Bagaimana Puasanya Umat Terdahulu Sebelum Nabi Muhammad Saw? Ini Penjelasannya!

darulmaarif.net – Indramayu, 28 Maret 2024 | 23.00 WIB

Ibadah Puasa merupakan perintah Alloh yang diwajibkan bagi setiap umat Islam yang telah akil baligh. Perintah wajibnya puasa telah disebutkan dalam surat Al-Baqarah ayat 183,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. (QS. Al-Baqarah Ayat 183)

Dari redaksi ayat diatas, ada satu lema menarik yang masih jarang diangkat dalam topik pembahasan ketika datangnya bulan Ramadhan. Seperti yang diungkap dalam penggalan ayat di atas, “sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu”.

Dalam kitab Hikmatut Tasyri’ wa Falsafatuhu hal. 152-153, cetakan Darul Fikr, Beirut-Lebanon, t.t, karangan Syekh Ali Ahmad Al-Jurjawi, salah seorang Ulama Mesir abad 19 (1905-1956), menyebutkan bahwa pada masa lampau, sebagian bangsa menjadikan puasa sebagai ekspresi peribadatan, misalnya sebagai bentuk peribadatan pada sesembahan mereka, atau ekspresi tujuan lain.

Menurut Al-Jurjawi, tujuan puasa sesungguhnya bukan hal baru, melainkan telah dilakukan oleh orang-orang di masa lampau meskipun berbeda keyakinan dan madzhab.

وعلى كلّ حال فإنّ الصوم ليس جديدا بل هو من قديم الزمان وإن كان يختلف عن ذلك على حسب المعتقدات والمذاهب.

Artinya: “Apapun tujuannya, sesungguhnya puasa bukanlah hal yang baru, melainkan merupakan hal yang telah dilakukan pada
masa lampau meskipun berbeda-beda sesuai dengan keyakinan dan mazhab”. (Hikmatut Tasyri’ wa Falsafatuhu, hal. 152)

Konon bahwa bangsa Phonicia dan Mesir sebelum Islam masuk menjalankan puasa sebagai bentuk penghormatan terhadap dewa Isis. Mereka juga menjalankan puasa sebelum menyampaikan kurban dengan tujuan untuk menyucikan orang-orang yang menghadiri ritual tersebut.

Bangsa Yunani juga menjalankan puasa sebelum melaksanakan ritual pencarian “Rahasia Alusis”. Kaum perempuan juga ikut serta dalam puasa tanpa mencicipi makanan atau minuman selama sehari penuh. Dan orang-orang yang ingin mengetahui rahasia para dewa, maka mereka harus menjalankan puasa selama sepuluh hari berturut-turut. Mereka juga melakukan puasa di tebing gua Trovuneus.

Sementara itu di Roma, mereka berpuasa selama setahun setiap 5 tahun sekali sebagai bentuk penghormatan kepada dewa Siris. Bahkan puasa ini telah diwajibkan sebagai bagian dari keyakinan mereka, yaitu pada tahun 193 sebelum masehi.

Adapun puasa secara terang-terangan telah diwajibkan bagi bangsa Yahudi sebelum diwajibkan kepada pengikut agama lain. Mereka mengumumkan hari puasa dengan meniup terompet seperti pengumuman datangnya hari-hari raya mereka. Selain itu, mereka menjalani puasa pada hari-hari yang tidak biasa. Misalnya pada saat datangnya musibah atau terjadi peristiwa yang memilukan. Mereka juga melaksanakan puasa untuk menyempurnakan nazar atau menjalankan
peribadatan.

وقال الأستاذ الدكتور على عبد الواحد: يدلنا البحث فى تاريخ الأديان على أنّ الصوم من أقدم العبادات الإنسانيّة وأكثرها انتشارا. فلم يكد يخلو منه دين من الأديان التي أخدت بها من المجتمعات. ولم تتجرّد منه شريعة شعب من شعوب العالم قديمه ومتوسطته وحديثه. وقد أختلفت أشكاله باختلاف الأمم وشرائع وتعدّدت أنواعه بتعدّد الظروف المحيطة به والأسباب الداعية له.

Artinya: “Prof. DR. Ali Abdul Wahid menjelaskan, “Sejarah agama menunjukkan kepada kita bahwa puasa merupakan salah satu bentuk ibadah manusia yang telah lama ada dan paling banyak tersebar. Tidak ada satu agamapun yang tidak mengamalkan ajaran puasa dan tidak ada satu bangsa pun di dunia pada masa lampu, pertengahan, dan modern yang meninggalkan puasa. Bentuk puasa berbeda sesuai perbedaan bangsa dan ajaran, jenisnya juga bervariasi sesuai keragaman situasi yang mengelilinginya dan sebab-sebab yang memengaruhinya”. (Hikmatut Tasyri’ wa Falsafatuhu, hal. 153)

Ada puasa yang berarti menahan diri dari makan, minum, berbicara, dan berhubungan seks. Ada juga yang berarti menahan diri untuk melakukan salah satu dari 4 hal tersebut atau sebagiannya. Menahan bicara mungkin adalah jenis puasa yang paling aneh. Meski demikian,
puasa jenis ini tersebar di banyak bangsa primitif dan sebagainya.

Bagi penduduk asli Australia, seorang perempuan yang ditinggal mati suaminya
harus menahan bicara sangat lama, bahkan terkadang sampai setahun. Jenis puasa semacam ini sepertinya juga dilakukan oleh bangsa Yahudi sebelum datangnya Nabi Isa as. seperti disinggung dalam ayat al-Quran,

فَإِمَّا تَرَيِنَّ مِنَ ٱلْبَشَرِ أَحَدًا فَقُولِىٓ إِنِّى نَذَرْتُ لِلرَّحْمَٰنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ ٱلْيَوْمَ إِنسِيًّا

Artinya: “Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah: “Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini”. (QS. Maryam Ayat 26)

Inti dari puasa seperti nampak dalam hal-hal yang dituntutnya adalah menahan tubuh dan jiwa secara bebas (tidak
terpaksa) terhadap kebutuhan-kebutuhan primer yang disukainya. Menahan makan atau minum bisa dalam berbagai bentuk; ada yang secara mutlak berarti menahan dari segala makanan dan minuman seperti puasa orang-orang Islam. Ada yang secara terbatas dengan menahan dari sebagian makanan seperti puasa kaum shabi`in dan pengikut ajaran Mani maupun orang-orang Kristen. Ada sebagian jenis puasa yang harus menahan semua hal tadi sejak pagi hingga malam. Ada juga yang sekadar
menahan semua itu selama siang hari atau sebagian dari waktu siang tersebut. Dan ada yang berawal sejak terbenam matahari hingga malam atau sebagian saja.

Sebagian Ulama Tafsir menjelaskan bahwa sebenarnya puasa Ramadhan juga diwajibkan bagi Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani), namun mereka meninggalkannya sebagai provokasi untuk meninggalkan berbagai kewajiban Alloh.

Para sejarawan Sirah Nabawiyah menjelaskan bahwa puasa Ramadhan telah tersebar di sebagian kabilah Arab di masa jahiliyah, khususnya suku Quraisy, meskipun tidak terbukti secara meyakinkan. Lepas dari semua itu, tidak menjadi masalah bagi Islam jika puasa
Ramadhan memang telah disyariatkan bagi kaum Yahudi dan Nasrani, begitu juga bagi kaum Arab Jahiliyah.

Telah terbukti bahwa banyak syariat Islam yang juga menjadi syariat agama-agama sebelumnya. Al-Quran menjelaskan,

شَرَعَ لَكُم مِّنَ ٱلدِّينِ مَا وَصَّىٰ بِهِۦ نُوحًا وَٱلَّذِىٓ أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِۦٓ إِبْرَٰهِيمَ وَمُوسَىٰ وَعِيسَىٰٓ ۖ

Artinya: “Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa,…” (QS. As-Syura Ayat 13)

Selain itu, Islam juga telah menetapkan
syiar berpuasa dalam ibadah haji dan lainnya, setelah disucikan dari noda-noda kemusyrikan.

Jika penekanan redaksi “sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu” adalah orang-orang berpuasa yang sama dengan kita, jelas maksudnya adalah kaum Nasrani. Sebab, mereka diwajibkan berpuasa Ramadhan di mana waktu dan lamanya sama seperti puasa yang difardhukan kepada kita.

Menurut Imam at-Thobari dari Musa ibn Harun, dari ‘Amr ibn Hammad, dari Asbath, dari al-Suddi. Beliau menyatakan, ‘Maksud orang-orang sebelum kita adalah kaum Nasrani. Sebab, mereka diwajibkan berpuasa Ramadhan. Mereka tidak boleh makan dan minum setelah tidur (dari waktu isya hingga waktu isya lagi), juga tidak boleh bergaul suami-istri. Rupanya, hal itu cukup memberatkan bagi kaum Nasrani (termasuk bagi kaum Muslimin pada awal menjalankan puasa Ramadhan).

Melihat kondisi tersebut, akhirnya kaum Nasrani sepakat untuk memindahkan waktu puasa mereka sesuai dengan musim, hingga mereka mengalihkannya ke pertengahan musim panas dan musim dingin. Mereka mengatakan, ‘Untuk menebus apa yang kita kerjakan, kita akan menambah puasa kita sebanyak dua puluh hari.’ Dengan begitu, puasa mereka menjadi 50 hari. Tradisi Nasrani itu juga (tidak makan-minum dan tak bergaul suami istri) masih terus dilakukan oleh kaum Muslimin, termasuk oleh Abu Qais ibn Shirmah dan Umar bin Khothob. Maka Alloh pun membolehkan mereka makan, minum, bergaul suami-istri, hingga waktu fajar tiba.”

Kesimpulannya, ragam manifestasi puasa merupakan ritual ibadah yang sudah ada sejak masa lampau, bahkan jauh sebelum Islam datang. Berbagai ritual, cara, dan waktu puasa telah dilakukan oleh orang-orang terdahulu sebagai bentuk ekspresi peribadatan atau suatu bentuk sesembahan kepada Tuhan mereka masing-masing. Adapun jika melihat konteks “sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu”, pendapat at-Thobari mengatakan bahwa yang dimaksud adalah kaum Nasrani. Sebab mereka diwajibkan puasa di bulan Ramadhan seperti halnya Alloh Swt mewajibkan umat Baginda Nabi Muhammad Saw berpuasa di bulan Ramadhan.

Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.