waktu, dan tidak asal-asalan.
Imam Burhanuddin az-Zarnuji dalam kitab Ta’limul Muta’allim (hlm. 27, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah) menekankan pentingnya kesungguhan (jiddiyyah) dalam setiap amal. Hal ini berlaku juga dalam pekerjaan: kesungguhan dan profesionalisme adalah cerminan keimanan seorang Muslim.
Menjaga Amanah dan Kejujuran
Persaingan di dunia kerja sering kali menjerumuskan pada praktik curang, manipulasi data, hingga korupsi waktu dan materi. Padahal, Islam menekankan amanah dan kejujuran sebagai inti etika kerja. Dalam Al-Qur’an, Alloh SWT berfirman:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.” (QS. An-Nisa’: 58)
Imam al-Mawardi dalam Adab al-Dunya wa al-Din (hlm. 123, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah) menegaskan bahwa kejujuran adalah kunci keberkahan rezeki, sementara kebohongan dan kecurangan justru menghapus keberkahan meskipun harta tampak banyak.
Tidak Melupakan Kewajiban Ibadah
Kesibukan kerja tidak boleh membuat seorang Muslim meninggalkan ibadah wajib, terutama sholat lima waktu. Rosululloh SAW menegaskan bahwa sholat adalah tiang agama, dan Al-Qur’an menyebutnya sebagai sumber pertolongan:
وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ
Artinya: “Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu.” (QS. Al-Baqoroh Ayat 153)
Imam Al-Baghowi dalam Kitab Ma’alimut Tanzil fit Tafsir wat Ta’wil mengatakan, Surat Al-Baqoroh ayat 45 menganjurkan sholat dan sabar sebagai penolong dalam menghadapi berbagai jenis ujian. Sebagian ulama mengatakan, keduanya dapat menjadi penolong dalam meraih kebahagiaan akhirat.
Seorang pekerja Muslim yang menjaga sholat tepat waktu akan lebih disiplin, tenang, dan produktif. Imam al-Ghozali dalam Ihya’ (juz 1, hlm. 159, Dar al-Ma’rifah) menjelaskan bahwa sholat tidak hanya ibadah ritual, tetapi juga sarana melatih kedisiplinan jiwa dan mengendalikan hawa nafsu.
Tujuan Akhir Kerja: Meraih Falah (Kesuksesan Dunia dan Akhirat)
Etos kerja Islami tidak berhenti pada pencapaian karier, jabatan, atau gaji semata. Semua itu hanyalah sarana (wasilah), bukan tujuan akhir (ghoyah). Tujuan sejati para pekerja Muslim adalah falah—yakni kebahagiaan dunia dan akhirat.
Dalam pandangan Imam al-Mawardi (Adab al-Dunya wa al-Din, hlm. 77), pekerjaan adalah bagian dari menjaga maslahat hidup agar manusia bisa beribadah lebih luas, menafkahi keluarga, bersedekah, dan menolong sesama.
Etika Muslim dalam dunia kerja kompetitif mencakup niat ikhlas (lillah), profesionalisme (itqan), amanah dan kejujuran, serta komitmen terhadap ibadah wajib. Semua itu diarahkan bukan sekadar untuk sukses di dunia, melainkan juga meraih falah—kebahagiaan paripurna di dunia dan akhirat.
Dengan prinsip-prinsip tersebut, seorang Muslim tidak akan terjebak dalam kerasnya persaingan yang menguras jiwa, tetapi justru menjadi pribadi tangguh, profesional, berintegritas, dan selalu terkoneksi dengan Alloh SWT.
Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.