darulmaarif.net – Indramayu, 03 September 2025 | 20.00 WIB
Penulis: Usth. Maryam Aisatul Fuziah
Di era digital, tren mukbang menjelma sebagai tontonan populer di berbagai platform media sosial. Orang makan dalam porsi besar, disiarkan langsung, dan jutaan pasang mata ikut menyaksikan. Bagi sebagian orang, ini sekadar hiburan; bagi kreator, ia menjadi ladang konten dan bahkan sumber penghasilan. Namun, sebagai seorang Muslim, muncul pertanyaan penting: bagaimana sebenarnya Islam memandang fenomena mukbang ini? Apakah sekadar budaya modern yang boleh diikuti, atau ada batasan tertentu yang harus dijaga?
Islam sejatinya tidak hanya membimbing kita dalam soal ibadah mahdhah seperti shalat dan puasa, tetapi juga mengatur adab sehari-hari, termasuk urusan makan. Rosululloh SAW menekankan bahwa makan bukan sekadar mengisi perut, melainkan bagian dari ibadah yang bisa menghadirkan pahala jika dilakukan sesuai dengan sunnah. Dari mulai membaca bismillah, menggunakan tangan kanan, hingga membatasi porsi agar tidak berlebihan—semua diajarkan sebagai jalan meraih keberkahan.
Fenomena mukbang kemudian menjadi menarik untuk dikaji: apakah ia bisa selaras dengan sunnah, atau justru berpotensi melenceng? Artikel ini akan menguraikan bagaimana ajaran Islam melalui Al-Qur’an, hadis, dan penjelasan ulama dalam kitab kuning memandang tren ini. Dengan begitu, kita bisa memahami bahwa makan bukan hanya soal kenyang, tetapi juga soal syukur, kesehatan, dan keberkahan. Imam al-Ghozali dalam Ihya’ Ulumuddin menjelaskan:
إِنَّمَا الْمَقْصُودُ مِنَ الْأَكْلِ الْقُوَّةُ عَلَى الْعِبَادَةِ
Artinya: “Sesungguhnya tujuan dari makan adalah untuk memberikan kekuatan dalam beribadah.” (Ihya’ Ulumuddin, Juz 3, hal. 87, Dar al-Ma’rifah).
Artinya, setiap suap nasi atau sepotong roti yang masuk ke dalam tubuh kita sebenarnya adalah bekal agar bisa shalat lebih khusyuk, mengaji lebih semangat, dan bekerja lebih ikhlas.
Sunnah Rosululloh SAW di Meja Makan
Rasulullah SAW sangat detail dalam mengajarkan adab makan. Beliau mengajarkan kita untuk memulai dengan basmalah, makan dengan tangan kanan, mengambil makanan yang terdekat, tidak mencela makanan, serta mengakhiri dengan doa syukur. Dalam Hadits yang diriwayatkan Imam Abu Dawud disebutkan:
إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ، فَإِنْ نَسِيَ أَنْ يَذْكُرَ اسْمَ اللَّهِ فِي أَوَّلِهِ، فَلْيَقُلْ بِسْمِ اللَّهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ
Artinya: “Jika salah seorang di antara kalian makan, hendaklah ia menyebut nama Alloh. Jika ia lupa menyebutnya di awal, maka hendaklah ia berkata: Bismillahi awwalahu wa akhirahu.” (HR. Imam Abu Dawud)
Selain itu, Nabi SAW juga tidak pernah makan sambil bersandar atau berlebihan. Dalam sebuah hadits:
مَا مَلَأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ، بِحَسْبِ ابْنِ آدَمَ أُكُلات يُقِمْنَ صُلْبَهُ، فَإِنْ كَانَ لَا مَحَالَةَ، فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ، وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ، وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ
Artinya: “Tidaklah anak Adam memenuhi wadah yang lebih buruk daripada perutnya. Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap yang menegakkan tulang punggungnya. Jika harus lebih, maka sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga untuk napas.” (HR. Imam at-Tirmidzi)
Hadits ini juga dikutip oleh Imam al-Nawawi dalam Riyadhus Sholihin (Bab al-Qana’ah). Prinsipnya, makan secukupnya adalah sunnah sekaligus menjaga kesehatan.
Mukbang dalam Timbangan Sunnah Nabi
Belakangan ini, fenomena mukbang atau makan dalam jumlah besar sambil direkam menjadi hiburan populer. Dari sisi hiburan, mungkin menarik. Namun dari kacamata Islam, ada beberapa hal yang perlu ditimbang dengan adab dan sunnah.
- Jangan Berlebihan (Isrof)
Mukbang sering kali identik dengan porsi makanan ekstrem. Padahal Alloh SWT melarang berlebih-lebihan. Dalam Al-Qur’an disebutkan:
كُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
Artinya: “Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf Ayat 31)
Imam Fakhruddin al-Razi dalam Tafsir al-Kabir menjelaskan bahwa isrof dalam makan akan merusak tubuh, mematikan hati, dan menghalangi seseorang dari ibadah.
- Jangan Mubazir
Mukbang yang menghabiskan makanan tanpa niat syukur atau bahkan membuang sisa makanan termasuk perilaku mubazir. Imam al-Samarqomdi dalam Tanbihul Ghafilin mengingatkan:
إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ إِخْوَانُ الشَّيَاطِينِ
Artinya: ‘Sesungguhnya orang-orang yang mubazir itu adalah saudara-saudara setan.” (QS. Al-Isra’: 27, Tafsir Tanbihul Ghofilin, hal. 152)
Makanan adalah nikmat Alloh, bukan sekadar properti untuk konten.
- Menjaga Amanah Tubuh
Tubuh adalah amanah dari Alloh. Makan berlebihan hingga menimbulkan penyakit bertentangan dengan maqashid syariah, yakni menjaga jiwa (hifdzun nafs). Rosululloh SAW bersabda:
إِنَّ لِبَدَنِكَ عَلَيْكَ حَقًّا
Artinya: “Sesungguhnya tubuhmu punya hak atasmu.” (HR. Imam Bukhori dan Muslim)
Mengubah Mukbang Jadi Ladang Pahala
Meski demikian, tren mukbang tidak harus ditolak mentah-mentah. Justru bisa diarahkan agar lebih Islami. Caranya:
- Porsi wajar: tidak berlebihan, sesuai prinsip sepertiga makanan, sepertiga minuman, sepertiga napas.
- Mengundang orang lain: misalnya anak yatim, fakir miskin, atau teman santri untuk makan bersama. Rosululloh SAW bersabda:
- طَعَامُ الْوَاحِدِ يَكْفِي الِاثْنَيْنِ، وَطَعَامُ الِاثْنَيْنِ يَكْفِي الثَّلَاثَةَ وَالْأَرْبَعَةَ
Artinya: “Makanan satu orang cukup untuk dua orang, makanan dua orang cukup untuk tiga sampai empat orang.” (HR. Imam Bukhori dan Muslim)
- Isi dengan edukasi: misalnya sambil membahas gizi sehat, adab makan Rasulullah, atau ayat-ayat tentang syukur.
- Niat ibadah: jadikan mukbang sebagai sarana syiar, bukan sekadar konten hiburan.
Dengan begitu, meja makan tidak hanya menjadi tempat mengenyangkan perut, tetapi juga arena syukur, berbagi, dan ibadah.
Mukbang dalam kacamata Islam memang boleh, tetapi harus sesuai adab dan sunnah. Makan secukupnya, bersyukur, tidak mubazir, dan menjaga kesehatan adalah kunci agar aktivitas sehari-hari ini bernilai ibadah.
Seperti kata Imam al-Ghozali, tujuan makan bukan sekadar kenyang, tapi agar kuat untuk menjalankan ibadah. Mari jadikan setiap suap makanan sebagai jalan mendekatkan diri kepada Alloh SWT.
Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.