darulmaarif.net – Indramayu, 14 Mei 2025 | 10.00 WIB

Di tengah meningkatnya angka perceraian dan retaknya bahtera rumah tangga akibat hal-hal sepele, kita diingatkan kembali pada petuah emas dari ulama klasik. Ibnu Qudamah al-Maqdisi, seorang ulama besar madzhab Hanbali dalam kitab Mukhtashar Minhāj al-Qāṣidīn mengatakan:
وَاعْلَمْ أَنَّهُ لَيْسَ حُسْنُ الْخُلُقِ مَعَ الْمَرْأَةِ كَفْفَ الأَذَى عَنْهَا، بَلْ احْتِمَالُ الأَذَى مِنْهَا، وَالْحِلْمُ عَلَى طَيْشِهَا وَغَضَبِهَا.
Artinya: “Ketahuilah bahwa memperlakukan istri dengan baik bukan bagaimana engkau tidak menyakitinya, tetapi bagaimana engkau sabar menghadapi tingkah lakunya yang menyakiti dan mengusikmu.” (Ibn Qudamah al-Maqdisi al-Hanbali, Mukhtashar Minhaj al-Qashidin, Kitab Nikah, Bab Adab Hubungan Suami Isteri, halaman 99)
Pernyataan ini seolah menyentil realitas hari ini, ketika banyak suami (dan juga istri) yang mudah tersinggung dan reaktif terhadap ketidaksempurnaan pasangannya. Rumah tangga ideal tidak dibangun di atas harapan bahwa pasangan kita akan selalu menyenangkan hati, tetapi justru dibangun di atas kesediaan untuk bersabar, memahami, dan saling memaafkan.
Rumah Tangga Bukan Tempat Menuntut, Tapi Tempat Bertumbuh
Fenomena perceraian yang meningkat, sebagaimana dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, mencatat bahwa lebih dari 447.000 kasus perceraian terjadi di Indonesia. Sebagian besar disebabkan oleh “pertengkaran terus-menerus” dan “tidak ada kecocokan lagi.” Hal ini menunjukkan bahwa banyak pasangan yang belum membekali diri dengan pemahaman akhlak rumah tangga sebagaimana diajarkan Islam.
Islam tidak memandang rumah tangga sebagai tempat sempurna tanpa konflik. Justru, rumah tangga adalah tempat mendewasakan jiwa seorang suami. Dalam kitab al-Adab al-Mufrad, Imam at-Tirmidzi meriwayatkan bahwa Rosululloh SAW bersabda:
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم
«أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا، وَخَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِنِسَائِهِمْ».
Artinya: “Abu Hurairah rkḍliyallohu ‘anhu- meriwayatkan: Rosululloh SAW bersabda: ‘Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya.'” (HR. Imam at-Tirmidzi)
Akhlak yang baik kepada pasangan bukan sekadar tidak menyakiti, tetapi bersabar atas kekurangan yang dimiliki istri. Dalam konteks ini, sabar menjadi penyangga utama agar rumah tangga tidak mudah roboh oleh masalah-masalah remeh yang sebenarnya bisa dilewati jika ada kelapangan hati.
Pandangan Ulama dalam Kitab Kuning
Tak hanya Ibnu Qudamah, Imam Abdul Wahab bin Ahmad al- Sya’rani dalam kitab Tanbihul Mughtarin juga mengingatkan agar suami memiliki kelapangan dada terhadap istri.
ومن اخلاقهم رضي الله تعالى عنهم صبرهم على أذى زوجاتهم و شهودهم أن كل ما بدا من زوجة أحدهم من المخالفات له صورة معاملته لربه. فلما خالف ربه كذلك خالفته زوجته. وهو قاعدة أكثرية لا كلية فخرج الأنبياء عليهم الصلاة و السلام من ذلك لعصمتهم
Artinya: “Termasuk akhlak para Ulama Salaf adalah mereka sabar atas perlakuan buruk istri mereka. Mereka meyakini bahwa setiap pembangkangan yang muncul dari istri mereka adalah gambaran hubungan mereka dengan Tuhan. Ketika mereka membangkang kepada Tuhan, maka istri mereka juga akan membangkang kepada mereka. Ini adalah kaidah yang sering berlaku (aktsariah), bukan kaidah yang universal (kulliyah), sehingga mengecualikan para Nabi dari kaidah tersebut, sebab para nabi terjaga dari perbuatan dosa.”
Lebih lanjut, Imam Abu Hamid Muhammad Al-Ghozali dalam Al-Adab fid Din dalam Majmu’ah Rasail al-Imam al-Ghazali (Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah menyebutkan bahwa adab suami yang bijak akan memimpin dengan kelembutan, bukan kekerasan. Dalam kitab itu disebutkan:
آداب الرجل مع زوجته: حسن العشرة، ولطافة الكلمة، وإظهار المودة، والبسط في الخلوة، والتغافل عن الزلة وإقالة العثرة، وصيانة عرضها، وقلة مجادلتها، وبذل المؤونة بلا بخل لها، وإكرام أهلها، ودوام الوعد الجميل، وشدة الغيرة عليها
Artinya: “Adab suami terhadap Istri, yakni: berinteraksi dengan baik, bertutur kata yang lembut, menunjukkan cinta kasih, bersikap lapang ketika sendiri, tidak terlalu sering mempersoalkan kesalahan, memaafkan jika istri berbuat salah, menjaga harta istri, tidak banyak mendebat, mengeluarkan biaya untuk kebutuhan istri secara tidak bakhil, memuliakan keluarga istri, senantiasa memberi janji yang baik, dan selalu bersemangat terhadap istri.” Al-Adab fid Din dalam Majmu’ah Rasail al-Imam al-Ghazali (Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah, halaman 442)
Nasihat-nasihat klasik ini seharusnya tidak hanya menjadi pelajaran sejarah, tapi menjadi prinsip hidup dalam menghadapi perbedaan karakter dalam mengarungi bahtera rumah tangga.
Rumah Tangga Adalah Ladang Pahala
Ketika seorang suami atau istri mampu bersabar atas kekurangan pasangannya, bukan berarti ia lemah atau kalah. Justru, ia tengah menapaki jalan menuju kedewasaan spiritual. Dalam hadits yang diriwayatkan Abu Darda’ disebutkan;
مَا مِنْ شَيْءٍ أَثْقَلُ فِي مِيْزَانِ المُؤْمِنِ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ حُسْنِ الخُلُقِ، وَإِنَّ اللهَ يُبْغِضُ الفَاحِشُ البَذِي
Artinya: “Tidak ada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan seorang mukmin pada hari kiamat selain akhlaknya yang baik. Alloh sangat membenci orang yang kata-katanya kasar dan kotor.” (HR. Imam Abu Darda’)
Maka, bersabar menghadapi pasangan yang keras kepala, mudah marah, atau sensitif, adalah amal jariyah yang terus mengalirkan pahala. Kesabaran itu akan menguatkan ikatan dan membuka jalan turunnya keberkahan.
Tips Membangun Rumah Tangga yang Tangguh
Di zaman ketika emosi mudah tersulut dan ego merajalela, kesabaran menjadi nilai yang mahal. Padahal, kesabaranlah yang justru menjadikan rumah tangga sebagai tempat bertumbuh, bukan hanya berteduh. Menikah bukan hanya tentang menyatukan dua tubuh, tapi dua jiwa yang berbeda dan belajar untuk saling menerima.
Maka, marilah kita jadikan rumah tangga sebagai ladang ibadah dan tempat menempa akhlak mulia. Karena dalam menghadapi pasangan dengan sabar, sesungguhnya kita sedang belajar mencintai Alloh melalui makhluk-Nya.
Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.